Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 898-9700-500

Email

info@iainmadura.ac.id

KIP KULIAH: KEBIJAKAN PRO RAKYAT YANG DISKRIMINATIF

  • Diposting Oleh Achmad Firdausi
  • Jumat, 31 Mei 2024
  • Dilihat 171 Kali
Bagikan ke

Oleh: Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag.

Bersamaan dengan ramainya pemberitaan tentang naiknya UKT di hampir semua PTN, beasiswa KIP Kuliah juga menjadi topik yang turut dibicarakan, lebih-lebih setelah diberitakan tidak sedikit penerima KIP Kuliah yang tidak tepat sasaran (orang berada) dan bahkan ada jalur politik untuk mendapat beasiswa ini, yakni melalui jalur aspirasi anggota DPR.

KIP Kuliah merupakan program beasiswa yang diperuntukkan bagi lulusan pendidikan menengah yang hendak melanjutkan studi ke perguruan tinggi namun tidak mampu secara ekonomi sedangkan yang bersangkutan memiliki prestasi belajar yang baik. Program pemerintah ini telah berjalan sejak 2010. Awalnya bernama Beasiswa Bidikmisi (Bantuan Biaya Pendidikan bagi Mahasiswa Berprestasi dan Kurang Mampu). Sejak 2020, namanya diganti menjadi KIP Kuliah (Kartu Indonesia Pintar untuk Kuliah).

Penerima KIP Kuliah adalah mereka yang dinyatakan lulus seleksi pada program sarjana/diploma pada perguruan tinggi negeri/swasta. Tiap mahasiswa mendapat beasiswa sebesar 6,6 juta tiap semester, yang dialokasikan untuk sumbangan biaya pendidikan sebesar 2,4 juta dan selebihnya (4,2 juta) untuk biaya hidup (living cost) selama 6 bulan (satu semester) @ 700 ribu,-. Dalam perkembangannya, jumlah tersebut dinaikkan seiring meningkatnya biaya pendidikan dan biaya hidup. Untuk biaya pendidikan bertambah mulai dari 2,4 juta sampai 12 juta tergantung program studi yang dipilih. Sedangkan untuk biaya hidup, dibagi berdasarkan 5 klaster daerah yaitu daerah klaster 1 sebesar 800 ribu, klaster 2 sebesar 950 ribu, klaster 3 sebesar 1,1 juta, klaster 4 sebesar 1,25 juta, dan klaster 5 sebesar 1,45 juta.

Karena jumlah bantuan beasiswa terbatas, sedangkan yang mendaftar terus bertambah, calon penerima KIP Kuliah diseleksi ketat dan bahkan dilakukan survey ke rumah-rumah calon penerima, untuk memastikan agar penerima beasiswa KIP tepat sasaran.

Terlepas dari masih terbatasnya alokasi beasiswa KIP Kuliah, yang jelas sejak program ini digulirkan tahun 2010, membuat orang tak punya merasa senang karena peluang untuk kuliah di PTN favorit terbuka. Berita “orang miskin dilarang kuliah” di tengah kian mahalnya biaya pendidikan tinggi, dapat diterobos oleh anak-anak dari keluarga tak punya namun berprestasi, melalui jalur beasiswa ini. Terbukti, melalui program beasiswa KIP ini, telah banyak anak tukang becak, anak asisten rumah tangga, anak petani miskin, dan anak dari keluarga miskin lainnya yang lulus menyandang sarjana dari PTN favorit, bahkan di jurusan yang berbiaya mahal seperti jurusan kedokteran.

Mengapa Diskriminatif?

Lalu, di mana letak diskriminatifnya program pro rakyat ini? Pertama, sebagaimana diberitakan akhir-akhir ini, tidak sedikit penerima KIP Kuliah berasal dari kalangan orang berada, dan ini jelas mengabaikan dan menyakiti anak-anak miskin yang sangat penuh harap dari program ini. Kedua, jalur politik [melalui aspirasi anggota DPR] sebagai jalan pintas memperoleh KIP Kuliah. Jalur ini, berpotensi sangat subjektif dalam menentukan calon penerima, karena kriteria penerima tergantung anggota DPR yang bisa jadi mengabaikan kriteria utama calon penerima, yakni miskin dan berprestasi. Sebelumnya, banyak masyarakat tidak tahu, ternyata ada jalur sakti untuk mendapatkan KIP Kuliah. Publik menjadi tahu setelah Stafsus Presiden mengusulkan agar penerimaan KIP Kuliah melalur jalur aspirasi DPR, dihentikan, karena potensial tidak objektif dan tidak tepat sasaran. Dan tentu saja, banyak masyarakat tidak tahu berapa persen dalam tiap tahunnya KIP Kuliah yang disalurkan melalui jalur politik ini.

Ketiga, terdapat ketimpangan alokasi anggaran beasiswa KIP Kuliah antara PT Umum (di bawah Kemdikbud­ristek) dan PT Keagamaan (di bawah Kementerian Agama). Sebagai bahan perbandingan, rata-rata penerima KIP Kuliah untuk calon mahasiswa baru mencapai 200.000 mahasiswa per tahun. Di tahun 2021, PT Keagamaan hanya mendapat alokasi 17.615 mahasiswa, dan di tahun 2023 bertambah menjadi 33.800 mahasiswa. Selebihnya (166.200-182.385) disalurkan melalui PT Umum.

Dengan jomplangnya sebaran beasiswa tersebut, maka penerima KIP Kuliah di PT Umum cukup melimpah sebaliknya di PT Keagamaan kekurangan, padahal pendaftar PT Keagamaan rata-rata dari keluarga tak mampu. Sebagai contoh, di tahun 2023 Unesa Surabaya mendapat jatah penerima KIP Kuliah sebanyak 4.239 mahasiswa, UTM Bangkalan 1.948 mahasiswa, dan UM Malang 1.461 mahasiswa. Sedangkan UIN Jakarta, di tahun yang sama, hanya mendapat porsi 753 mahasiswa dan UIN Surabaya hanya 600. Itupun, untuk PTKIN, hanya mendapat standar KIP Kuliah 6,6 juta. Sungguh sangat timpang, bagai langit dan bumi.

Ketimpangan alokasi beasiswa KIP Kuliah antara PTN dan PTKIN, hanya salah satu contoh betapa diskriminasi penyelenggaraan pendidikan tinggi (antara PTN dan PTKIN) masih berlangsung hingga kini, dalam banyak aspek. Wallāhu a`lam [37].

 


Editor: Achmad Firdausi