Tradisi Warga Desa Saat Ada Orang Meninggal
- Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
- Jumat, 17 Juni 2016
- Dilihat 12865 Kali
Kebiasaan yang dilaukan oleh orang-orang yang ada di dusun sumber papan ketika ada seseorang yang meninggal dunia, sebagai berikut:
Ketika ada orang yang sudah meninggal maka salah satu dari family akan pergi ke musolla terdekat untuk memberi tahukan kabar duka tersebut dengan cara di umumkan dengan menggunakan microfon agar tetangga lainnya mengetahui kabar duka tersebut. Dan setelah itu biasanya para tetangga yang mendengar akan hadir ke rumah orang yang telah meninggal orang yang laki-laki sebagian biasanya ada yang pergi ke kuburan untuk menggali kuburan dan sebagian lagi membantu untuk mengurusi pemandian dan lain-lain.
Adapun perempuan biasanya sebagian membantu di dapur, mengaji yasin dan sebagian lagi membaca burdah. Dan bagi pelayat yang membawa anak yang masih kecil, kupingya dikasih kapur, orang sumber papan menyebut kegiatan ini dengan membuang “ANJHEK” ( menolak balak) “lidaf’il balak”dan pihak keluarga dari orang yang meninggal membagikan uang recehan yang di bungkus dengan Koran, yang diberi sebutan nama”TAMBENGAN” dengan tujuan untuk meringankan beban psikologis terhadap orang yang ditinggal.
Dan tuan rumah juga membakar keminyan di dalam rumah dan di tempat pemandiannya karena supaya mayat kembali dalam keadaan harum dan juga diyakini bahwa dengan hal tersebut mayat akan didekati malaikat, karena malaikat suka terhadap wewangian.
Setelah mayat selesai dimandikan, dikafani dan di sholati, sebelum diantar ke kuburan, mayat dibawa ke depan rumah lurus dengan pintu hal ini bertujuan untuk memamitkan mayat kepada keluarganya karena hari itu adalah hari terakhir mayat tersebut melihat keluarganya dan tetangganya.
Dan saat itu posisi mayat dihadapkan ke rumahnya karena pada saat itu adalah hari terakhir mayat tersebut melihat rumahnya yang selama masa hidupnya dia tempati. Dan juga dari pihak keluarga ada yang mengambil genting rumahnya dan dijatuhkan yang itu menandakan patahnya hati karena ditinggal oleh orang yang selama hidupnya tinggal satu rumah bersama orang yang meniggal tersebut (mayat).
Dan setelah itu barulah mayat di antarkan ketempat peristirahatan terakhirnya (kuburan). Dan setelah mayat sudah di kubur dan orang yang membantu sudah pulang, jika orang yang meninggal mempunyai anak yang masih belum baligh maka anaknya tersebut dimandikan di atas kuburan orang tuanya yang meninggal dengan menggunakan air kelapa muda yang di belah tepat diatas kepala anak tersebut. Namun kebiasaan seperti ini tak lagi dilakukan oleh masyarakat dusun sumber papan karena menurut para “HABA’IT” kegiatan semacam ini tidak sesuai dengan syari’at islam, bahkan menurut mereka kegiatan semacam ini mengandung unsur kemubaddziran (isyraf) dan sebagian dari mereka juga ada yang mengatakan kegiatan ini adalah kebiasaan yang dilakukan oleh orang budha.
Setelah mayat di antarkan ke tempat peristirahatan terakhirnya (kuburan) di dusun Sumber Papa nada istilah memberi “SORTANA” yang diberikan kepada orang yang menggali kuburan pertama kali, orang yang mebaca talqin, dan yang mewudhu’i mayat tersebut. Isi dari sortana ini adalah sebuah talam di dalamnya ada 2 piring, piring yang satu di isi nasi dan yang satunya di isi lauk, mangkok yang di isi kuah, cangkir yang di isi kopi, dan gelas yang di isi air dan semua itu di berikan dengan wadahnya kepada ketiga orang yang telah di sebut tadi.
