Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 898-9700-500

Email

info@iainmadura.ac.id

Memahami Bulan Muharram Secara Tekstual dan Kontekstual

  • Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
  • Selasa, 4 Oktober 2016
  • Dilihat 65 Kali
Bagikan ke

Muharram merupakan bulan pertama dan utama dalam kalender Islam, Hijriyah. Hal ini pertama kali ditetapkan Khalifah Umar ibnu al-Khattab Radhiyallahu Anhu atas saran Ali ibnu Abi Thalib Karamallahu Wajhahu.

Dalam sejarahnya, Muharram berarti diharamkan atau yang sangat dihormati. Bulan tersebut merupakan salah satu di antara empat bulan haram, yakni bulan untuk gencatan senjata bagi yang sedang berperang atau bulan perdamaian bagi masyarakat yang sedang bertikai.

Seperti halnya kalender Masehi, kalender Hijriyah juga terdapat 12 bulan. Namun dalam kalender Islam itu, terdapat empat bulan yang diartikan bulan haram atau dimuliakan, yakni Muharram, Rajab, Dzul Qadah dan Dzul Hijjah. Di mana umat Islam dilarang berperang (harus ada kedamaian) di empat bulan tersebut.

"Bukan dalam artian selain empat bulan tersebut diperkenankan tidak menjadi pelopor perdamaian, tapi sebagai salah satu momentum untuk memulai dan memprakarsai perdamaian di muka bumi ini. Sehingga berkesinambungan dan berimplikasi di bulan lainnya," kata dosen STAIN Pamekasan Achmad Muhlis, Minggu (2/10/2016).

Kemuliaan empat bulan tersebut sudah diuraikan secara gamblang dalam QS Al-Taubah: 38. Pada bulan tersebut umat Islam diperintahkan agar tidak menganiaya diri dengan mengerjakan perbuatan yang dilarang dalam syariah Islam, seperti melanggar kehormatan bulan dengan berperang dalam artian tekstual.

"Jika diartikan dalam konteks lebih luas, maka umat Islam tidak diperkenankan melakukan hal-hal yang menyebabkan keterpurukan yang bisa menodai kehormatan umat Islam sendiri, baik di bidang budaya, ekonomi, politik maupun sosial," ungkapnya.

Dalam konteks tidak menganiaya dirimu dalam ayat di atas juga bisa diimplimentasikan dalam kehidupan keluarga. Sebab, keluarga merupakan inti dari suatu kelompok sosial terkecil dari masyarakat yang terbentuk, baik dengan cara jalinan silaturrahmi, komunikasi maupun interaksi harmonis dalam keluarga.

Selain itu, keluarga pada hakikatnya merupakan wadah atau tempat pembentukan karakteristik setiap anggota keluarga. "Artinya karakter anak bangsa akan terbentuk dari keluarga, sehingga pembetukan karakter ini diawali dan dimulai dari lingkungan anak dimana ia dibesarkan," imbuhnya.

"Berangkat dari keluarga inilah momentum 1 Muharram bisa terbentuk sesuai dengan tuntutan Agama yang dikemas dalam pesta rakyat. Bahkan tidak jarang keluarga mengarahkan agar hari itu benar-benar bermakna bagi kehidupan sebenarnya, yakni terbentuknya budaya Islami yang menjadi harapan bersama," jelasnya.

Tidak hanya itu, dia menilai peran pemerintah maupun lembaga pendidikan dinilai sangat vital dalam pembentukan karakter dan budaya Islam. Khususnya momentum Muharram agar bisa dijalani dengan makna yang sebenarnya, sesuai dengan tuntutan syariah.

"Bagaimanapun pemerintah dan lembaga pendidikan harus membuat regulasi atau aturan main yang dimungkinkan terbentuknya karakter dan budaya Islam, terlebih selaras dengan jargon Gerbang Salam khas Pamekasan," pungkasnya.

Seperti diketahui, momentum 1 Muharram cenderung dimanfaatkan oleh berbagai kalangan untuk menggelar sejumlah kegiatan. Mulai dari kegiatan budaya, sosial hingga keagamaan. Bahkan tidak jarang, hal tersebut justru keluar dari esensi sebenarnya.

Sumber : http://beritajatim.com/gaya_hidup/278509/memahami_bulan_muharram_secara_tekstual_dan_kontekstual.html