Internalisasi Nilai-nilai Damai
- Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
- Sabtu, 3 Juni 2017
- Dilihat 38 Kali
Oleh: Sofia Safitri Jurusan : bahasa Arab Sekolah tinggi agama Islam Negeri Pamekasan. The dream begins with a teacher who believes in you, who tugs and pushes and leads you to the next plateau, sometimes poking you with a sharp stick called "truth." ~Dan Rather guru merupakan orang yang berperan penting dalam menentukan peradaban Negara dan nasib pemuda. tanpa guru mungkin indonesia akan menjadi Negara yang terbelakang dari Negara lain diberbagai bidang, baik pendidikan, ekonomi, tekhnologi dan budaya. Sesuai dengan apa yang dikatakan Presiden pertama Rebublik indonesia tentang jasa seorang guru bahwa Guru adalah sebuah profesi yang mulia karena di tangan merekalah masa depan bangsa ini ditentukan. Guru juga dianggap sebagai pahlawan pembangunan, karena di tangan mereka akan lahir pahlawan-pahlawan pembangunan yang kelak mengisi ruang-ruang publik di negeri ini. Guru yang ideal, bukan sekedar guru yang memenuhi syarat-syarat teknik: seperti pintar, pandai, atau pakar di bidang ilmu yang dimiliki; melainkan yang jauh lebih penting dari itu semua, guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai "agent of change". Menjadi guru yang juga agen perdamaian, guru perlu memahami bahwa keadaan damai bukan hanya terjadi ketika perang atau kekerasan fisik, verbal, dan psikologis tidak ada lagi. Damai yang utuh juga mensyaratkan terselesaikannya masalah kekerasan struktural seperti kesenjangan ekonomi dan keadilan sosial, dan terselesaikannya masalah kekerasan kultural seperti diskriminasi dan intoleransi (Galtung, 1969). Dengan menggunakan pemahaman tersebut, guru harus memahami konteks lingkungan di sekelilingnya, baik di tingkat lokal maupun tingkat internasional. Guru harus selalu mengurade diri dalam memahami sistem pengetahuan anak didiknya untuk menselaraskan dengan perkembangan zaman dan dunia gitalisasi dengan basic informasi yang berkembang di kehidupan sehari-hari. Informasi-informasi tersebut dapat diperoleh melalui surat kabar dan internet, membaca artikel-artikel ilmiah, mengikuti pelatihan, dan observasi langsung di lingkungan tempat tinggal untuk menemukan masalah-masalah yang ada di masyarakat. Selain itu, guru juga bisa menggali informasi dari pengalaman-pengalaman anak didiknya untuk mengetahui tantangan apa saja yang dihadapi mereka. Temuan-temuan yang didapatkan kemudian diolah dan dimaknai dengan menggunakan kerangka pikir perdamaian yang utuh. Proses pemaknaan dapat dilakukan dengan menggunakan media menulis jurnal refleksi pribadi yang dilengkapi dengan diskusi reflektif, baik bersama teman sejawat maupun bersama para anak didik di kelas (Moon, 2004). Kegiatan melakukan refleksi, baik melalui tulisan maupun diskusi, menghubungkan pengetahuan yang sudah dimiliki mengenai perdamaian yang utuh dengan pengalaman yang didapat dari hasil observasi dan diskusi, kemudian dianalisis dan menghasilkan pemikiran mengenai apa yang perlu dilakukan untuk merespons keadaan yang ada (McAlpine dan Weston, 2002). Hasil pemikiran dari proses refleksi selain akan memperluas pengetahuan yang dimiliki, juga akan mentransformasi diri guru sebagai individu yang menjiwai dan menghidupi nilai-nilai damai sehingga pada akhirnya membawa manfaat bagi lingkungan sekitar (Brockbank dan McGill, 2007). Nilai-nilai damai tidak cukup dengan hanya dikenal dan dipraktikkan sebagai latihan. Lebih dari itu, nilai-nilai damai harus diinternalisasi untuk kemudian menjadi pedoman berperilaku bagi guru dalam bertindak dan bekerja. Internalisasi itu sendiri tidak tercapai hanya dengan satu kali refleksi, tetapi melalui hasil proses refleksi yang terus-menerus. Untuk itu, guru perlu membangun kebiasaan baru untuk melakukan refleksi nilai-nilai damai. Biasanya tidak mudah jika kita ingin membangun kebiasaan baru dan melakukannya sendiri, akan tetapi guru bisa menyiasati dengan melakukan kegiatan refleksi bersama dengan anak didik di kelas. Dalam proses pembelajaran di kelas, guru menggunakan studi kasus dari peristiwa di kehidupan nyata sebagai sarana untuk menghubungkan materi pembelajaran dengan realita dan nilai-nilai damai. Guru bisa meluangkan waktu di akhir pembelajaran untuk melakukan refleksi bersama anak didik sehingga mereka memahami kegunaan pengetahuan dan keterampilan yang mereka pelajari di kelas untuk kehidupan nyata juga sekaligus menginternalisasi nilai-nilai damai. Dunia yang damai bagi sebagian orang sering dianggap sebagai mimpi, akan tetapi mimpi itu mungkin saja terwujud. Guru sebagai agen perdamaian perlu untuk menjaga agar mimpi itu tetap ada melalui internalisasi nilai-nilai damai dalam diri dan juga ingat bahwa untuk mencapai mimpi dunia yang damai, prosesnya juga harus dilakukan dengan cara-cara yang damai dan tanpa kekerasan. Kembali pada pesan Ki Hadjar Dewantara di atas, pada hakikatnya beliau ingin mengingatkan bahwa guru merupakan manusia pembelajar. Untuk menjadi guru yang merupakan agen perdamaian, guru harus selalu belajar; memperbarui diri dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan, memperbarui diri dengan perkembangan situasi di sekelilingnya, dan senantiasa menghidupi nilai-nilai damai dalam setiap langkahnya. Guru yang damai tak pernah berhenti untuk belajar