Dan mulai malam pertama sampai malam ke tujuh tuan rumah ataupun orang yang mendapat musibah mengaakan acara tahlian, dan setiap orang yang menyumbang tahlil mdi beri sebungkus nasi sebagai tanda terima kasih atas sumbangan tahlil dan do’anya. Dan ada perbedaan di malam yang ke-3 (lotelloh) dan juga pada malam yang ke-7 (topettoh) yang biasanya hanya di beri sebungkus nasi ini di tambah semacam jajan-jajanan dan air. Perbedaan ini di karenakan mengkiyas atau mengibaratkan seperti orang yang baru lahir yang pada hai ke-3 dan ke-7 merupakan hari na’asnya dan di kuburannya juga mulai dari malam pertama sampai malam ke-7 karena dikhawatirkan mayat akan di makan ‘POGUT’.
Setelah hari ke-7 pihak keluargadan tetangga terdekat setiap sehabis magrib mengaji surat yasin dan mendo’akan mayat sampai hari ke 39 karena di yakini dengan mengaji yasi bisa meringan kan beban terhadap mayat tersebut (siksa kubur). Dan pada hari ke 40 pihak keluarga mengundang beberapa orang untuk bertahlil mengaji dan mendoa’akan karena pada malam ke-40 mayat tersebut di ringankan dari siksa kubur dan pertanyaan-pertanyaan malaikat dan juga bertujuan untuk mengingatkan orang-orang yang diundang terhadap orang yang meninggal.
Dan di malam ke-100 keluarga kembali mengundang family dan tetangga untuk mengaji, bertahlil dan mendo’akan mayat, hal ini dilakukan karena di ibaratkan kepada bayi yang masih ada dalam kandungan, ketika bayinya berusia 100 hari ruh akan di berikan kepada bayi yang masih ada dalam kandungan tersebut, adapun, bagi orang yang meninggal maka hsri ke-100 ruhnya akan di cabut dan dengan hal ini di yakini bisa member ketenangan terhadap ruh mayat tersebut.
Kelurga kembali mengundang family dan tetangga di 1 tahun pertama da tahun ke-2 untuk mmengaji, bertahlil dan mendo’akan mayat, hal ini bertujuan untuk mengenang orang yang sudah meninggal.
Dan di hari ke-1000 keluarga mengundang family dan tetangga lebih banyak untuk menahlili, mengaji dan mendo’akan mayat tersebut. Namun ada yang berbeda dalam acara kali ini, tidak seperti acara 40, 100, 1 tahun dan 2 tahun . kali ini pihak keluarga harus menyediakan ‘TETTEL” yang warnanya 3 (putih, hitam, dann kuning) dan juga menyediakan jajan-jajanan dalam hitungan ganjil untuk di bagikan kepada para undangan.
Jika orang yang meninggal laki-laki maka pihak keluarga harus menyadiakan kopyah, baju koko, sarung, sandal, sajadah, kain kafan, bantal, dua bungkus nasi yang dibungkus dengan daun pisang dan cowek yang diisi ikan laut keringdan juga “LEMAS” jajan-jajanan yang beraneka ragam dan warna. Adapun jika yang meninggal merempuan maka pihak keluarga akan menyediakan kerudung, baju, samper, mukennah, sajadah, kain kafan, bantal, cowek yang diisi ikan laut kering dan “LEMAS” jajan-jajanan yang beraneka ragam dan warna. Semua itu diberikan kepada pemimpin tahlil dan biasanya orang yang memimpin tahlil akan membagikan kembali kepada para undangan lainnya.
Adapun waktu meletekkan kejingan mulai hari pertama sampai hari ke-tujuh, jika melewati hari ke-tujuh pihak keluarga harus menunggu sampai hari ke-seribu untuk meletekkan kejingan dikurannya . Dikirim oleh. Moh. Ilyas