Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 898-9700-500

Email

info@iainmadura.ac.id

Kampus, Wahana Intelektual Atau Medan Kriminalisasi.?

  • Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
  • Rabu, 11 Mei 2016
  • Bagikan ke

Penulis: Suci fitria Mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa Arab Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan. JATIMAKTUAL, ESAI,- Peristiwa Pembunuhan seorang dosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) yang dalam pemberitaannya telah tersebar luas di berbagai media sosial mungkin membuat kita selaku pembaca dan pendengar hanya bisa menggelengkan kepala, sebab pelaku sementara yang ditetapkan oleh pihak berwajib tidak lain adalah mahasiswanya sendiri. Motif utama sehingga nyawa korban melayang adalah terjadinya cek-cok antar kedua belah pihak sebelum pelaku menghabisi korban. Hampir bersamaan juga tersebar luas laporan tentang hilangnya seorang Mahasiswi Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta yang diberitakan lebih dari satu minggu tidak diketahui keberadaannya. Setelah dicari oleh pihak berwajib melalui metode POH (Pencarian Orang Hilang) ternyata mahasiswi tersebut ditemukan telah terbujur kaku membusuk di toilet kampus. Usut punya usut ternyata mahasiswi yang dimaksud telah menjadi korban pembunuhan oleh seorang laki-laki yang tidak lain adalah cleaning sevice kampus itu sendiri. sekali lagi kita hanya bisa menggigit jari dan heran sebab lagi-lagi kampus yang esensinya sebagai medan mencari ilmu dan menambah wahana pengalaman dalam dunia pendidikan telah beralih fungsi menjadi tempat kejadian perkara (TKP) pembunuhan atau lumbung kriminalisasi. Lantas Siapa yang salah? Apakah telah terjadi eror system pada pola pendidikan di kampus tersebut? Kita fikir tidak, sebab melihat pada label lembaga tersebut sebagai salah satu lembaga ternama di Indonesia bahkan di asia yang bersetatus universitas dan tentu-nya telah memiliki system teruji dan akurat sebelum penetapannya sebagai universitas tidak lagi sebagai Institute, apalagi Sekolah Tinggi. Jadi alasan tersebut tidak begitu dapat di pertanggung jawabkan dan dapat diterima dengan mudah. Apabila menilik kembali pada motif salah satu pembunuhan di atas yang disebabkan adanya cek-cok antara korban dan tersangka membuat kita terbangun dan menyadari bahwasanya solusi cerdas dan tepat untuk mengurangi perkara dengan motif yang sama tidak lain adalah prinsip islam yaitu Qoulun Ma’rufun (berkata yang baik) dan telah tertera jelas dalam Al-Qur’an yang berbunyi. “serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada Manusia” (Al-Baqoroh:83) Maka untuk menjawab siapa yang salah? Maka jawaban yang paling benar adalah kita semua yang salah. Sebab kita lupa akan diri kita, kita terlalu bangga dan mengandalkan intelektual di atas segala-galanya, sehingga yang timbul adalah "saya adalah dosen dan kamu mahasiswa ! saya yang tahu dan kamu masih belum tahu! Saya atasan dan kamu bawahan saya dsb." Ketika hal itu dipertahankan dan menjadi hal yang wajar dalam dunia pendidikan dengan senantiasa melentangkan suara, "saya adalah professor! Saya adalah doctor! dsb". Maka tidaklah heran apabila motif yang sama dengan kasus serupa akan muncul di lembaga-lembaga pendidikan lain di Indonesia.