Ketika AI Mengubah Pola Pikir dan Pola Sikap Manusia
- Diposting Oleh Achmad Firdausi
- Kamis, 24 Juli 2025
- Dilihat 87 Kali
Oleh:
Dr. Moh. Hafid Effendy, M.Pd.
(Kepala Laboratorium Tarbiyah UIN Madura & Ketua Yayasan Pakem Maddhu Pamekasan)
Kehadiran Artificial Intelligence (AI) bukan sekadar revolusi teknologi, tetapi juga menjadi titik balik dalam transformasi pola pikir dan pola sikap manusia. AI telah menyusup ke berbagai aspek kehidupan pendidikan, pekerjaan, interaksi sosial, bahkan spiritualitas hingga tanpa disadari, ia mulai membentuk ulang cara manusia berpikir, bertindak, dan mengambil keputusan.
Secara konseptual, AI berperan sebagai ekstensi dari kemampuan kognitif manusia. Ketika mesin mulai dapat menganalisis data besar dalam waktu singkat, memberikan rekomendasi personal, hingga mengembangkan narasi, manusia perlahan bergeser dari proses berpikir kritis menuju pola berpikir praktis dan instan. Misalnya, dalam dunia pendidikan, siswa lebih memilih bertanya pada chatbot ketimbang berpikir mandiri. Akibatnya, kemampuan reflektif, empatik, dan imajinatif manusia bisa tergerus jika tak diimbangi dengan penguatan karakter dan nalar kritis.
Lebih jauh, pola sikap manusia terhadap teknologi pun berubah. AI dianggap sebagai mitra, bahkan kadang sebagai otoritas yang lebih andal daripada manusia sendiri. Hal ini tampak dari meningkatnya kepercayaan terhadap sistem rekomendasi dari urusan belanja, pekerjaan, hingga pasangan hidup. Kebergantungan ini berpotensi melemahkan otonomi moral dan kesadaran etis manusia. Sikap manusia menjadi pasif, lebih menerima keputusan mesin tanpa mempertanyakan dasar, nilai, atau dampaknya. Namun, tidak semua perubahan bersifat negatif. Di sisi lain, AI juga mendorong manusia untuk lebih adaptif, kolaboratif, dan terbuka terhadap interdisiplin ilmu.
Kecerdasan buatan menjadi cermin yang menantang manusia untuk mengenali kembali apa yang membedakannya dari mesin yakni kesadaran, kasih sayang, intuisi, dan nilai-nilai kemanusiaan. Maka, penting untuk mengembangkan pola pikir kritis dan pola sikap etis dalam menghadapi AI. AI harus ditempatkan bukan sebagai pengganti manusia, tetapi sebagai alat bantu yang memperkuat kualitas manusia. Pendidikan, kebijakan, dan budaya digital perlu diarahkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa teknologi adalah alat, bukan tujuan.
Singkatnya, bahwa AI memang mengubah cara manusia berpikir, bersikap, dan bertindak. Namun arah perubahan itu akan sangat tergantung pada bagaimana manusia sendiri memaknai dan mengelola kecanggihan tersebut, apakah sebagai jalan menuju dehumanisasi, atau sebagai sarana untuk memperdalam kualitas kemanusiaan.
Editor: Achmad Firdausi