Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 898-9700-500

Email

info@iainmadura.ac.id

SEKOLAH RAMAH ANAK

  • Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
  • Jumat, 19 Januari 2024
  • Bagikan ke

Oleh: Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag.

Seorang ibu mengeluhkan perubahan perilaku anaknya “Sebelum masuk sekolah, anak saya baik-baik saja. Tapi setelah sekolah, kok menjadi liar, susah diatur?”. Di kasus lain, seorang ibu melaporkan kondisi anaknya ke sekolah “Akhir-akhir ini, anak saya mulai malas datang ke sekolah. Ada saja alasannya untuk tidak masuk. Kalau malam juga susah tidur”. Di tempat lain, seorang ibu melaporkan bahwa “Anak saya pulang dari sekolah menangis, bajunya lusuh, hidungnya ada bekas darah, pipinya bengkak”. Dan seabrek kasus serupa lainnya yang tidak sulit ditemukan di banyak sekolah.

Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa sekolah bukan lagi tempat belajar yang aman, apalagi nyaman, bagi anak-anak. Guru yang sering menghukum (fisik dan nonfisik) dan memberi tugas memberatkan, teman sekolah yang suka mengganggu/memusuhi bahkan memalak, serta kondisi sekolah yang tidak kondusif adalah beberapa penyebab yang membuat anak malas, takut, dan trauma ke sekolah.

Itulah mengapa sangat penting mengkampanyekan dan menerapkan sekolah ramah anak, yakni sekolah yang membuat anak riang gembira berangkat ke sekolah, aman dan nyaman saat berada di sekolah. Nah, di saat anak sedang enjoy inilah pelajaran mudah diserap oleh anak-anak.  

Pentingnya sekolah ramah anak ini menjadi perhatian dunia, karena kasus-kasus sekolah tidak ramah anak banyak ditemukan di belahan dunia. Sehingga di tahun 1989, PBB mengesahkan Konvensi  tentang  Hak-Hak  Anak. Di Indonesia, pemerintah juga telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016.

Setidaknya ada tiga strategi untuk mewujudkan sekolah ramah anak, yakni provisi, proteksi, dan partisipasi. Ketiganya sering disebut strategi 3P. Provisi adalah upaya sekolah untuk memenuhi kebutuhan anak, baik kebutuhan psikis maupun fisik. Kebutuhan psikis terutama, menciptakan hubungan  kasih  sayang  yang  tulus  dan  hangat  antara  guru  dan  anak, demikian pula antar murid, dan antar warga sekolah. Guru mengajar dengan pendekatan yang menyenangkan dan menumbuhkan semangat belajar. Kebutuhan fisik misalnya, sekolah menyiapkan ruang kelas yang bersih, toilet yang bersih, ruang UKS, dan sanitasi air bersih untuk cuci tangan. Strategi provisi ini akan membuat anak senang ke sekolah, semangat belajar, dan juga akan menumbuhkan karakter yang positif.  

Proteksi adalah  upaya sekolah melindungi  anak  dari  ancaman,  diskriminasi,  hukuman, salah perlakuan, dan segala bentuk pelecehan serta kebijakan yang kurang tepat. Dengan strategi proteksi, anak akan merasa aman di sekolah, semua aktivitasnya merasa terlindungi. Sedangkan partisipasi adalah upaya sekolah untuk melibatkan anak bahkan mendorong anak untuk berpendapat, bertanya, berargumentasi, dan berperan aktif di  kelas dan di sekolah. Dengan strategi partisipasi, akan menumbuhkan rasa percaya diri pada anak, dan secara tidak langsung menggali potensi yang terpendam.

Bagaimana konsep Islam terkait ramah anak? Disebutkan dalam banyak hadits bahwa “Innallāha yuhibbur rifqa fil amri kullihī“ [Sesungguhnya Allah menyukai kelemahlembutan dalam segala urusan]; “Irhamū man fil ardhi yarhamkum man fis samā’  [Kasihilah yang di bumi, kau akan dikasihi oleh yang di langit]; “Irhamū turhamū, waghfirū yughfar lakum“ [Kasihilah maka kau akan dikasihi, dan maafkanlah maka kau akan dimaafkan].

Hadits-hadits tersebut menunjukkan bahwa Islam sangat mengedepankan sikap lemahlembut dan kasih sayang dalam hubungan sosial. Tentu saja, kelemahlembutan dan kasih sayang semakin diutamakan kepada anak didik. Sehingga Rasulullah saw. menyatakan “Innallāha lam yab`atsnī mu`annitan walā muta`annitan, wa lākin ba`atsanī  mu`alliman muyassiran “ [Sesungguhnya Allah tidak mengutusku sebagai orang yang mempersulit dan tidak pula sebagai orang yang memperberat. Akan tetapi Allah mengutusku se­ba­gai pendidik yang memudahkan]. Wallāhu a`lam [22].

Editor: Achmad Firdausi / Humas