MENEMUKAN LAILATUL QADAR
- Diposting Oleh Achmad Firdausi
- Senin, 24 Maret 2025
- Dilihat 98 Kali
Oleh: Moh. Afandi
(Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah)
Ramadhan bukan hanya tentang puasa, shalat malam, atau mencari malam seribu bulan di sudut-sudut masjid yang sepi. Lebih dari itu, Ramadhan adalah perjalanan spiritual yang mengajarkan kita tentang kepekaan terhadap sesama. Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan, sering kali kita cari dalam sujud panjang dan doa yang lirih. Namun, ada kemungkinan bahwa keberkahan malam itu justru tersembunyi di tempat yang sering kita abaikan—di perut orang yang kelaparan, orang-orang yang kedinginan karena tak memiliki pakaian yang layak dan di wajah orang tua yang menanti bakti anak-anaknya.
Ramadhan bukan hanya soal hubungan vertikal dengan Allah, tetapi juga hubungan horizontal dengan sesama. Rasulullah Saw. mengajarkan bahwa ibadah tidak hanya berupa ritual, tetapi juga tindakan nyata untuk membantu mereka yang membutuhkan. Memberi makan orang lapar, menyantuni fakir miskin, dan berbakti kepada orang tua adalah bentuk ibadah yang memiliki nilai tinggi di sisi Allah. Jika Lailatul Qadar adalah malam penuh keberkahan, maka barangkali keberkahannya juga dapat ditemukan dalam uluran tangan kepada mereka yang sedang dalam kesulitan.
Di antara sahur dan berbuka, ada banyak perut yang tetap kosong karena ketidakmampuan mereka untuk membeli makanan. Di antara sajadah dan doa, ada orang-orang yang kedinginan karena tak memiliki pakaian yang layak. Di antara tilawah al-Qur’an dan dzikir, ada orang tua yang merindukan perhatian dari anak-anaknya. Mungkin, ketika kita menyantuni mereka dengan hati yang ikhlas, saat itulah keberkahan Lailatul Qadar benar-benar turun kepada kita.
Ramadhan sejati bukan hanya tentang menghitung rakaat, tetapi juga tentang menghitung senyum yang kita sebarkan kepada sesama. Sebagaimana Rasulullah Saw. mencontohkan bahwa beliau adalah orang yang paling dermawan, terlebih di bulan Ramadhan, maka sudah sepatutnya kita meneladani sifat tersebut. Jangan sampai kita terjebak dalam rutinitas ibadah yang hanya bersifat ritual, tetapi melupakan esensi sosial dari bulan suci ini.
Mungkin Lailatul Qadar memang hadir dalam malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Namun, bisa jadi ia juga hadir dalam setiap kebaikan yang kita lakukan kepada sesama. Sebab, dalam setiap tangis yang terhapus, dalam setiap kelaparan yang terobati, dan dalam setiap keikhlasan yang kita curahkan, ada keberkahan yang tak terhingga. Mari mencari Lailatul Qadar bukan hanya di tiang-tiang masjid, tetapi juga di dalam hati manusia yang membutuhkan uluran tangan kita.
Editor: Achmad Firdausi