Serabi di Sepuluh Malam Terakhir Bulan Ramadan
- Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
- Minggu, 16 Juni 2019
- Dilihat 102 Kali
Oleh : Kinatul Asroh *) Penulis adalah mahasiswi IAIN Madura.
Berbicara ramadan, memang sudah lumrah adanya. Bulan ramadan tidak hanya dikenal dengan bulan suci atau bulan yang penuh berkah. Akan tetapi, ramadan juga dikenal sebagai bulan kebaikan dan keimanan. Dimana banyak orang yang menunggu hadirnya ramadhan untuk meningkatkan ibadah kepada Allah SWT.
Mereka memanfaatkan bulan ini dengan serius, karena mereka percaya pada bulan inilah Allah menurunkan ampunan dan juga limpahan rahmat pada umatnya. Mereka memperbanyak taqarrub, i’tikaf, sadaqah bahkan menuntaskan puasa satu bulan penuh di bulan Ramadhan. Bahkan pada bulan ini pun, tidurnya seseorang yang berpuasa di nilai ibadah. Layaknya mutiara yang memberikan manfaat bagi orang lain, Ramadan juga memberikan beribu manfaat bagi seseorang yang menghargainya, salah satunya ialah lebih mendekatkan diri kepada sang Khaliq yang telah menciptakannya.
Hal ini dapat kita lihat pada saat ramadan tiba. Banyak masyarakat memenuhi masjid dan musala-musala kecil untuk melaksanakan shalat dan bertadarus alquran. Ramadhan juga mememiliki ciri khas yang unik jika dibandingkan dengan bulan yang lain, yakni di dalam satu bulan tersebut terdapat 10 hari terkahir yang dinanti-nantikan oleh seluruh ummat Islam atau yang biasa disebut dengan “malam lailatul Qadar”. Pada 10 hari terakhir tersebut, orang-orang berlomba-lomba dalam beribadah dan menebar kebaikan antara sesama. Tak jarang mereka lebih memperbanyak amalan-amalan seperti membaca dzikir, sholawat Nabi, shalat sunnah, tadarus alquran serta amalan-amalan lainnya yang dipercaya menambah keimanannya.
Ada juga yang menjadikan aktivitas rutin sepuluh hari terakhir ini sebagai puncak kebaikan. Tradisi ini bertepatan dengan tanggal-tanggal perkiraan lailatul qadar atau dapat di sebut dengan tanggal-tanggal ganjil 10 hari terkahir ramadhan seperti 21, 25, dan 27 ramadhan. Mengutip dari salah satu hadits tentang perintah mencari malam lailatul qadar yang berbunyi ” Carilah malam lailatul qadr dimalam ganjil pada 10 hari terakhir bulan ramadhan (HR. Bukhari dan Muslim).
Tradisi ini berdampak positif bagi kalangan masyarakat, seperti dapat mempererat tali silaturrahmi antara satu dengan lainnya atau masih banyak lagi lainnya. Kebiasaan ini sudah berlangsung dari tahun ke tahun, hingga sampai saat ini. Banyak persepsi masyarakat yang mengatakan bahwa tradisi itu hanya untuk menyambut malam lailatul qadar saja. Mayoritas orang sangat antusias ketika malam-malam ganjil itu datang.
Mereka memberikan kesan yang sangat unik dengan cara mengunjungi dari rumah satu kerumah lainnya dengan membawa jajanan khas pedesaan seperti serabi (serabih dalam bahasa madura), kue cucur (dalam bahasa madura disebut kocor/ ghuddhu). Tradisi ini masih dilakukan karena mereka meyakini dengan kegiatan tersebut dapat menjadi tongkat estafet dalam meraih malam kemuliaan itu. Sedangkan daerah lainnya sudah tidak menerapkan tradisi itu lagi. Mereka menjalankan 10 hari terakhir di bulan ramadhan dengan aktivitas-aktivitas layaknya hari-hari sebelumnya. akan tetapi dibeberapa daerah lain masih tetap melestarikan tradisi yang biasa dikenal dengan tradisi *maleman*. Tradisi ini memang terlihat biasa saja akan tetapi menyimpan makna tersirat, yakni selain untuk menyambut datangnya malam lailatul qadr, juga dapat menambah pahala serta shadaqah dibulan yang agung ini. Karena Allah SWT telah menjanjikan pahala yang berlipat ganda bagi orang yang beriman. Selain itu, juga mempererat hubungantali silaturahmi antar sanak keluarga dan orang-orang sekitar.(*)