Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 324 6123433

Email

info@iainmadura.ac.id

PUASA DAN KEPEDULIAN SOSIAL

  • Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
  • Jumat, 22 Maret 2024
  • Bagikan ke

Oleh: Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag.

Di tahun 2024 ini umat Islam di Indonesia berpuasa selama ± 13 jam 35 menit. Ini jika merujuk pada jadwal imsakiyah wilayah Jakarta yang menunjukkan waktu adzan subuh pukul 04.42 dan adzan maghrib pukul 18.06 (tanggal 22 Maret 2024). Berarti, dalam waktu 24 jam (sehari semalam) umat Islam lebih banyak waktu berpuasa dibanding waktu berbuka. Bahkan di sejumlah negara lain, umat Islam berpuasa lebih lama lagi, yakni 15 jam 37 menit di  Polandia dan Belanda, 16 jam 7 menit  di Scotlandia, 16 jam 54 menit  di Norwegia, dan 17 jam 9 menit di Finlandia.

Bagi yang tidak terbiasa lapar apalagi tergolong mampu secara ekonomi, berpuasa dengan tidak makan-minum di siang hari selama waktu-waktu tersebut bukan sesuatu yang mudah, apalagi berpuasa sampai sebulan, ditambah lagi harus mencegah hal-hal lain yang membatalkan, di luar makan dan minum.

Nah, pembiasaan berpuasa selama sebulan ini diharapkan melahirkan perasaan empati bahwa lapar itu tidak enak, tidak nyaman, bahkan menderita. Lalu diharapkan ia ikut merasakan apa yang dirasakan kaum duafa yang susah makan, susah membeli beras dan lauk pauk. Dari urusan susah makan, ia diharapkan pula ikut merasakan susahnya mereka yang tidak memiliki tempat tinggal, yang hidup gelandangan, yang sedang tertimpa musibah (banjir, tanah longsor, peperangan, dan lainnya). Dari perasaan-perasaan empati tersebut, diharapkan berkembang menjadi aksi nyata untuk membantu kaum duafa yang sedang mengalami masalah ekonomi dan social.

Dalam Islam, membantu kaum duafa bukan sekedar belas kasihan, tapi sebagai kewajiban yang harus ditunaikan oleh yang mampu baik melalui zakat (wajib) maupun sedekah (sunnah). Banyak sekali ayat al-Qur’an yang menyebutkan tentang hal ini, antara lain; QS. Adz-Dzāriyāt ayat 19 “Wa fī amwālihim haqqun lis sā-ili wal mahrūm” (Pada harta benda mereka ada hak bagi orang miskin yang meminta dan yang tidak meminta); QS. At-Taubah ayat 103 “Khudz min amwālihim shadaqatan tuthahhiruhum wa tuzakkīhim bihā (Ambillah zakat dan harta mereka [guna] menyucikan dan membersihkan mereka); QS. Al-Munāfiqūn ayat 10 “Wa anfiqū mimmā razaqnākum min qabli ay-ya’tiya ahadakumul mautu (Infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami anugerahkan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antaramu); dan QS. Al-Hadīd ayat 10 “Āminū billāhi wa rasūlihī wa anfiqū mimmā ja`alakum mustakhlafīna fīhi. Fal-ladzīna āmanū minkum wa anfaqū lahum ajrun kabīrun” (Berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya serta infakkanlah sebagian dari apa yang Dia [titipkan kepadamu dan] telah menjadikanmu berwenang dalam [penggunaan] nya. Lalu orang-orang yang beriman di antaramu dan menginfakkan hartanya, memperoleh pahala yang sangat besar).

