Isra Mi raj Pajangan Agama Masyarakat Muslim.
- Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
- Rabu, 11 Mei 2016
- Dilihat 42 Kali
Penulis: Moh Amin JATIMAKTUAL, ESAI,- Kamis 05 Mei 2016 yang bertepatan dengan 27 Rajab 1437 H, adalah momen yang tidak boleh dilewatkan oleh masyarakat muslim, karena hari itu merupakan hari yang bersejarah dimana Nabi Muhammad SAW telah diberangkatkan oleh Allah SWT dari Masjidil Haram sampai Masjidil Aqsha yang dikenal dengan istilah isra’, dan dinaikan-Nya beliau ke Sidratul Muntaha (tempat yang paling tinggi) yang dikenal dengan istilah mi’raj. Kedua peristiwa ini beliau tempuh hanya dengan limit waktu 12 jam atau kisaran satu malam saja, maka sudah tentu isra’ mi’raj ini menjadi salah satu peristiwa penting bagi masyarakat muslim yang harus diperingati dan disyukuri. Dalam menyambut dan memperingati isra’ mi’raj, setiap lapisan masyarakat memiliki ciri khas yang bebeda untuk merealisasikannya. Dan ini bisa dilihat dari agenda-agenda yang mereka adakan dengan bermagai macam kemasan seperti tasyakuran dan pengajian akbar yang biasanya dilakukan oleh masyarakat biasa baik di kota ataupun desa, kajian kitab klasik yang dilakukan oleh masyarakat pesantren atau santri, serta seminar dan kajian-kajian ilmiah yang dilakukan oleh masyarakat akademisi. Yang itu semua menandakan bahwa mereka mempunyai antusias yang tinggi dalam menyambut hari-hari penting islam seperti halnya isra’ mi’raj. Namun apakah sampai disini saja? Apakah itu semua sudah cukup untuk dijadikan hujjah bahwa kita adalah orang-orang yang memiliki nilai religius dan keimanan yang tinggi? Saya rasa tidak, karena kebanyakan dari kita hanya menjadikan hari-hari penting islam sebagai rutinitas-rutinitas bulanan ataupun tahunan biasa yang tidak memiliki nilai dan faidah yang hakiki. Dalam artian “memperingati” hari-hari penting islam seperti isra’ mi’raj hanya sebagai pajangan agama yang hanya befaidah sebagai hiasan dan polesan agar kita terlihat seperti orang yang patuh dan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap agama islam. Mangapa demikian? Jika menilik kembali terhadap keseharian kita setelah melaksanakan isra’ mi’raj dan hari-hari penting islam lainnya, pasalnya nilai-nilai keagamaan yang terkandung didalamnya jarang kita resapi dan hayati melainkan hanya masuk dari kuping kiri dan keluar dari kuping kanan. Saya ambil contoh sederhana dari peristiwa isra’ mi’raj, bahwa shalat lima waktu yang awalnya 50 rakaat menjadi 17 rakaat adalah hasil negosiasi Nabi Muhammad SAW kepada Allah SWT, karena beliau sudah memprediksi bahwa umatnya di akhir zaman akan mengalami dekadinsi moral dan keimanan, dan itu sudah bisa dilihat sekarang, shalat lima waktu yang 17 rakaat saja sudah banyak yang mengabaikan apa lagi yang 50 rakaat, bisa jadi hanya sekelumit dari yang akan menunaikannya. Pertanyaannya sekarang, setelah kita mengetahui hal ini apakah kita akan meningkatkan kualitas shalat kita? Sayangnya hanya orang-orang yang mendapat hidayah yang akan menyadiarinya. Lantas apakah salah jika kita memperingati isra’ mi’raj dengan polesan dan kemasan yang serba wah? Tentu tidak, itu penting agar masyarakat muslim memiliki ketertarikan untuk berpartisipasi di dalamnya. Namun yang lebih penting lagi nilai-nilai yang terkandung harus kita resapi dan hayati yang nantinya akan menambah nilai iman kita sehingga setiap pekerjaan dan rutinitas keseharian kita akan selalu terkontrol sesuai dengan syariat-syariatNya. Semoga kita menjadi insan yang yang selalu mendapat hidayahNya. Amien Ya Rabbal Alamien.