Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 898-9700-500

Email

info@iainmadura.ac.id

Pemimpin dalam persepektif pesantren

  • Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
  • Senin, 30 Mei 2016
  • Dilihat 64 Kali
Bagikan ke

Ditulis Oleh : Lutfi Aziz  Mahasiswa STAIN Pamekasan,  Prodi: Bahasa Arab  JATIMAKTUAL, ARTIKEL,-

kelahiran kita tanah air Indonesia, sudak tidak bisa dipungkiri lagi bahwa pendidikan masa sekarang sudah sangat berkembang disertai dengan sokongan tekhnologi yang semakin maju sehingga dapat mempermudah orang untuk belajar.

Namun seiring bertambahnya orang orang yang terpelajar bertambah pula orang orang yang tidak terdidik. Faktanya yaitu pada masa sekarang ini kalau berbicara orang yang bodoh mungki sangat lah minim khususnya dikalangan para pemimpin pemimpin kita, bahkan tidak mungkin kita menjumpai para pemimpin kita yang bodoh.

Yang jadi pertanyaan sekarang apakah pemimpin pemimpin kita adalah orang orang yang terdidik…? Ketika kita melihat fakta yang sedang terjadi di sekitar kita, tidak sedikit masyarakat yang tidak sejahtera, hidup melarat dan sangat susah. Terus dimana tugas sorang pemimpin kita?, yang mana sudah diamanahkan kepada mereka tentang kesejahteraan masyarakat. Dan bagaimana yang harus dilakukan oleh para pemimpin kita.

Tentunya ketika kita melihat fakta yang terjadi memang banyak pemimpin pemimpin kita itu yang masih belum terdidik karena banyak dari mereka yang hanya mementingkan golongan sendiri bahkan hanya mementingkan pribadi mereka sendiri.

Mengingat urgensi dan signifikansi posisi pemimpin di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka dalam konteks ini syariat Islam memandang perlu adanya legitimasi hukum yang jelas mengenai eksistensi pemimpin.

Ibnu Hazim—mengutip konsensus semua pihak dari Ahli Sunnah, Murji’ah, Syiah dan Kharij—berpendapat atas wajibnya mengangkat pemimpin serta wajib bagi umat tunduk kepada seorang pemimpin yang adil yang menegakkan hukum-hukum Allah swt. dan sunnah-Nya. Konsensus ini berlandaskan pada firman Allah swt., “QS. al-Nisa: 59”.

Kemudian, dalam konteks syarat menjadi pemimpin, Sa’id Hawwa, dalam bukunya yang berjudul “al-Islam”, berpendapat, bahwa orang yang layak menjadi pemimpin harus memenuhi 8 syarat sebagai berikut: Islam, laki-laki, baligh, berilmu, adil, cukup mampu, tidak cacat, dan keturunan Quraisy. Syarat ini—keturunan Qurays—masih ikhtilaf di kalangan ulama. Tapi, menurut Ibnu Khaldun, siapapun orangnya bisa menjadi pemimpin, asalkan telah memenuhi syarat-syarat yang telah dikemukakan sebelumnya.