Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 898-9700-500

Email

info@iainmadura.ac.id

REFLEKSI HARI AMAL BAKTI KEMENTERIAN AGAMA KE-78

  • Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
  • Rabu, 3 Januari 2024
  • Dilihat 385 Kali
Bagikan ke

Oleh: Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag

[Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam IAIN Madura]

Tiap tanggal 3 Januari diperingati sebagai Hari Amal Bakti Kementerian Agama RI (HAB Kemenag RI). Mengapa 3 Januari?  Karena di tanggal itu, 1946 silam, tujuh bulan pasca kemerdekaan, pemerintah [melalui Penetapan Pemerintah No.1/S.D.] membentuk Kementerian Agama.

Sejumlah pihak menyatakan bahwa pembentukan Kementerian Agama merupakan kompensasi terhadap umat Islam, setelah sebelumnya gagal memperjuangkan Islam sebagai dasar Negara. Terlepas benar atau tidak pernyataan ini, yang jelas keberadaan kementerian ini sangat penting guna meneguhkan bahwa Indonesia bukan negara sekuler [yang memisahkan urusan agama dan negara] dan bukan pula negara agama [yang menjadikan agama sebagai dasar negara]. Indonesia adalah negara berdasar Pancasila yang sila pertamanya adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa”.  Dengan dasar Pancasila ini, Indonesia menurut Yusril Ihza Mahenda lebih tepat disebut sebagai “religiously friendly”, atau “negara kebang­saan yang religius” menurut Mahfud MD.

Sebagai negara yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, maka “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu” (UUD 1945 pasal 29 ayat 2). Nah, jaminan negara terhadap umat beragama tersebut, dilakukan melalui Kementerian Agama. Dengan kata lain, keberadaan kementerian ini sangat dibutuhkan guna memelihara dan menjamin kepentingan agama serta pemeluk-pemeluknya.

Berbeda dengan sejumlah lembaga lain yang menggunakan istilah “Hari Jadi/Hari Ulang Tahun/Milad” untuk memperingati hari kelahirannya, Kementerian Agama menggunakan istilah yang khas, yakni “Hari Amal Bakti”. Dalam KBBI, bakti berarti “pernyataan tunduk dan hormat; perbuatan yang menyatakan setia (kasih, hormat, tunduk); memperhambakan diri, setia”. Dengan demikian, “amal bakti” dapat dimaknai sebagai pernyataan setia pegawai Kementerian Agama kepada NKRI, yang ditunjukkan dengan kesetiaannya dalam bekerja melayani umat.

Selain “Hari Amal Bakti”, satu lagi istilah yang sangat familier di Kementerian Agama, yakni moto “Ikhlas Beramal” yang menjadi bagian tak terpisahkan dari simbol kementerian ini. Kata “ikhlas” berasal dari bahasa arab yang berarti “berlaku loyal, setia, tulus, jujur, berhati bersih”. Atas dasar makna ini, moto “Ikhlas Beramal” dapat diartikan bahwa pegawai Kementerian Agama harus loyal kepada NKRI dan ketentuan yang berlaku; setia, tulus, jujur, dan berhati bersih dalam menjalankan tugas melayani umat. Namun, dalam pembicaraan sehari-hari, moto “Ikhlas Beramal” sering di-pleset-kan menjadi “beramal seikhlasnya”. Tentu saja, ini sebagai kritik atas sejumlah kasus terkait kinerja dan layanan pegawai kementerian yang tidak sesuai dengan harapan umat.

Secara operasional, moto “Amal Bakti & Ikhlas Beramal” diimplementasikan ke dalam “5 Budaya Kerja” Kementerian Agama yang meliputi; integritas, profesionalitas, inovasi, tanggungjawab, dan keteladanan. Integritas bermakna keselarasan antara hati, pikiran, perkataan dan perbuatan yang baik dan benar. Profesionalitas berarti bekerja secara disiplin, kompeten dan tepat waktu dengan hasil terbaik. Inovasi berarti menyempurnakan yang sudah ada dan mengkreasi hal baru yang lebih baik. Tanggung jawab bermakna bekerja secara tuntas dan konsekuen. Keteladanan bermakna menjadi contoh yang baik bagi orang lain.

Tentu saja, kelima budaya kerja tersebut bukan sekedar slogan yang hanya dihafal dengan yel-yel tertentu. Yang terpenting, bagaimana kelima budaya kerja tersebut menjadi karakter setiap pegawai Kementerian Agama dalam menjalankan tugasnya melayani umat.

Karena itu, dalam momentum HAB ke 78 ini, mari kita kokohkan semangat “Ikhlas Beramal” dengan memantapkan pelaksanaan lima budaya kerja di lingkungan tugas masing-masing. Wallāhu a`lam [20].

Editor: Achmad Firdausi / Humas