KIP KULIAH: KEBIJAKAN PRO RAKYAT YANG DISKRIMINATIF
- Diposting Oleh Achmad Firdausi
- Jumat, 31 Mei 2024
- Dilihat 171 Kali
Oleh: Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag.
Bersamaan dengan ramainya pemberitaan tentang naiknya UKT di hampir semua PTN, beasiswa KIP Kuliah juga menjadi topik yang turut dibicarakan, lebih-lebih setelah diberitakan tidak sedikit penerima KIP Kuliah yang tidak tepat sasaran (orang berada) dan bahkan ada jalur politik untuk mendapat beasiswa ini, yakni melalui jalur aspirasi anggota DPR.
KIP Kuliah merupakan program beasiswa yang diperuntukkan bagi lulusan pendidikan menengah yang hendak melanjutkan studi ke perguruan tinggi namun tidak mampu secara ekonomi sedangkan yang bersangkutan memiliki prestasi belajar yang baik. Program pemerintah ini telah berjalan sejak 2010. Awalnya bernama Beasiswa Bidikmisi (Bantuan Biaya Pendidikan bagi Mahasiswa Berprestasi dan Kurang Mampu). Sejak 2020, namanya diganti menjadi KIP Kuliah (Kartu Indonesia Pintar untuk Kuliah).
Penerima KIP Kuliah adalah mereka yang dinyatakan lulus seleksi pada program sarjana/diploma pada perguruan tinggi negeri/swasta. Tiap mahasiswa mendapat beasiswa sebesar 6,6 juta tiap semester, yang dialokasikan untuk sumbangan biaya pendidikan sebesar 2,4 juta dan selebihnya (4,2 juta) untuk biaya hidup (living cost) selama 6 bulan (satu semester) @ 700 ribu,-. Dalam perkembangannya, jumlah tersebut dinaikkan seiring meningkatnya biaya pendidikan dan biaya hidup. Untuk biaya pendidikan bertambah mulai dari 2,4 juta sampai 12 juta tergantung program studi yang dipilih. Sedangkan untuk biaya hidup, dibagi berdasarkan 5 klaster daerah yaitu daerah klaster 1 sebesar 800 ribu, klaster 2 sebesar 950 ribu, klaster 3 sebesar 1,1 juta, klaster 4 sebesar 1,25 juta, dan klaster 5 sebesar 1,45 juta.
Karena jumlah bantuan beasiswa terbatas, sedangkan yang mendaftar terus bertambah, calon penerima KIP Kuliah diseleksi ketat dan bahkan dilakukan survey ke rumah-rumah calon penerima, untuk memastikan agar penerima beasiswa KIP tepat sasaran.