Memuliakan Al-Qur'an melalui Transliterasi Hasil Penerjemahan ke Aksara Carakan Madura
- Diposting Oleh Achmad Firdausi
- Senin, 11 Agustus 2025
- Dilihat 48 Kali
Oleh: Dr. Moh. Hafid Effendy, M.Pd.
(Dosen Fakultas Tarbiyah & Ketua Yayasan Pakem Maddhu)
Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam memiliki posisi mulia dan sakral. Memuliakan Al-Qur’an tidak hanya berarti menjaga fisiknya, tetapi juga menghidupkan pesan dan kandungan ajarannya dalam berbagai ranah kehidupan. Salah satu wujud nyata memuliakan Al-Qur’an adalah melalui upaya pelestarian dan penyebaran ajarannya ke dalam berbagai bentuk bahasa dan aksara, termasuk transliterasi hasil penerjemahan ke aksara Carakan Madura. Langkah ini tidak sekadar berorientasi pada penerjemahan, tetapi juga pada pelestarian budaya dan penguatan literasi keagamaan masyarakat Madura.
Transliterasi merupakan proses pengalihan teks dari satu sistem tulisan ke sistem tulisan lain tanpa mengubah makna. Hal ini sudah terealisasi dilakukan juz 1 s.d. juz 10. Dalam konteks ini, transliterasi hasil penerjemahan Al-Qur’an ke aksara Carakan Madura menggabungkan dua misi penting, yakni menjaga kemurnian pesan Al-Qur’an dan menghidupkan kembali aksara lokal yang mulai terpinggirkan. Carakan Madura sebagai warisan budaya tulis memiliki nilai historis yang tinggi. Sayangnya, di era modern, penggunaannya semakin berkurang, bahkan di wilayah Madura sendiri semakin memperihatinkan.
Melalui transliterasi hasil penerjemahan Al-Qur’an ke Carakan Madura, masyarakat dapat merasakan kedekatan emosional dan kultural dengan kitab suci. Bagi generasi muda Madura, membaca pesan Al-Qur’an dalam aksara leluhur akan menumbuhkan rasa bangga terhadap identitas budaya sekaligus meningkatkan minat belajar bahasa dan aksara daerah. Ini sejalan dengan prinsip Islam yang menghargai keragaman bahasa sebagai tanda kebesaran Allah.
Lebih dari itu, transliterasi ini berpotensi menjadi media dakwah kultural. Dalam tradisi Madura, nilai-nilai agama sering disampaikan melalui bentuk-bentuk lokal seperti tembang, petuah, atau manuskrip beraksara daerah. Dengan memanfaatkan aksara Carakan Madura, pesan Al-Qur’an dapat disampaikan dalam kemasan yang akrab secara budaya. Hal ini dapat menguatkan dakwah berbasis kearifan lokal, yang terbukti efektif menjangkau lapisan masyarakat di pedesaan maupun perkotaan. Namun, proses ini memerlukan kehati-hatian. Transliterasi Al-Qur’an, terlebih setelah penerjemahan ke dalam bahasa daerah Madura, harus mengikuti kaidah ilmiah dan standar baku agar tidak terjadi kesalahan penulisan atau penyampaian makna. Keterlibatan ahli bahasa, ulama, akademisi, dan budayawan menjadi sangat penting untuk memastikan kesesuaian bahasa, ejaan, dan konteks budaya. Dengan demikian, transliterasi tidak hanya indah secara visual, tetapi juga benar secara linguistik dan akurat secara teologis.
Perguruan tinggi, pesantren, dan lembaga kebudayaan dapat berperan strategis dalam program ini. Perguruan tinggi dapat meneliti metodologi transliterasi yang tepat, pesantren dapat menguji akurasi penerjemahan, sedangkan lembaga kebudayaan dapat memastikan bahwa Carakan Madura digunakan sesuai kaidah aslinya. Kolaborasi lintas disiplin ini akan menghasilkan karya yang tidak hanya bernilai religius, tetapi juga menjadi dokumen budaya yang layak diwariskan.
Memuliakan Al-Qur’an melalui transliterasi ke Carakan Madura bukan hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga membangun jembatan antara nilai-nilai ilahiah dan identitas lokal. Ini menunjukkan salah satu bentuk pengabdian yang menggabungkan iman, ilmu, dan budaya, yang pada akhirnya akan memperkaya khazanah peradaban Islam di Nusantara.
Editor: Achmad Firdausi