Dalam hadits juga banyak disampaikan terkait kewajiban pemilik harta terhadap kaum duafa, antara lain hadits riwayat Imam Abu Dawud “Abghūni ad-dhu`afā-a, fa innamā turzaqūna wa tunsharūna bi dhu`afāikum” (Carilah keridaanku dengan berbuat baik kepada orang-orang lemah, karena kalian diberi rezeki dan ditolong disebabkan orang-orang lemah di antara kalian); dan hadits riwayat Imam Tabrani “Mā amana bī man bāta syab`ānun wa jāruhū jā’i`ūn ilā janbihī wa huwa ya`lamu” (Tidaklah beriman kepadaku seseorang yang bermalam dalam keadaan kenyang padahal tetangganya dalam keadaan lapar, dan ia mengetahuinya).

Foto: Jadwal Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) IAIN Madura Tahun 2024

Bahkan bersedekah tidak hanya bagi yang mampu, yang tidak punya pun juga diminta bersedekah. Dalam QS. Ali `Imran ayat 134 dinyatakan bahwa di antara tanda-tanda orang bertakwa adalah “Alladzīna yunfiqūna fis sarrā-i wadh-dharrā-i wal kādzimīnal ghaidza wal `āfīna `anin-nāsi. Wallāhu yuhibbul muhsinīn” ([yaitu] orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan).

Berdasar data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang (9,36%). Garis Kemiskinan pada Maret 2023 tercatat sebesar Rp550.458,-/kapita/bulan. Maksudnya, penduduk masuk kategori miskin jika memiliki pendepatan di bawah Rp550.458,-/bulan. Pada Maret 2023, rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,71 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya garis kemiskinan per rumah tangga secara rata-rata adalah sebesar Rp2.592.657,-/rumah tangga miskin/bulan. Data ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin masih sangat besar. Bahkan dari mereka masih banyak yang masuk dalam kemiskinan ekstrem, yakni kondisi ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar yaitu kebutuhan makanan, air minum bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan akses informasi.

Lalu, kepada siapa—dari kaum miskin itu—para pemilik harta harus mengeluarkan zakat dan/atau sedekahnya? Mulailah dari kerabat yang miskin, lalu ke tetangga yang miskin, baru ke orang lain yang miskin. Firman Allah dalam QS. Al-Isrā’ ayat 26 “Wa āti dzalqurbā haqqahū wal miskīna wabnas sabīli walā tubadzdzir tabdzīrān” (Berikanlah kepada kerabat dekat akan haknya, [juga kepada] orang miskin dan orang yang dalam perjalanan. Janganlah kamu menghambur-hamburkan [hartamu] secara boros). Sabda Rasulullah dalam riwayat Imam Tirmidzi: “As-Shadaqatu `alal miskīn shadaqatun, wa `alā dzīrrahimin tsintāni shadaqatun wa shilatun” (Bersedekah pada orang miskin mendapat satu pahala sedekah, dan bersedekah kepada kerabat mendapat dua pahala; yakni pahala sedekah dan pahala silaturahim).

Jaminan Allah bagi yang mengeluarkan hartanya (baik melalui zakat maupun sedekah), di samping sebagai jalan menuju takwa, hartanya tidak akan berkurang bahkan akan terus bertambah. Dalam QS. Saba’ ayat 39 dinyatakan “Wamā anfaqtum min syai-in fahuwa yukhlifuhū. Huwa khairur rāziqīna” (Suatu apapun yang kamu infakkan pasti Dia akan menggantinya. Dia lah sebaik-baik pemberi rizki). Dalam hadits Nabi dinyatakan “Mā naqashat shadaqatun min mālin, wa mā zādallāhu `abdan bi`afwin illā `izzan, wa mā tawādha`a ahadun lillāhi illā rafa`ahul lāhu (Tidaklah sesuatu pemberian sedekah itu mengurangi harta. Tidaklah Allah itu menambahkan seseorang yang pemaaf, melainkan ia akan bertambah kemuliaannya. Dan tidaklah seseorang itu merendah­kan diri karena Allah, melainkan ia akan diangkat derajatnya oleh Allah). Wa mā taufīqī illā billāh [30].


Editor: Achmad Firdausi / Humas