Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 898-9700-500

Email

info@iainmadura.ac.id

Esensi Bahasa Arab bagi Masyarakat Madura

  • Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
  • Sabtu, 17 Desember 2016
  • Dilihat 37 Kali
Bagikan ke

“18 Desember 2016, Hari Bahasa Arab se Dunia” Esensi Bahasa Arab bagi Masyarakat Madura Oleh : Achmad Muhlis Dosen Bahasa Arab STAIN Pamekasan, Peserta Program Doktor Universitas Muhammadiyah Malang Bahasa Arab sebagai salah satu bahasa internasional yang juga merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan maupun tulis yang setiap saat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Berkomunikasi dengan bahasa arab itu artinya, akan dapat memahami, memaknai dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya berbasis agama islam. Karena bahasa arab merupakan sumber pertama dan utama ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya islami. Bahasa Arab merupakan bahasa al-qur’an, al-hadist dan bahasa shalat, serta sumber hukum dan ajaran Agama Islam (Ali Al-Khuli, 1982: 19-20). Al-Qur’an menurut pandangan para ahli ilmu kalam merupakan kalimat-kalimat yang maha bijaksana yang azali yang tersusun dari huruf-huruf lafdhiyah, dzihniyah, dan ruhiyah, atau al-Qur’an itu adalah lafal yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. mulai dari awal surah al-fatihah sampai dengan surah an-nas, yang mempunyai keistimewaan-keistimewaan yang terlepas dari sifat-sifat kebendaan dan azali (Abdul Djalal, 2000: 8), dengan menggunakan bahasa Arab. Begitu juga al- Hadits yang merupakan perkataan, perbuatan, dan ketetapan nabi Muhamad saw.(Subhi Sholeh, 1988: 3), dengan menggunakan  bahasa  Arab. Bagi Seorang muslim yang ingin memahami al-Qur`an dan al-Hadist, maka ia harus menguasai bahasa Arab secara menyeluruh. Jika tanpa dengan penguasaan bahasa Arab yang baik, maka dapat dipastikan, ia tidak akan dapat memahami al-Qur’an dan al-Hadist dengan benar dan komprehensif (Ali Al-Khuli, 1982: 19). Bahasa Arab adalah entitas terdekat dan sekaligus terjauh. Begitu dekat, karena ia senantiasa hadir dalam keseharian kita (melalui bahasa shalat, do’a dan lain-lain). Begitu jauh, karena ia kadang menampakkan wajah kesulitannya untuk dipelajari. Namun  demikian, ia adalah satu-satunya bahasa yang mengilhami pencarian kita atas ilmu tertinggi (melalui al-Qur’an al-Sunnah). Zulhannan menguraikan, bahwa dalam al-qur’an, Allah Swt. berkomunikasi dengan nabi Adam alaihi salam untuk memperkenalkan nama-nama benda menggunakan bahasa arab. Artinya bahasa arab bukan hanya sekedar wacana, akan tetapi memiliki nilai-nilai filosofis yang cukup holistik, karena ia merupakan bahasa pengguni surga dan neraka, bahkan bahasa malaikat dan syaitan, sehingga ada sebuah statement yang cukup menarik untuk dikemukakan dalam rangka memotivasi peserta didik untuk gemar mempelajari bahasa arab adalah “orang Islam yang tidak bisa bahasa arab, hukumnya lebih dari zina”, analisis filosofisnya adalah “ tidak bisa bahasa arab, tidak bisa memahami al-qur’an dan al-hadist secara baik dan benar, apalagi kitab tafsir dan ilmu hadistnya, tidak paham al-qur’an dan al-hadist secara baik dan benar, tidak paham ajaran-ajaran agama secara baik dan benar pula, tidak paham ajaran agama secara baik dan benar, bukan saja zina yang dilakukan, akan tetapi lebih dari zina dilakukannya”. Term ini hanya sekedar memberikan penegasan bahwa belajar bahasa arab bagi orang islam sangat penting, bahkan imam ghazali dalam ihya’ulumuddin menyebut bahwa “belajar bahasa arab hukumnya wajib bagi oranr islam”. Karena sumber primer dan sekunder mereka adalah al-qur”an dan al-hadist ditulis dengan menggunakan bahasa Arab. Atas dasar inilah, maka ekspresi konservatif yang menegaskan bahwa “orang Islam yang tidak bisa bahasa arab hukumnya lebih dari zina”, tidak harus dipahami secara syar’i, akan tetapi harus dipahami secara filosofis. Hal ini dimaksudkan, agar orang Islam tidak meninggalkan bahasa Arab begitu saja, yang notabene sumber hukum Islam mayoritas berbahasa Arab (Zulhannan, 2014:2-3). Kalau Bahasa Arab ini,  dihubungkan dengan filosufi orang