SHALAWAT
- Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
- Jumat, 13 Oktober 2023
- Dilihat 793 Kali
Oleh. Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag.
Di bulan Rabi`ul awal, bulan maulid, bacaan shalawat—dalam beragam redaksi dan lagu--menggema di mana-mana. Ada yang dibaca dalam keadaan duduk ada pula dalam keadaan berdiri. Ada yang dibaca tanpa diiringi rebana hingga yang diiringi rebana bahkan musik. Semua itu dilakukan sebagai wujud kebahagiaan dan rasa syukur atas kelahiran Nabi Agung, Nabi Muhammad shallallāhu `alaihi wa sallam.
Terlepas dari itu, bershalawat kepada Nabi yang agung sungguh merupakan ibadah yang agung. Sampai-sampai Allah (dari para malaikat-Nya) bershalawat terlebih dahulu kepada Nabi, sebelum Allah memerintah umat Islam untuk bershalawat kepada nabinya; Innallāha wa malā-ikatahū yushallūna `alan nabī, yā ayyuhalladzīna āmanū shallū `alaihi wa sallimū taslīmā. Tentu saja makna shalawatnya berbeda; shalawat Allah bermakna pujian Allah terhadap Nabi di hadapan malaikat, shalawat malaikat bermakna doa malaikat untuk Nabi, sedangkan shalawat umatnya bermakna permohonan rahmat dari Allah atas Nabi (Tafsir Ibn Katsir).
Tentang keutamaan dan pahala bershalawat, selain ditunjukkan oleh ayat di atas juga banyak disampaikan dalam hadits Nabi, antara lain; Man shallā `alayya shalātan wāhidatan, shallallāhu `alaihi `asyra shalawātin, wa khutthat `alaihi `asyra khathī-atin, warufi`at lahū `asyru darājatin [Barangsiapa bershalawat kepadaku sekali, Allah limpahkan kepadanya 10 kebaikan, dihapus darinya 10 keburukan, dan diangkat dirinya 10 derajat]; Man `asurat `alaihi hājatuhū falyuktsir minas shalāti `alayya, fainnahā taksyuful humūm wal-ghumūm wal-kurūb wa-taktsurul arzāq wa taqdhīl hawā-ij [Barang siapa yang susah memenuhi hajatnya maka perbanyaklah membaca shalawat kepadaku, karena sesungguhnya shalawat dapat menyingkap keresahan, kegundahan, kesempitan serta dapat memperbanyak rezeki dan menunaikan kebutuhan-kebutuhan].
Karena besarnya manfaat dan pahala bershalawat bagi pembacanya, Nabi menganjurkan untuk selalu bershalawat kepadanya, sebanyak mungkin. Dalam beberapa hadits dinyatakan; Aktsirū minas shalāti `alayya, fa-inna awwala mā-tus-alūna fil-qabri `annī [Perbanyaklah bershalawat kepadaku, karena sesungguhnya yang pertama kali ditanya di alam kubur, adalah tentang saya]; As-shalātu `alayya nūrun yaumal qiyāmati `inda dzulmatis shirāti, fa-aktsirū minas shalāti `alayya [Bershalawat atasku akan menjadi cahaya di hari kiamat di saat gelapnya shirat, maka perbanyaklah bershalawat atasku]; Inna aulannāsi bī yaumal qiyāmati aktsaruhum `alayya shalātan [Sesungguhnya manusia terdekat denganku di hari kiamat, adalah yang terbanyak bershalawat kepadaku]. Sebaliknya, Nabi menyebut orang-orang yang tak bershalawat, sebagai orang-orang yang merugi. Sabda nabi; Al-bakhīlu man dzukirtu `indahū walam yushalli `alayya (Orang kikir adalah orang yang tak bershalawat kepadaku ketika namaku disebut di sisinya]; Raghima anfu rajulin dzukirtu `indahū falam yushalli `alayya [Celakalah orang yang tak bershalawat kepadaku ketika namaku disebut di sisinya]; Man dzukirtu `indahū falam yushalli `alayya faqad khathi-a tharīqal jannati [Orang yang tak bershalawat kepadaku ketika namaku disebut di sisinya, maka ia telah menyalahi jalan ke surga].
Tentang batasan “banyak” bershalawat, para ulama berbeda pendapat; Imam Sya’rani [dalam Kasyful Ghummah] menuturkan, sebagian ulama berpendapat 700 kali di tiap siang hari dan 700 kali di tiap malam hari. Ulama lainnya mengatakan minimal 350 kali di waktu siang dan 350 kali di waktu malam. Sedangkan Imam Abu Thalib Al-Makki [dalam Qūtul Qulūb] menyebutkan jumlah minimal dalam memperbanyak shalawat adalah 300 kali di siang dan malam hari. Namun, sebagai gambaran, suatu ketika Sahabat Ubay bin Ka`ab bertanya kepada Nabi; wahai Rasulullah, sungguh saya telah memperbanyak bershalawat kepadamu, lalu seberapa banyak saya jadikan shalawat saya kepadamu di dalam doa saya ?, beliau menjawab: “Terserah kamu”, ia berkata: “seperempat?”, beliau menjawab: “Silahkan saja, dan jika kamu tambah maka akan lebih baik”. Saya berkata: “setengahnya?”, beliau menjawab: “Silahkan saja, dan jika kamu tambah maka akan lebih baik bagimu”. Saya berkata: “Dua pertiga?”. beliau menjawab: “Silahkan saja, dan jika kamu tambah maka akan lebih baik”. Saya berkata: “Akan saya tujukan shalawatku kepadamu pada semua waktu”. Beliau menjawab: “Kalau begitu, maka akan dicukupkan semua keinginanmu, dan dosamu akan diampuni.”
Adakah redaksi shalawat yang diajarkan Nabi? Ada banyak, antara lain Shalawat Ibrahimiyah yang biasa dibaca saat duduk tahīyat dalam salat. Kendati demikian para sahabat, salafus shālih, dan ulama setelahnya banyak menyusun redaksi shalawat sebagai ungkapan doa, pujian, dan pengagungan kepada Nabi, baik dalam bentuk redaksi pendek, sedang hingga panjang. Jumlahnya terus bertambah sehingga tak terhitung saking banyaknya. Di antara redaksi shalawat yang masyhur adalah Shalawat Fatih, Shalawat Nariyah, Shalawat `Adzimiyah, Shalawat Masyiyiyah, Shalawat Ummiyah, Shalawat Munjiyat, Shalawat Thibbil Qulub, Shalawat Kamaliyah, dan Shalawat Nuraniyah. Lebih dari itu, sebagian ulama menyusun kitab khusus untuk memuji, mendoakan, mengagungkan akhlak mulianya, dan mengisahkan sejarahnya yang agung, seperti Qasidah Burdah karya Imam al-Bushiri, Maulid al-Barzanji karya Sayid Jakfar al-Barzanji, Maulid ad-Diba`i karya Imam Abdurahman al-Diba`i, Maulid al-Dhiyāul Lāmi` karya Habib Umar bin Salim, dan Maulid Simthut Dhurar karya Habib Ali bin Muhammad bin Husein al-Habsy.
Mari terus menambah jumlah shalawat yang kita baca, sebagai wujud kecintaan kepada beliau dan ikhtiar memperoleh syafaat agungnya (8).
Editor: AF/Humas IAIN Madura