Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 898-9700-500

Email

info@iainmadura.ac.id

BERKABUNG ATAS SEKARATNYA LITERASI

  • Diposting Oleh Achmad Firdausi
  • Senin, 14 April 2025
  • Dilihat 54 Kali
Bagikan ke

Oleh: Dr. Imam Amrusi Jailani, M.Ag.

(Ketua Program Studi Doktor Ilmu Syariah Pascasarjana IAIN Madura)

Jika ditelisik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka literasi memiliki arti kemampuan menulis dan membaca. Pemaknaan literasi ini dipahamkan sebagai pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu. Dengan demikian Literasi juga dipahami sebagai kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Merriam-Webster, dalam Kamus online-nya, mengemukakan literasi berasal dari istilah latin “literature” dan bahasa inggris “letter”. Sedangkan Wikipedia mengatakan bahwa istilah literasi berasal dari “literatus”, artinya orang yang belajar. Dari berbagai pemaknaan tersebut dapat dikatakan bahwa literasi merupakan kemampuan asasi yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dunia pendidikan, literasi merupakan salah satu instrumen untuk menumbuhkan budi pekerti peserta didik.

Cakupan literasi meliputi kemampuan membaca, menulis, dan memahami informasi, mendengarkan dan menyampaikan pendapat. Dalam hal ini, literasi juga mencakup keterampilan berbahasa, berpikir kritis, dan berkomunikasi secara efektif dan bermanfaat. Kemampuan mengolah informasi dan pengetahuan berguna untuk kecakapan hidup, bermananfaat untuk membantu berkomunikasi, belajar, dan membuat keputusan yang lebih baik. Pada era digital seperti sekarang, literasi tidak hanya sebatas kemapuan baca dan tulis, akan tetapi juga mencakup literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya. Literasi sangat dibutuhkan dalam memahami teks, memecahkan masalah, mengaplikasikan pemahaman tentang konsep, risiko, keterampilan, dan motivasi dalam konteks finansial. Begitu pula, literasi dapat membantu berpikir secara kritis sebelum menindaklanjuti sesuatu, memahami fenomena-fenomena yang sedang terjadi di sekitarnya.

Dunia literasi menuntut kita untuk selalu membaca, menulis, memahami, dan menganalisa berbagai wacana atau fenomena yang berkembang dalam kehidupan. Aktivitas menulis dan membaca tidak bisa dipisahkan dari seorang akademisi atau intelektualis, karena kedua aktivitas itu merupakan instrumen bagi seseorang untuk meningkatkan daya nalar terhadap berbagai isu atau wacana yang bergulir. Tanpa melalui aktivitas membaca dan menulis, maka seseorang akan sulit untuk mencapai derajat yang luas wawasan dan pandangannya. Untuk menjadi seorang penulis yang handal, maka seseorang harus melalui aktivitas membaca, karena dengan membaca, pikiran seseorang akan terbuka, dan  dengan terbukanya pikiran, maka akan dengan mudah untuk menuangkan ide atau gagasan yang sudah diperoleh dari aktivitas membaca. Ide dan gagasan itu akan bisa bertahan lama jika dituangkan melalui tulisan. Selanjutnya, tulisan itu akan mentransformasikan gagasan kita kepada diri kita sendiri dan kepada orang lain yang membaca tulisan kita. Begitu pula tulisan itu akan berdampak positif dan konstruktif jika dibacakan kepada orang lain atau melalui orang lain disampaikan kepada yang lainnya lagi. Begitulah seterusnya transformasi literasi akan selalu hidup dalam lingkungan intelektual.

Dalam dunia verbal, literasi akan selalu hidup jika diutarakan atau disampaikan kepada para pendengar dan para pendengar akan merekam dalam memorinya tentang apa yang didengarkan dari para orator. Akan tetapi untuk menjadi pembicara yang baik, maka seseorang juga harus menjadi pendengar yang baik, karena dengan mendengarkan kita akan memperkaya materi yang akan kita sampaikan kepada orang lain. Oleh karena itu aktivitas menyampaikan informasi tidak bisa dipisahkan dari aktivitas mendengarkan informasi.