Madura yang taat akan agamanya “islam", maka pembelajaran bahasa arab di Madura seharusnya berhasil sesuai dengan tujuan pembelajaran yakni untuk mendalami ajaran agama islam yang bersumber  dari al-Qur’an dan al-Hadist, yang keduanya berbahasa Arab. Tapi faktanya tidak demikian adanya. Karena bahasa arab masih dianggap bahasa asing bagi pemeluk Islam, sehingga cenderung menganggap bahwa bahasa arab adalah bahasa kampungan, bahasa sarungan dan lain-lain, yang menyebabkan motivasi dan minat belajar bahasa arab menjadi berkurang. Masyarakat Muslim Madura selama ini dikenal memiliki tingkat kepatuhan yang sangat tinggi terhadap ajaran normatif agamanya (Latif Wiyata, 2002: 42), tapi tidak demikian dengan bahasa agamanya “bahasa arab”. Bentuk ketaatan dan kepatuhan orang Madura terhadap Islam “bukan pada bahasa agama” telah jalin jemalin dengan konstruksi sosial-budayanya yang tersirat dalam ungkapan Buppa,’ Babbu, Guru, ban Rato (Ayah, Ibu, Guru/Kyai, dan Pemimpin pemerintahan), sebuah ungkapan yang menggambarkan hierarki kepatuhan orang Madura dalam kehidupan sosial-budaya mereka. Tetapi tingkat kepatuhan orang Madura ini tidak cukup kuat untuk memotivasi dan mendorong serta mendongkrak keberhasilan bahasa agama islam yakni Bahasa Arab. Hal ini tergambar dalam setiap pembelajaran bahasa Arab di Pesantren, Madrasah, maupun Sekolah menjadi pelajaran yang dinomor duakan, disamping itu keberpihakan pemerintah terhadap materi bahasa arab semakin hari semakin tidak jelas, padahal bahasa Arab itu adalah pelajaran yang tidak ada duanya dan tidak ada tandingannya dalam mengembangkan dan mendalami ajaran agama Islam. Intinya tingkat kepatuhan orang Madura itu ada pada “Ayah, Ibu, Guru/Kyai, dan Pemimpin pemerintahan“ yang memiliki kemampuan dalam memahami dan memplimentasikan ajaran agama islam secara benar. Padahal disatu sisi, orang yang akan memilki kemampuan dan pemahaman yang komperehensif dalam agama islam itu adalah orang yang bisa memahami dan mendalami Bahasa Arab secara kaffah, mengetahui seluk beluk kata, kalimat maupun jumlah, bahkan harus memahami secara mendalam kaidah-kaidah nahwu maupun sharraf, yang akhirnya, jaminannya adalah akan memahami dan dapat mendalami ajaran agama Islam secara kaffah pula. Dengan demikian nampak sekali corak keislaman masyarakat Madura yang tampak kokoh dan dalam batas-batas tertentu dapat dikatakan “fanatik” sebagai hasil simbiosis mutualisme antara ajaran normatif Islam dengan konteks sosial, budaya, dan geografis pulau Madura. Dari sini, tergambar bahwa masyarakat Madura kadang kala dalam melaksanakan dan menjalankan ajaran agamanya dengan cara taqlid buta “mengikuti orang lain yang dianggap lebih paham ajaran agamanya”. Seharusnya masyarakat Madura yang memiliki “fanatisme” terhadap agamanya dapat terimplimentasi dalam pembelajaran bahasa Arab yang menjadi dasar atau alat untuk memahami dan mendalami ajaran agama Islam. Yang pada akhirnya masyarakat Madura akan melaksanan dan menjalankan ajaran agamanya tidak dengan cara taqklid buta, tetapi dengan cara-cara yang diatur dalam agamanya yakni minimal mengetahui dasar atau dalil aqli-naqli dalam menjalankan serta melaksanakan ajaran agama Islam. Itu semua bisa dilakukan jika orang Madura mau mendalami  bahasa arab. Tata nilai yang dikembangkan oleh orang Madura ini pula yang berimplikasi pada peneguhan semangat “tegas, lugas, apa adanya dan ksatria”. Kondisi ini juga diakibatkan pengaruh dari alam bahari Madura yang penuh tantangan dan risiko serta kondisi geografis yang kering, gersang, dan panas membentuk karakter orang Madura yang ditempa oleh keberanian yang tinggi, berjiwa keras dan ulet, penuh percaya diri, defensif dalam berbagai situasi bahaya dan genting, bersikap terbuka, lugas dalam bertutur, serta menjunjung martabat dan harga diri. Jika tata nilai ini dikembangkan dalam pembelajaran bahasa Arab, maka semua orang Madura akan termotivasi dan berusaha keras serta bersemangat, tanpa mengenal lelah apapun tantangannya dalam mengembangkan, mempelajari dan mendalami bahasa agama Islam yakni Bahasa Arab. Wallahua’lam bisshawab. SELAMAT HARI BAHASA ARAB SE DUNIA