Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 898-9700-500

Email

info@iainmadura.ac.id

BERTOLERANSI ANTAR AGAMA

  • Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
  • Jumat, 9 Juni 2017
  • Dilihat 36 Kali
Bagikan ke

Oleh: Ali Mubarroq Mahasiswa STAIN Pamekasan Pendidikan Bahasa Arab JATIMAKTUAL, ARTIKEL, - Jika kita lihat kondisi Indonesia saat ini keadaannya sangat memprihatinkan, semakin hari semakin lama telinga kita selalu mendengar berita yang membosankan dan tidak enak didengar, karena berita itu selalu memberi kabar kegaduhan dimana-mana. Bahkan kita sudah mendengar aksi 212, melihat aksi ini tentunya kita teringat film Wiro Sableng yang mempunyai gelar 212 didadanya, adalagi aksi 411 bahkan kita sekarang diselimuti oleh aksi seribu lilin. Jika kita lihat aksi-aksi tersebut, tentunya kita lihat apa yang sebenarnya terjadi. Dan itu merupakan perbuatan yang seharusnya tidak boleh terjadi yang akhirnya terjadi permusuhan antar ummat beragama. Karena Indonesia merupakan Negara yang akan kaya budayanya, kaya agamanya, dan lain sebagainya. Seharusnya kita sadar bahwa semuanya itu karena politik, hanya gara-gara politik yang membuat Negara kita bersengketa. Bahkan gara-gara politik pula agama dijadikan sebagai alat untuk meraih kursi. Padahal dalam berpolitik itu tidak boleh membawa agama, politik ya politik dan agama ya agama. Jika agama dibawa kedalam dunia politik maka itu akan hancur, karena Indonesia ada lima agama, 1) Agama Islam, 2) Agama Konghucu, 3) Agama Kristen, 4) Agama Budha, 5) Agama Hindu. Dan semua agama ini berbeda-beda dan semua agama tersebut tergantung orang yang meyakininya. Tidak boleh antar ummat beragama memaksa untuk masuk pada didalamnya. Pada Manusia merupakan ciptaan tuhan yang mempunyai prinsip hidup yang berbeda-beda. Dan perbedaan itu harus kita syukuri bersama, karena perbedaan itu adalah suatu keindahan yang diciptakan oleh tuhan semesta alam. Adanya perbedaan itu kita harus menerimanya dengan lapang bukan dengan penolakan, orang yang menolak perbedaan itu berarti dia tidak mau kehidupan yang harmonis dan damai, keharmonisan itu sangat indah, karena dengan adanya perbedaan itu kehidupan akan lebih indah. Beda dalam satu hal atau beda pendapat kita harus menerima dan menghargai perbedaan itu, apalagi berbeda dalam hal beragama. Agama itu begitu universal, permanen dan mengatur segala kehidupan. Agama itu mengajari kita kehidupan yang harmonis, rukun, tentram sehingga tidak ada diskriminalisasi antar manusia. Dan menjadi pelengkap antara ummat yang satu dengan yang lain. Sedangkan Kekerasan itu tidak pernah di ajarakan dalam agama, karena kekerasan itu yang akan menghancurkan persaatuan bangsa. Akan tetapi jika kekerasan itu di rubah dengan keharmonisan maka bangsa itu akan melahirkan kedamaian dan ketentraman bukan sebaliknya. Agama itu mempunyai dampak positif berupa daya penyatu (sentripetal) bukan dampak negatif sentrifugal (pemecah antar ummat ). Dan Perpecahan itu akan timbul bila ada penolakan terhadap pandangan hidup yang berbeda agama. Dan perpecahan itu timbul disebabkan oleh agama akan kemutlakan agamanya, dan diekspresikan dalam bentuk-bentuk kekerasan tampa kompromi. Sehingga disitu akan muncul ketidak harmonisan dalam beragama. Ketika keharmonisan itu lenyap maka yang terjadi adalah kehancuran baik secara individual maupun secara universal. Di dalam beragama semua manusia tahu bahwa agama itu universal yang mempunyai ajaran dan aturan hidup bagi manusia. Karena itu adalah hukum alam. Salah satu ajaran agama adalah berisi liteteratur hukum agama 1) keselamatan fisik warga mayarakat dari tindakan badani diluar ketentuan hukum, 2) keselamatan keyakinan beraagama masing-masing tanpa ada paksaan untuk berpindah pada agama, 3) keselamatan keluarga dan keturunan, 4) keselamatan harta benda dan milik