Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 898-9700-500

Email

info@iainmadura.ac.id

Sejuta keutamaan mumentum malam Nishfu Sya`ban bagi umat Muslim

  • Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
  • Kamis, 19 Mei 2016
  • Dilihat 7 Kali
Bagikan ke

Oleh: Moh. Ilyas Bulan Sya’ban adalah bulan ke-8 dari hitungan tahun Hijriyah, yang merupakan bulan sebelum bulan suci Ramadlan, pada bulan ini seluruh umat muslim di muka bumi ini di tuntut untuk memperingati malam Nishfu Sya’ban ialah malam yang bertepatan pada tanggal 15 bulan Sya’ban. Kata Nishfu Sya’ban ialah merupakan separuh bulan dari bulan Sya’ban. Mengapa dinamakan malam Nishfu Sya’ban? Menurut para ulama ialah dikarenakan pada malam ini bercabang-cabang kebaikan yang banyak sekali dilipatgandakan. Artinya, pada malam ini Allah menjadikan satu rahmat menjadi seratus bagian. Keutamaan bulan Sya’ban atas bulan-bulan yang lain ialah seperti halnya keutamaan atas semua para Nabi, sementara keutamaan bulan Ramadlan atas bulan-bulan yang lain ialah seperti halnya keutamaan Allah atas semua hambanya. Pada malam ini juga, Allah mengangkat semua amal-amal hambanya. Oleh karena itu, selagi ada kesempatan untuk bernafas marilah kita membuka jendela hati kita lebar-lebar untuk selalu senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan cara menjalankan perintahnya dan menjauhi apapun yang dilarangnya. Kandungan makna yang terselip di balik kata Sya’ban, seperti yang dikatakan oleh Yahya bin Mu’adz, ia berkata: “sesungguhnya dalam kata Sya’ban terdapat lima huruf, yang setiap huruf-hurufnya menyimpan anugerah serta sejuta keutamaan bagi orang-orang muslim”. Syiin, “Syarafatun” dan “Syafa’atun” yang berarti kemuliaan dan syafaat. A’in, “Al-‘Izzah” yang mempunyai arti kemenangan dan karamah. Ba’, “Al-Barru’” yang berarti kebajikan. Alif, “Al-Ulfah” yang berarti rasa belas kasihan. Nuun, “An-Nuur” yang mempunyai arti cahaya. Karena itulah dijelaskan bahwa pada bulan bulan Rajab adalah bulan untuk menyucikan tubuh, sementara pada bulan Sya’ban ialah untuk menyucikan hati, dan sedangkan pada bulan Ramadlan ialah untuk menyucikan jiwa. Mengapa demikian? Karena orang yang telah menyucikan tubuhnya di bulan Rajab, ia dapat menyucikan hatinya di bulan Sya’ban, dan barang siapa yang telah menyucikan hatinya di bulan Sya’ban, maka ia akan dapat menyucikan jiwanya pada bulan Ramadlan. Jika dia tidak menyucikan tubuhnya di bulan Rajab, dan tidak menyucikan hatinya di bulan Sya’ban, maka bagaimana mungkin dia dapat menyucikan jiwanya di bulan Ramadlan nanti. Karena itu pula, juga dijelaskan bahwa pada bulan Rajab ialah untuk beristighfar dari segala dosa-dosa, sementara pada bulan Sya’ban ialah untuk memperbaiki hati dari segala sifat yang tidak terpuji, dan pada bulan Ramadlan nanti ialah untuk menerangi hati serta menyambut datangnya malam Lailatul Qadar untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Disamping itu semua, malam Nishfu Sya’ban ialah malam dimana semua buku cacatan amal manusia akan di tutup, dan di ganti buku catatan baru. Oleh karena itu, maka di anjurkan bagi setiap manusia untuk saling memaafkan satu dengan yang lainnya serta berdzikir dan bertaubat kepada Allah. Adapaun amalan yang di anjurkan pada malam Nishfu Sya’ban ialah amalan yang pernah di baca oleh Nabi Yunus a.s selama berada di dalam perut ikan Nun. Amalannya ialah: “Lailaha illa anta subhanaka inni kuntu min Al-Dlalimin” Amalan tersebut di anjurkan di baca 4.444 kali. Dalam penjelasan lain di katakan, barang siapa membaca amalan tersebut dosa-dosanya akan diampuni oleh Allah SWT. Sejatinya, pada mumentum bulan Sya’ban ini ialah merupakan sebuah tuntutan bagi semua umat muslim di muka bumi ini agar selalu sentatiasa bersyukur atas semua karunia Allah yang dilimpahkan, khususnya ialah dengan menyambut bahagia atas datangnya bulan suci Ramadlan yang sudah dekat di hadapan kita semua. Selanjutnya, berkenaan dengan hukum memperingati malam Nishfu Sya’ban masih terjadi kontroversi di kalangan para ulama, walaupun banyak Hadis yang menjelaskan tentang keutamaan malam Nishfu Sya’ban itu sendiri. Seperti ulama yang ada di Syam, ialah Khalid bin Ma’dan, Mukhgul, Lukman bin Amir yang mengagumkan malam itu dan bersungguh-sungguh dalam beribadah. Namun, setelah menyebar ke beberapa pelosok negeri terjadilah perbedaan pendapat. Sperti yang di katakan imam Al-Auza’i bahwa jika seorang mukmin tenggelam dengan berbagai macam ibadah pada malam Nishfu Sya’ban baik shalat, membaca Qur’an, zikir dan berdoa adalah boleh tidak makruh dan sah-sah saja. Namun, yang menjadi persoalan dalam pendapatnya ialah dengan di lakukannya shalat sunnah berjamaah yang disebut dengan shalat Bara’ah. Karena tidak ada dalil yang menjelaskan shalat itu sehingga ulama Hujaz beranggapan bahwa hal itu merupakan perkerjaan yang Bid’ah (sesuatu yang tidak pernah Rasulullah kerjakan). Kesimpulannya adalah sah-sah saja kita melaksanakan dan memperingati malam Nishfu Sya’ban itu dengan berbagai macam ibadah, asalkan sesuai dengan apa yang telah Rasulullah kerjakan, tanpa harus mengikuti ajaran-ajaran yang tidak pernah Rasulullah kerjakan dan anjurkan.