Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 898-9700-500

Email

info@iainmadura.ac.id

MUHAMMAD NABI YANG RAHMAT

  • Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
  • Jumat, 29 September 2023
  • Bagikan ke

Oleh: Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag.

Allah sendiri yang memaklumatkan Nabi Muhammad sebagai rahmat, sebagaimana ditunjukkan dalam QS. al-Anbiyā` ayat 107 “Wa mā arsalnāka illā rahmatan lil `ālamīn” (Kami tidak mengutus engkau, kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam). Selain itu, Nabi juga menegaskan dirinya sebagai nabi yang rahmat, sebagaimana dinyatakan dalam hadits riwayat Imam Bukhari “Innamā ana rahmatun muhdātun” (Sesung­guhnya saya adalah rahmat yang dihadiahkan) dan hadits riwayat Imam Muslim “Innī lam ub`ats la`ānan wa-innamā bu`itstu rahmatan  (Sesungguhnya saya tidak diutus untuk melaknat, akan tetapi saya diutus sebagai rahmat).

Kata “rahmat” terdiri atas tiga huruf; ra’, ha’, dan mim yang mengandung arti kelemahlem­bu­tan dan kasih sayang. Tanda baca tanwin (yang menjadikan rahmat dibaca rahmatan) menunjukkan keluasan dan kebesaran, sehingga “rahmatan” berarti kelemahlem­bu­tan dan kasih sayang yang besar dan luas (Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah).  Dalam https://mawdoo3.com, “rahmat” diartikan riqqah (lemah lembut), `atf (kasih sayang), dan ra’fah (kemurahan hati).

Jadi, Nabi Muhammad adalah rahmat, bukan sekedar pembawa rahmat. Jika hanya sebagai pembawa rahmat, belum tentu yang membawa juga rahmat. Sedangkan Nabi adalah sosok yang rahmat yang penuh kasih sayang, kelemahlembutan, dan kemurahan hati. Dan sebagai sosok yang rahmat, segala yang diperbuat, disampaikan, ditetapkan, dan yang diajarkan mengan­dung rahmat bagi semesta alam (bagi seluruh makhluk).

Bagaimana gambaran Nabi sebagai rahmat dan penebar rahmat? Cukuplah al-Qur’an yang menjelaskan karena Nabi adalah al-Qur’an  berjalan (Kāna khuluquhū al-Qur’ān) dan al-Hadits yang merupakan wujud dari perkataan, perbuatan, ketetapan, dan kepribadian Nabi.

Tulisan ini hanya ingin menampilkan sekelumit rahmat Nabi Muhammad kepada umat-Nya. Pertama, tatkala beliau melakukan lawatan ke Thaif, dengan harapan mencari perlindungan dan memperluas dakwah--setelah di Mekah mendapat serangan bertubi-tubi dari kafir Quraisy--ternyata beliau disambut secara kasar dan brutal oleh penduduk Thaif sehingga beliau lari ke atas bukit dan di sana Malaikat pun berkata kepada beliau: Hai Muhammad,  jika engkau izinkan, bukit ini akan aku cabut untuk ditimpakan ke atas orang-orang Thaif. Namun Nabi tidak mengizinkan untuk berbuat demikian, sebaliknya beliau memanjatkan do’a kepada Allah SWT “Allāhumma ihdi qawmî fa-innahum lā ya`lamūn”  (Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku, sebab mereka tidak mengerti). 

Apa yang dilakukan Nabi tersebut berbeda dengan Nabi Nuh. Setelah dakwahnya mendapat penolakan keras dari kaumnya, Nabi Nuh menyampaikan usulan kepada Allah SWT “Rabbi lā tadzar `alal ardhi minal kāfirīna dayyārā (Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi).  Juga berbeda dengan Nabi Isa yang setelah dakwahnya ditolak kaumnya, beliau menyampaikan kepada Allah “In tu`addzibhum fa-innahum `ibāduk, wa-in taghfirlahum fainnaka antal `azīzul hakīm (Jika Engkau menyiksa mereka [yang ingkar] maka sesungguhnya mereka adalah hamba-Mu, dan jika Engkau ampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau Mahaagung dan Mahabijaksana). Bahkan suatu ketika, saat Nabi Muhammad melakukan salat dan membaca ayat yang disampaikan Nabi Isa tersebut [In tu`addzibhum fa-innahum `ibāduk], beliau menangis lama sekali memikirkan nasib umatnya khawatir disiksa. Sampai-sampai Allah mengutus Malaikat Jibril untuk menemui Nabi. Dan beliau baru berhenti menangis, setelah ada jaminan dari Allah—yang disampaikan melalui Jibril--bahwa umatnya tidak ada yang disiksa kecuali yang syirik kepada Allah.

Kedua, menjelang kewafatan beliau, Malaikat Izrail bersama Jibril mendatangi Rasulullah untuk menga­barkan akan dekatnya kematian. Mendengar itu, Rasulullah bertanya "Wahai Jibril, katakan padaku apa hakku di hadapan Allah SWT?" Jibril menjawab, "Wahai Rasulullah, pintu-pintu langit akan terbuka dan para malaikat sudah menantikanmu di sana. Semua pintu surga telah terbuka lebar menantikan kedatanganmu." Meskipun mendengar kabar gembira tersebut, Rasulullah masih terlihat cemas. Sehingga Jibril bertanya, "Mengapa Engkau masih cemas seperti itu? Apakah Engkau tidak bahagia mendengar kabar ini, ya Rasulullah?" Rasulullah kembali bertanya, "Beritahukanlah kepadaku, bagaimana nasib umatku kelak?" Malaikat Jibril menjawab, "Jangan khawatirkan nasib umatmu, ya Rasulullah. Aku mendengar Allah SWT berfirman kepadaku: Wahai Jibril sampaikan kepada Muhammad, dia manusia yang pertama kali Aku bangkitkan di hari kiamat dan menjadi pemimpin semua manusia. Sampaikan kepada Muhammad bahwa Aku haramkan siapapun masuk surga sebelum surga dimasuki umatnya.” Mendengar ini, barulah Rasulullah merasa puas dan siap menghadapi kematian.

Ketiga, saat menghadapi sakaratul maut, Rasulullah merasakan betapa dahsyatnya rasa sakit yang diderita. Sehingga beliau berdoa: "Ya Allah timpakan pedihnya sakaratul maut kepadaku dan ringankan untuk umatku”.

Keempat, di akhirat kelak, beliau adalah pemilik syafā`atul `udzmā, pertolongan agung, yang disiapkan untuk menolong umatnya. Kata beliau "Setiap Nabi mempunyai doa yang dikabulkan, sedangkan aku ingin menyimpan doaku sebagai syafaat untuk umatku di akhirat nanti" . Bahkan Rasulullah bersabda Syafā`atī li-ahlil kabā-ir min ummatī  (Syafaatku untuk pelaku dosa besar dari umatku). Selain itu, beliau juga menyiapkan telaga (haudh) di akhirat dan menunggui umatnya, agar umatnya bisa minum air telaga tersebut. Sabda beliau “Ana farathukum `alal haudhi” (Aku menunggu kalian di telaga). Bagi siapa yang minum air telaga tersebut, tidak akan kehausan selamanya.

Sungguh sungguh sungguh sangat beruntung kita menjadi umat Nabi Muhammad. Selamat mempe­ringati kelahiran beliau yang rahmat, semoga kita diakui sebagai umat-Nya, dan semoga kita mendapat syafaat-Nya (6).

Editor: AF/Humas IAIN Madura