Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 898-9700-500

Email

info@iainmadura.ac.id

SEKOLAH [TIDAK] RAMAH LINGKUNGAN

  • Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
  • Jumat, 2 Februari 2024
  • Dilihat 3958 Kali
Bagikan ke

Oleh: Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag.

Perbuatan tak ramah lingkungan masih sering ditemukan di  banyak lembaga pendidikan, mulai jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, baik di lembaga pendidikan umum maupun di lembaga pendidikan Islam. Hal ini ditunjukkan dalam banyak kasus, antara lain; membuang sampah di sembarang tempat; membakar sampah di area sekolah; gedung sekolah dicorat-coret dan ditempeli pengumuman seenaknya; toilet yang kotor dan bau; saluran pembuangan yang kotor dan tersumbat; kelas-kelas yang kotor; penggunaan air dan listrik yang boros; penggunaan plastik berlebihan; penggunaan knalpot sepeda motor yang bising dan berasap; dan lingkungan sekolah yang kering.

Perbuatan tidak ramah lingkungan tersebut akan berdampak secara langsung pada kondisi sekolah menjadi tidak sehat. Dan sekolah yang tak sehat akan menyebabkan sekolah tidak nyaman dan tidak kondusif sebagai tempat belajar. Sedangkan dampak yang lebih luas, perbuatan tersebut akan turut menyumbang terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan, seperti banjir, tanah longsor, erosi, polusi udara, dan dampak negatif lain yang merugikan kehidupan manusia.

Mengapa perbuatan tidak ramah lingkungan tersebut sering terjadi? Karena di kalangan warga sekolah belum terbentuk kesadaran akan pentingnya ramah terhadap lingkungan. Bahkan sebaliknya, masih banyak warga sekolah yang berkarakter tidak ramah lingkungan, sehingga mereka tanpa beban dan tanpa merasa bersalah saat melakukan tindakan yang tak ramah dan mengotori bahkan merusak lingkungan.

Perbuatan-perbuatan tersebut akan terus terjadi jika sekolah tidak melakukan pembenahan. Karena itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan harus memiliki tekad yang kuat untuk melakukan pendidikan ramah lingkungan (PRL) guna mewujudkan warga sekolah yang berkarakter ramah terhadap lingkungan dan untuk mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat.

PRL dapat dilakukan melalui tahapan; to know, to love, dan to act. Tahapan to know lebih mengarah pada aspek kognitif dan psikomotorik, yakni mengajarkan kepada anak didik akan pentingnya lingkungan yang bersih dan sehat bagi kehidupan, pentingnya bersikap ramah terhadap lingkungan dan dampak positifnya, serta larangan berbuat sebaliknya karena akan membahayakan kehidupan manusia. PRL tidak harus menjadi mata pelajaran tersendiri, cukup diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang ada, termasuk melalui kegiatan ekstrakurikuler seperti Pramuda, PMR, dan UKS.  Dalam tahapan to know ini, sangat penting pemberian contoh, pembiasaan, dan praktik-praktik pelestarian lingkungan yang baik oleh sekolah terharap anak didik, agar mereka memiliki pengetahuan memadai tentang apa dan bagaimana berbuat ramah untuk melestarikan lingkungan.

Dari tahapan to know, diharapkan tumbuh semangat to love, yakni semangat mencintai untuk melestarikan lingkungan, untuk berbuat ramah terhadap lingkungan, baik di sekolah maupun di rumah serta lingkungan sekitar. Dari to love diharapkan meningkat menjadi to act, yakni melakukan tindakan-tindakan nyata untuk melestarikan lingkungan, untuk berbuat ramah terhadap lingkungan. Dari tahapan-tahapan PRL tersebut, tujuan akhirnya adalah terbentuknya karakter ramah lingkungan di manapun berada.

