HUMANITARIAN ISLAM
- Diposting Oleh Achmad Firdausi
- Jumat, 6 Desember 2024
- Dilihat 199 Kali
Oleh: Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag.
Belakangan ini PBNU mulai mengkampanyekan “Humanitarian Islam”, al-Islam lil-insāniyah, yang menekankan aspek kemanusiaan dalam Islam. Ini ditunjukkan dengan penyelenggaraan Konferensi Internasional “Humanitarian Islam”, pada 5 November 2024 di Balairung UI Depok.
Apakah humanitarian Islam merupakan tema baru dalam Islam? Tentu saja tidak. Karena lebih dari 14,5 abad lalu, al-Qur’an dalam surah al-Anbiya’ 107 telah menyatakan“Wa mā arsalnāka illā rahmatan lil ‘ālamīn” (Kami tidak mengutus engkau [Nabi Muhammad] , kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam). Menurut ulama, rahmat Allah tidak hanya untuk manusia, tapi untuk seluruh isi jagat raya yang terdiri dari kumpulan makhluk hidup, baik alam manusia, alam malaikat, alam jin, alam hewan dan tumbuh-tumbuhan. Semua alam itu memperoleh rahmat tanpa terkecuali dengan kehadiran nabi terakhir, yakni Nabi Muhammad yang rahmat.
Baiklah kita fokus kepada manusia. Bagaimana pandangan Islam? Dalam surah al-Isra’ ayat 70, Allah berfirman: “Wa laqad karramnā banī ādam” (Sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam). Juga, dalam surah al-Māidah ayat 32, Allah berfirman “ Man qatala nafsan bi ghairi nafsin aw fasādin fil ardhi, fa ka-annamā qatalan nāsa jamī`an. Wa man ahyāhā fa ka-annamā ahyan nāsa jamī`an” (Barang siapa yang membunuh seseorang bukan karena [orang yang dibunuh itu] telah membunuh orang lain atau karena telah membuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh semua manusia. Sebaliknya, siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, dia seakan-akan telah memelihara kehidupan semua manusia).
Pemuliaan terhadap manusia dalam Islam, dimulai sejak dalam kandungan hingga seseorang meninggal dunia. Karena itu, Islam melarang aborsi, menggugurkan kandungan, setelah ditiupkannya roh, kecuali karena alasan medis syar’i. Bahkan dalam situasi perang pun, Islam melarang membunuh anak-anak.
Dalam sebuah hadits dari Aswad bin Sari’, telah sampai berita kepada Nabi tentang terbunuhnya anak-anak dalam suatu peperangan. Lalu Nabi bertanya, “Mengapa orang-orang itu melampaui batas dalam berperang sehingga membunuh anak-anak”? Seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka adalah anak-anak kaum musyrikin.” Nabi menjawab, “Ingatlah, sesungguhnya orang-orang terbaik dari kamu adalah anak-anak kaum musyrikin.” Kemudian Nabi bersabda, “Ingat, janganlah membunuh anak-anak, janganlah membunuh anak-anak.” Beliau juga bersabda, “Setiap jiwa terlahir di atas fitrah hingga ia mampu mengungkapkan sendiri dengan lisannya apa yang ada dalam hatinya, lalu kedua orang tuanya lah yang menjadikan dia Yahudi atau Nasrani.”
Ketika bangsa Arab akrab dengan perbudakan, Islam datang menentangnya dan berusaha menghapusnya. Dengan cara, menjanjikan pahala yang besar bagi orang yang memerdekakan budak, dan dengan mengaitkan kafarat/hukuman dengan pembebasan budak.
Ketika bangsa Arab merendahkan kaum perempuan bahkan mengubur hidup-hidup bayi perempuan, Islam datang melarangnya. Ini ditunjukkan sabda Nabi dalam riwayat Imam Muslim: “Barangsiapa memiliki anak perempuan dan dia tidak menguburnya hidup-hidup, tidak pula dia hinakan, dan tidak lebih mengutamakan anak laki-laki darinya, maka Allâh akan memasukkannya ke surga.”
Ketika bangsa-bangsa merasa terhormat dengan rasnya dan menindas ras lainnya yang dipandang rendah, Islam datang dengan konsep kesetaraan. Sabda Nabi: “Tak ada kelebihan orang Arab dari yang bukan Arab, yang bukan Arab dari orang Arab, yang berkulit merah dari yang berkulit hitam, dan yang berkulit hitam dari yang berkulit merah, selain dari ketakwaannya.”
Bahkan saat meninggal pun, manusia dihormati. Dalam suatu hadits riwayat Imam Bukhari, pernah suatu ketika Nabi mendapati rombongan yang mengusung jenazah lewat di hadapan beliau. Nabi pun berdiri menghormati. Sahabat segera memberi tahu dengan nada seolah protes, “Itu jenazah orang Yahudi.” Lalu Nabi berkata “Bukankah ia juga manusia?”
Luar biasa, betapa agungnya kedudukan manusia dalam Islam. Tentu, memuji saja tidak cukup. Tapi harus dikampanyekan dan diperjuangkan dalam kehidupan social, mulai dari keluarga, lembaga pendidikan, dan masyarakat luas, agar pemuliaan terhadap manusia menjadi atensi semua pihak. Sehingga, di antara kita tidak gampang merendahkan yang lain, tidak gampang menghilangkan nyawa seseorang apalagi dengan cara sadis.
Bahkan humanitarian Islam penting dikampanyekan di tingkat global untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Islam adalah agama yang sangat memuliakan manusia. Sehingga Islam sangat anti kekerasan dan peperangan, karena, siapa pun yang menang, korbannya adalah manusia di kedua belah pihak, termasuk anak-anak yang tak berdosa. Wa mā taufīqī illā billāh (64).
Editor: Achmad Firdausi