Dunia literasi telah menjadi bagian yang niscaya dari pendidikan. Dengan mengembangkan literasi, maka pendidikan akan berkembang dengan baik dan akan melahirkan generasi dan sarjana yang baik serta siap pakai. Literasi telah banyak mengantarkan para insan akademik menjadi pemikir, pendidik, dan pemimpin yang kredibel. Itu semua dicapai oleh mereka, karena mereka tidak menyia-nyiakan waktu mereka untuk membaca, menulis, mendengarkan, dan menyampaikan ilmu pengetahuan. Buku dan pena menjadi sesuatu yang lengket pada para belajar yang betul-betul memiliki kemauan untuk selalu berkembang, waktu demi waktu mereka lalui untuk terus belajar membaca dan menulis. Itulah aktivitas keseharian para pelajar datang ke bangku sekolah mendengarkan penjelasan para guru dan dosen, berdiskusi dengan teman, mencatat bagian-bagian yang penting, serta membandingkan apa yang sudah diterimanya dengan berbagai literatur yang sudah disiapkan oleh mereka di perpustakaan maupun di lemari-lemari dan meja-meja buku. Jika aktivitas seperti itu sudah bisa dipertahankan, maka generasi muda kita akan tampil sebagai generasi emas yang menjadi harapan Bangsa.

Lantas bagaimana dengan dunia literasi di era kini? di mana era kini sudah dikenal dengan era digital, disrupsi, dan lain sebagainya. Dunia digital telah melanda dunia belajar kita, bahkan sangat kuat cengkramannya terhadap para pelajar yang diharapkan bisa membawa harapan baik di masa depan. Akan tetapi berbanding terbalik keadaannya, dunia digital dimana para pelajar mulai dari bangku sekolah TK, SD, SMP atau MTS, SMA atau Aliyah, bahkan di perguruan tinggi, mereka sudah banyak menggantungkan dunianya pada smartphone dan jauh dari aktivitas membaca buku dan menulis, bahkan hampir-hampir mereka tidak memiliki buku catatan yang ditulis dengan tangannya sendiri dari tinta yang dikeluarkan oleh goresan pena mereka. Begitu pula aktivitas membaca buku sudah tidak terlihat lagi di kalangan mereka. Mereka hanya menggantungkan nasib pendidikan mereka pada sebuah smartphone yang dilengkapi dengan kecanggihan Android dengan Google sebagai andalannya. Apalagi diperparah oleh munculnya artificial intelligence. Semua itu sudah meninabobokkan para belajar kita, sehingga jauh dari aktivitas literasi, terutama menulis dan membaca. Dunia literasi seakan sudah asing bagi mereka. Dengan asingnya literasi dari dunia pendidikan, maka tidak heran jika dunia literasi sudah dianggap sekarat bagi mereka yang sudah banyak berharap akan munculnya perubahan-perubahan dan perbaikan dalam kehidupan pendidikan, berbangsa, dan bernegara. Patutlah kiranya untuk berkabung terhadap sekaratnya literasi. Sebagai contoh konkrit saja bahwa literasi itu sudah sekarat, kita tidak menjumpai lagi para pelajar dan juga mahasiswa yang membawa buku atau mengisi tas yang mereka bawa ke kampus dengan buku, melainkan hanya dengan smartphone dan yang lain-lain. Begitu pula kita menyaksikan dengan nyata dalam setiap ujian proposal maupun skripsi, mereka tidak lagi membawa buku yang bisa dijadikan sebagai rujukan untuk memperkuat data yang ada di dalam proposal maupun skripsi tersebut. Hal ini sangat mencengangkan dalam dunia akademik, bahkan sudah sampai pada level memprihatinkan, sehingga mungkin agak sulit untuk mengembalikan kondisi di mana mereka lengket dengan buku dan tulisan, entah dengan cara dan metode apa nanti kita akan mengembalikan situasi tersebut, dimana para mahasiswa akan bangga dengan buku yang selalu menemaninya dan menjadi bacaan wajib bagi mereka, dan dengan begitu mereka akan bisa menemukan dan menuangkan gagasan-gagasan untuk perbaikan bangsa yang akan datang. Maka bagi mereka yang masih peduli terhadap dunia literasi, mari tunjukkan keprihatinan kita dengan langkah pertama kita harus memberikan contoh kepada mereka untuk selalu membaca dan menulis. Kemudian langkah berikutnya memberikan support serta motivasi agar mereka selalu meluangkan waktunya untuk minimal membaca, toh nanti pada akhirnya juga akan bisa menulis. Kemudian juga memberikan tugas-tugas untuk membaca literatur dan menulis dengan pena dari guratan tangan mereka. Di negara kawasan Skandinavia atau Britania Raya, seperti  Inggris, Skotlandia, Irlandia, Finlandia dan lain sebagainya, sudah kembali ke pemanfaatan buku dan menulis. Di sana tidak lagi direkomendasikan smartphone untuk dibawa ke sekolah. begitulah menurut penuturan Prof. Reinald Kasali, Ph.D. Beliau berharap pendidikan di tanah air bisa mencontoh apa yang sudah dikembangkan di negara Skandinavia, dengan begitu nantinya literasi akan hidup kembali di dunia pendidikan tanah air. Bgaimana dengan kampus kita ? IAJ.

 


Editor: Achmad Firdausi