Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 324 6123433

Email

info@iainmadura.ac.id

BERTEMU SAID NURSI DI POJOK PERPUSTAKAAN

  • Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
  • Jumat, 1 Maret 2024
  • Bagikan ke

Oleh: Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag.

Namanya Said Nursi Corner [SNC], terletak di lantai satu pojok perpustakaan IAIN Madura, diresmikan pada 16 Maret 2021. Bersamaan dengan peresmian NSC ini, diselenggarakan seminar Internasional secara daring terkait pandangan tasawuf Said Nursi, dengan menghadirkan narasumber Prof Niyazi Beki [Universitas Uskudar Turki] dan Prof Ishaak [Universitas Suleyman Demirel Turki]. Pendirian NSC dan seminar ini terselenggara atas kerjasama IAIN Madura, Istanbul Foundation for Sience and Culture, dan Yayasan Nur Semesta.

Melalui SNC, perpustakaan IAIN mendapat hibah lebih dari 200 buku tentang dan karya Said Nursi dalam beragam tema; biografi, tauhid, tasawuf, filsafat Islam, dan lainnya. Sebagian dalam bentuk terjemahan ke dalam bahasa Indonesia, dan sebagian besar lainnya dalam terjemahan bahasa Arab. Tentu belum seberapa dari karya-karya Said Nursi yang tersimpan di perpustakaan IAIN, tapi setidaknya—melalui buku-buku tersebut--cukup memadai untuk mengenal lebih dekat tentang siapa, apa, dan bagaimana Said Nursi. Jadi, untuk mencari jejak Said Nursi tidak harus jauh-jauh ke Turki, cukup ke pojok perpustakaan kampus.

Said Nursi lahir di Nurs Turki pada 1877 dan wafat 23 Maret 1960 di Negara yang sama. Ia merupakan keturunan Rasulullah saw, bernasab al-Hasani dari jalur ayah dan al-Husaini dari jalur ibu, meskipun tidak pernah menonjolkan diri sebagai keturunan Nabi. Sejak kecil ia memiliki kemampuan ingatan yang sangat baik sehingga dalam waktu cepat mampu melahap dan menghafal kitab-kitab yang diajarkan guru-gurunya. Oleh karena itu, gurunya memberi gelar kepadanya Badī`uz zamān [keajaiban zaman]. Sejak itu namanya terkenal menjadi Badiuzzaman Said Nursi.

Said Nursi berkembang menjadi sosok ulama terkemuka Turki dan tokoh pergerakan. Sebagai ulama, beliau menguasai hampir semua ilmu keislaman tradisional. Ini dibuktikan dari karya-karyanya di bidang tafsir, tauhid, akhlak, tasawuf, tarikh, dan filsafat Islam. Pengakuan dunia Islam terhadap ketokohannya, ditunjukkan bahwa hingga kini, karya-karyanya dalam bahasa Turki telah diterjemahkan ke dalam 50 bahasa. Selain menguasai bidang kajian agama, beliau juga menguasai ilmu-ilmu umum [matematika, ilmu falak, kimia, fisika, geologi, filsafat, sejarah, geografi] dan pernah berobsesi untuk mendirikan perguruan tinggi guna mewujudkan integrasi ilmu demi kemajuan umat Islam. Namun obsesinya kandas karena situasi politik tidak mendukung. Meskipun demikian, ia tetap menganjurkan adanya pendidikan agama di sekolah sekuler dan juga ilmu sains modern di sekolah agama.

Foto: Flyer Penerimaan Mahasiswa Baru IAIN Madura Tahun 2024

Sebagai tokoh pergerakan, Said Nursi terjun langsung bersama pengikutnya untuk berperang melawan invasi Rusia. Bahkan pernah ditawan pasukan Rusia selama dua tahun dan berhasil meloloskan diri di tahun 1918. Dan di negaranya sendiri, beliau secara gencar juga melakukan perlawanan atas sistem pemerintahan sekuler yang dibangun Mustafa Kemal Ataturk, yang menurutnya tak sesuai dengan sejarah, budaya, etika, dan akidah rakyat Turk. Lantaran sikapnya ini, beliau tidak disukai penguasa, sehingga pernah mengungsi ke Anatolia Barat dan hidup di daerah ini selama ± dua puluh lima tahun. Selama itu pula dan setelah kembali dari pengungsian, beliau terus berkarya dan berkarya hingga akhir hayatnya.

Di antara pemikiran Said Nursi yang sangat relevan di masa kini bahkan di masa depan adalah landasan sufistiknya dalam memahami realitas hidup. Ulasan-ulasan beliau yang ditunjukkan dalam salah satu karyanya “al-Lama`āt” menunjukkan hal tersebut.  Membaca karya ini dalam setiap lembarnya, akan membawa pembacanya pada makna kehidupan yang hakiki.  Ketika mengulas kisah Nabi Yunus yang dilempar ke laut, lalu ditelan ikan besar, kemudian ditimpa ombak besar, dan diselimuti oleh gelapnya malam. Tertutuplah baginya pintu harapan, sehingga dengan merendahkan diri beliau melantunkan munajat yang lembut dan memelas kasih “Lā ilāha illā anta subhānaka innī kuntu minadz dzālimīn” [Tidak ada Tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau, sesungguhnya saya termasuk orang-orang yang dzalim].

Munajat inilah yang menjadi sarana keselamatan dan terbebasnya beliau dari kondisi yang mencekam. Ketika menyadari tak ada satu makhluk pun yang bisa menolong, Nabi Yunus, dengan `ainul yaqin, melihat bahwa hanya dzat pencipta segala sesuatu yang dapat menundukkan ikan besar yang siap menyantapnya, gelapnya malam yang mencekam, dan ganasnya ombak. Akhirnya, dengan munajat itu yang dibarengi cahaya tauhid yang mantap, perut ikan yang gelap berubah laksana perut kapal selam, dan lautan yang ganas dengan ombak yang siap menelan berubah bagai taman yang indah.

Said Nursi menghubungkan kasus yang ditimpa Nabi Yunus tersebut dengan kondisi realitas manusia. Gelapnya malam laksana masa depan kita. Jika masa depan dilihat dengan pandangan kelalaian, ia tampak gelap dan menakutkan, bahkan lebih gelap seratus kali lipat daripada malam yang dilalui Nabi Yunus. Lautan dengan ombak yang deras, adalah bumi yang setiap ombaknya membawa ribuan jenazah. Karena itu, ia adalah lautan yang seratus kali lipat lebih menakutkan daripada lautan tempat Nabi Yunus dilemparkan. Ikan besar adalah nafsu ammārah yang selalu mengarahkan ke jalan yang sesat. Ia adalah ikan yang ingin menelan dan memusnahkan kehidupan akhirat kita. Ikan ini lebih rakus daripada ikan yang menelan Nabi Yunus.

Nah, untuk menyelamatkan dari itu semua, tidak ada jalan lain kecuali menghadap kepada pencipta segala sebab dengan sepenuh jiwa dan raga, seraya mengharap pertolongan-Nya dengan bermunajat Lā ilāha illā anta subhānaka innī kuntu minadz dzālimīn. Wamā taufīqī illā billāh [27].

Editor: Achmad Firdausi / Humas