pribadi di luar prosedur hukum, 5) keselamatan profesi. Dalam kajian ilmu social yang ditulis oleh Munandar Soelaeman bahwa agama itu sangat berkaitan denga akronim SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan), artinya dalam kehidupan antar ummat beragama harus menyajarkan dan tidak boleh ada diskriminasi antar ummat beragama. Pada dasarnya Indonesia merupakan salah satu negara multi kultural dengan berbagai keragaman yang dimilikinya, negera kita ini adalah Negara yang akan kaya budayanya. Berbagai macam suku, agama ras dan budaya yang hidup di Negara kita. Dengan adanya beranika ragam itu maka muncullah sebuah perbedaan yang harus kita terima dan tidak boleh menolak terhadap adanya keragaman itu. Oleh karena itu Indonesia akan lebih indah jika perbedaan itu di hargai dan tidak dipungkiri. Akan tetapi realita dan fakta pada saat ini sangat berbeda, meskipun Indonesia merupakan salah satu Negara multi cultural tetapi fakta menunnjukan bahwa Indonesia saat ini mengalami kehancuran, dimana-mana ada kekerasan. Kekerasan bagaikan sarapan pagi, kelompok yang satu dengan yang lain sudah tidak bisa menerima perbedaan dan tidak mau saling mengalah, serta tidak mau menciptakan keharmonisan dalam beragama dan bersaudara. Bahkan diantara kita tidak mau memaafkan sehingga berakhir dengan kebencian. Padahal dalam Al-Qur’an Allah berfirman : Jadilah Engkau Pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang maruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (Al-A’raaf : 199) Menurut bukunya Dr Atabik Luthfi yang berjudul Tafsir Tazkiyah. Secara redaksional perintah memaafkan adalah bersifat umum dalam segala bentuknya. Artinya saling memahami dan memaafkan agar tidak terjadi kebencian antar ummat beragama. Sehingga disitu akan melahirkan keharmonisan dan kedamaian antar ummat beragama dan tidak akan muncul yang namanya pemberontakan. Menurut Ibnu Asyur beliau menyimpulkan bahwa kata al-Afwu pada ayat di atas merupakan kata yang umum dalam bentuk ta’riful jinsi (keumuman dalam jenis dan bentuk memaafkan). Memaafkan disini bisa diartikan sebagai sikap berlapang dada, tidak membalas perilaku buruk orang, bahkan mendoakan kebaikan untuk mereka (antar ummat beragama). Bukan sebaliknya, kekerasan dibalas dengan kekerasan, pemberontakan dibalas dengan pemberontakan, jika kekerasan di balas dengan kekerasan dan tidak mau saling memaafkan maka tunggulah sebuah kehancuran negara kita ini, tunggulan kehancuran keharmunisan dinegara ini. Namun jika sebaliknya maka negara kita akan maju, karena tercipta sebuah keharmonisan dalam beragama. Demi keutamaan kandungan ayat diatas dalam bukunya Dr Atabiqh bahwa Rasulullah menjelaskan sendiri dalam bentuk tafsir Nabawi, bahwa Rasullullah SAW berpesan, “hendaklaklah kamu menghubungkan tali silaturrahim dengan orang yang justru berusaha memutuskannya, memberi kepada orang yang selalu berusaha menghalangi kebaikan itu datang kepadamu serta bersedia memaafkan terhadap orang yang menzalimimu”. Penafsiran ayat tersbut sangat jelas korelasinya. Seseorang yang menghubungkan silaturahmi kepada orang yang memutuskany berarti ia telah memaafkan. Bahkan secara aplikatif, perintah ayat ini mampu membendung emosi Umar ibnul Khattab saat mendengar kritik pedas pada Uyainah bin Hasan atas kepemimpin Umar, ia berkata kepada Umar “wahai Umar sesungguhnya engkau tidak pernah memberi kebaikan kepada kami dan tidak pernah memutuskan perkara kami dengan adil”. Melihat reaksi kemarahan Umar hendak memukul Uyainah, namun disitu ada Al-hurr bin Qays yang mendampingi Uyainah yang mengingatkan Umar dengan ayat makarimal al-alkhlak “ingatlah wahai Umar Allah telah memerintahkan Nabinya agar mampu menahan amarah dan memaafkan orang lain. Sungguh tindakan engkau termasuk orang-orang Jahil. Namun seketika itu Umar terdiam dan merenung ayat tersebut.