Dalam tataran praktis, banyak yang bisa dilakukan sekolah untuk meng-edukasi peserta didik agar berkarakter ramah lingkungan, antara lain; [1] Penanaman pohon, untuk menjaga keseimbangan ekologi di lingkungan sekolah; [2] Kegiatan lomba kebersihan dan keindahan antar kelas; [3] Pemberian reward bagi peserta didik yang rajin member­sihkan lingkungan, dan punishment bagi yang mengabaikan bahkan merusak lingkungan; [4] Pemasangan slogan-slogan bertema lingkungan di sekolah, guna menanamkan rasa cinta kebersihan dan lingkungan. Misalnya “kebersihan bagian iman”,  "hijau itu indah", "rindang sekolahku ", "bumi yang sejuk di mulai dari sekolahku"; [5] Penugasan membuat makalah/laporan dengan tema ramah lingkungan. Hal ini secara tidak langsung menjadikan murid memahami tentang lingkungan dan pelestariannya; [6] Pembuatan kebun sekolah agar tercipta kesejukan dan kesegaran lingkungan sekolah, di samping hasil kebunnya bisa dimanfaatkan; [7] Mempertahankan lapangan rumput. Banyak sekolah yang de­ngan alasan kebersihan mengorbankan lapangan rumput dengan pemasangan paving block. Padahal hal tersebut akan mengurangi daya serap tanah akan air dan penyerapan CO2 menjadi berkurang, begitu pula dengan oksigen yang dihasilkan; [8] Mengurangi penggunaan bahan plastik. Perlu dimaklumi bahwa plastik merupakan bahan yang sulit terurai di dalam tanah sehingga akan menimbulkan pencemaran. Gantilah dengan peralatan reusable seperti sedotan berbahan stainless steel, botol, dan tempat makan kaca; [9] Mengelola sampah di lingkungan sekolah secara benar. Pisahkan sampah organik dan non organic, dan bekerjasama dengan pihak terkait untuk pengelolaan lebih lanjut; [10] Menghemat penggunaan AC dan listrik. Hidupkan saat akan dipakai dan segara matikan setelah acara selesai. Perlu diketahui bahwa AC menggunakan bahan CFC yang dapat menghasilkan karbondiokasida. Hal ini akan menjadikan lingkungan semakin banyak tercemar dengan karbondioksida. Jika produksi karbodioksida semakin banyak yang terjadi adalah panas yang berkepanjangan. Dampak yang sama juga pada penggunaan listrik yang boros; [11] Menghemat penggunaan air, lebih-lebih di musim kemarau; [12] Menyediakan tempat cuci tangan di sejumlah tempat di area sekolah agar murid mudah mencuci tangan; [13] Rutin membersihkan toilet dan saluran air agar tidak mampet dan bau.

Lalu, bagaimana konsep Islam tentang berbuat ramah terhadap lingkungan? Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 205 dinyatakan “Wa idzā tawallā sa`ā fil ardhi liyufsida fīhā wa yuhlikal harza wan nasla wallāhu lā yuhibbul fasād” [Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi un­tuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak ta­nam-tana­m­an dan binatang ternak, dan Allah tidak me­nyukai ke­binasaan]. Lalu dalam sejumlah hadits dinyatakan “Al-thuhūr syathrul īmān …” [kebersihan bagian dari iman]; “Al-īmānu bidh`un wa sab`ūna syu`batan, wa afdhaluhā qaulu lā ilāha illallāhu, wa adnāhā imāthatul adzā `anith tharīqi, wal hayā’u syu`batun minal īmāni” [Iman itu terdiri dari tujuh puluh cabang. Yang terutama adalah ucapan Lā Ilāha illallāh dan yang paling rendah adalah menyingkirkan kotoran/gangguan dari jalanan. Dan sikap malu adalah salah satu cabang dari iman].

Ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa perbuatan ramah terhadap lingkungan merupakan bagian dari iman. Dengan kata lain, salah satu indikator mukmin yang baik adalah berlaku ramah terhadap lingkungannya. Wallāhu a`lam [23].

Editor: Achmad Firdausi / Humas