TELADAN NABI TERHADAP ISTRI
- Diposting Oleh Achmad Firdausi
- Jumat, 13 September 2024
- Dilihat 950 Kali
Oleh: Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag.
Kedudukan istri sangat penting dalam membangun rumah tangga, sehingga Allah dalam al-Qur’an berpesan wa`āsyirūhunna bil-ma`rūf (pergaulilah mereka [para istri] dengan cara yang patut). Nabi Muhammad saw sebagai penerjemah al-Qur’an dan teladan dalam kehidupan (uswatun hasanah) memberikan banyak contoh bagaimana beliau hidup bersama istri-istrinya, antara lain:
Pertama, Nabi membantu pekerjaan istri di rumah. Al-Aswad pernah bertanya kepada Aisyah tentang kegiatan Nabi di rumah, dijawab oleh Aisyah: “Rasulullah biasa membantu pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu salat, beliau berdiri dan segera menuju salat” (HR. Bukhari). Dalam riwayat lain, Aisyah berkisah tentang Nabi: “Tidaklah beliau itu seperti manusia pada umumnya, beliau menjahit bajunya, memerah kambing, dan melayani dirinya sendiri” (HR. Tirmidzi).
Kedua, Nabi memanjakan isteri. Dalam suatu perjalanan, Nabi pernah membawa Anjasyah sebagai penuntun unta bagi istri-istri Nabi. Ketika melihat Anjashah membawa unta dengan cepat, Nabi memerintahkan Anjashah untuk memperlambat untanya karena khawatir keadaan tersebut dapat melukai istri Nabi. Sabda Nabi: Pelankan sedikit wahai Anjashah, sesungguhnya (di atas tunggangan itu) adalah wanita yang seperti kaca-kaca (syauqaka bil-qawārīr).” Yang dimaksudkan adalah para isteri Nabi. Suatu ketika, orang-orang Habsyah sedang melakukan permainan di Masjid, Nabi yang sedang bersama Aisyah bertanya kepadanya: Wahai Humaira’, apakah kau mau melihat mereka? (HR. Nasa-i). Kata humaira’ artinya pipi yang kemerah-merahan. Ucapan yang memanjakan Aisyah, karena pipi Aisyah yang putih sehingga kemerah-merahan saat terkena matahari.
Ketiga, Nabi menghibur istri yang sedih. Dalam suatu riwayat, telah sampai pada Shafiyah bahwa Hafshah mengatakan padanya dengan nada sinis, “Dasar anak perempuan Yahudi.” Lalu Shafiyah menemui Nabi dalam keadaan menangis, kemudian Nabi bertanya, “Apa yang menyebabkan engkau menangis?” Shafiyah menjawab, “Hafshah memanggilku dengan anak perempuan Yahudi.” Kemudian Nabi mengatakan, “Sesungguhnya engkau termasuk puteri Nabi, pamanmu seorang Nabi, dan sekarang berada dalam perlindungan seorang Nabi, bukankah itu sudah jadi suatu kebanggaan (HR. Tirmidzi). Dalam sebuah hadits diriwayatkan, suatu saat Shafiyah bepergian bersama Nabi, saat itu adalah hari gilirannya. Dia ketinggalan (rombongan) karena untanya berjalan lambat, lalu menangis. Maka Nabi datang mengusapkan air mata dengan kedua tangannya kemudian berusaha membuat Shafiyah berhenti menangis" (HR. al-Nasa'i).
Keempat, Nabi bersikap romantis terhadap istri. Sebagaimana riwayat Aisyah: Aku pernah menggigit sepotong daging satu gigitan, lalu Rasulullah meletakkan mulutnya di tempat tadi aku meletakkan mulutku, padahal aku sedang haidh. Aku juga pernah minum dengan suatu bejana, kemudian Rasulullah meletakkan mulutnya ditempat aku meletakkan mulutku sedangkan aku dalam keadaan haidh (HR. al-Nasai). Dalam riwayat lain, Aisyah berkata: Aku pernah mandi bersama Nabi dari satu bejana. Saat itu kami berdua sedang junub. Beliau pernah menyuruhku (memakai kain) lalu aku pun memakainya, lalu beliau mencumbuiku padahal aku sedang haid. Beliau juga pernah menjulurkan kepalanya kepadaku saat beliau iktikaf, lalu aku membasuh kepalanya dan saat itu aku sedang haid (HR. Bukhari-Muslim). Kata Aisyah: Saya pernah menyisir rambut Rasulullah, sementara diriku sedang haid (HR. Bukhari).
Kelima, Nabi meluangkan waktu untuk bermain/menemani bermain istri. Aisyah berkata: “Nabi berlomba denganku, lalu aku mengalahkannya” (HR. Ibnu Majah). Dalam hadits lain, Aisyah meriwayatkan:“Orang Abisinia sedang bermain tombak di masjid dan Rasulullah menutupiku dengan jubahnya agar aku dapat melihat permainan mereka dari balik bahunya. Kemudian beliau berdiri demi aku hingga akulah yang pergi; jadi hitunglah berapa lama seorang gadis muda yang haus hiburan akan menunggu” (HR. Bukhari dan Muslim).
Keenam, Nabi melibatkan istri dalam urusan penting. Salah satu istri yang sering menjadi teman diskusi adalah Ummu Salamah, yang memang terkenal cerdas. Dalam kasus Perjanjian Hudaibiyah (tahun ke-6 Hijriyah), Sahabat berpendapat perjanjian tersebut merugikan umat Islam. Antara lain isinya, “mereka baru diperbolehkan umrah tahun depan.” Akibat perjanjian ini, sahabat gagal melakukan umrah. Setelah menandatangai perjanjian, Nabi mengajak para sahabatnya untuk mencukur rambut mereka masing-masing dalam rangka bertahallul sebelum kembali ke Madinah. Namun, para sahabat enggan menuruti ajakan Nabi tersebut, sehingga membuat Nabi kesal. Lalu Nabi menceritakan kejadian itu kepada Ummu Salamah yang saat itu ikut dalam rombongan. Kata Ummu Salamah: “Wahai Rasulullah, keluarlah sehingga mereka melihatmu, namun jangan berbicara dengan seorang pun. Lalu sembelihlah untamu dan panggil tukang cukur untuk memotong rambutmu.” Nabi menuruti saran Ummu Salamah. Beliau keluar dari tendanya, tidak bicara dengan siapapun, kemudian menyembelih untanya dan mencukur rambut. Dan benar. Setelah Nabi melaksanakan usulan Ummu Salamah, para sahabat berbondong-bondong mengikuti apa yang dilakukan Nabi.
Ketujuh, Nabi tidak pernah menyakiti istri. Suatu ketika Aisyah berbicara dengan nada tinggi kepada Nabi. Abu Bakar yang saat itu berada di kediaman Nabi mendengar dan tidak rela kalau Nabi diperlakukan seperti itu, meski oleh anaknya sendiri. Bahkan, Abu Bakar hendak memukul Aisyah. Tapi, Nabi buru-buru mencegahnya. Nabi tidak ingin istrinya tersakiti, meski oleh orang tuanya sendiri ataupun Nabi sendiri. Sikap Nabi yang tidak pernah menyakiti istrinya, diperkuat dengan pernyataan Aisyah: Suamiku tidak pernah memukul istrinya meskipun hanya sekali. (HR. al-Nasa'i).
Allāhumma shalli wa sallim `alā sayyidinā Muhammadin wa`alā ālihī wa shahbihī wā azwājihī wa ahli baitihī wa dzurriyatihī wa ummatihī ajma`īn (51).
Editor: Achmad Firdausi