KURIKULUM CINTA
- Diposting Oleh Achmad Firdausi
- Jumat, 11 April 2025
- Dilihat 157 Kali
Oleh: Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag.
Adalah Menteri Agama Nazarudin Umar yang melempar istilah “Kurikulum Cinta” ke publik. Apa yang dimaksud istilah ini? Menurut Menteri Agama, “Kurikulum ini bertujuan untuk mengajarkan nilai-nilai cinta kasih dan toleransi sejak dini. Karena banyak potensi konflik muncul dari ajaran agama yang menanamkan kebencian terhadap kelompok lain. Jadi, maksudnya, bagaimana mengajarkan agama, tapi tidak mengajarkan kebencian kepada orang beragama lain. Tapi juga jangan sampai menyamakan semua agama, itu juga sama-salahnya. Tetap lah, agama mereka, agama mereka, agama kita, agama kita,” jelas Menag.
Lebih lanjut, Menteri Agama menjelaskan “Kurikulum cinta mengajarkan cinta kepada sesama warga negara meskipun berbeda agama. Jangan sampai perbedaan dan kebencian ini ditanamkan sejak dini. Akhirnya alam bawah sadar kita itu sampai tua pun juga ada potensi konflik yang dahsyat. Boleh kan kita berbeda agama tapi tetap kita saling mencintai sesama warga negara. Nah inilah yang akan kita perkenalkan dengan istilah kurikulum cinta. Bukan kurikulum perbedaan atau konflik, kata Menag.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Amien Suyitno memperjelas, bahwa dalam kurikulum cinta, ada empat aspek yang hendak ditanamkan kepada peserta didik sejak dini, yakni menanamkan nilai cinta kepada Tuhan, cinta kepada sesama manusia, cinta lingkungan, dan cinta tanah air.
Adakah dasar “kurikulum cinta” dalam Islam? Sabda Nabi “Tiga hal, barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman, (yaitu) menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya, mencintai seseorang semata-mata karena Allah, dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api neraka” (HR. Bukhari Muslim); “Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian, hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri" (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam dunia tasawuf ada dua tokoh sufi yang dikenal dengan falsafah cintanya, yakni Rabiatul Adawiyah dan Jalaludin Rumi. Ungkapan Rabiatul Adawiyah yang terkenal:
Aku mengabdi kepada Tuhan
bukan karena takut kepada neraka
bukan pula karena ingin masuk surga
namun aku mengabdi karena cintaku kepada-Nya
Sedangkan Jalaludin Rumi dikenal dengan konsep “agama cinta.” Ungkapannya yang terkenal:
Agamaku adalah agama cinta
Yang senantiasa kuikuti ke mana pun langkahnya
Itulah agamaku, itulah keyakinanku.
Bagaimana kurikulum cinta diimplementasikan dalam tataran aksi? Sebagaimana dimaklumi, kurikulum adalah “Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Jadi, ada empat komponen dalam kurikulum, yakni tujuan, isi, strategi, dan penilaian. Maka untuk mewujukan kurikulum cinta, keempat komponen tersebut harus didesain dengan filosofi cinta. Dan itu tidak sulit, mengingat cinta merupakan konsep dasar Islam dan ajaran semua agama.
Kurikulum cinta tidak harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Yang penting substansinya menjadi bagian dari mata pelajaran yang ada. Cinta kepada Allah merupakan bagian dari ajaran tasawuf. Bahkan cinta (mahabbah) merupakan salah satu “ahwal” yang diraih kaum sufi setelah mencapai “maqam” tertentu. Cinta kepada manusia merupakan bagian dari akhlak mulia. Cinta kepada lingkungan merupakan bagian dari iman (at-Thahūru minal īmān). Demikian pula cinta tanah air, merupakan bagian dari iman (Hubbul wathan minal īmān). Sehingga, ketiga cinta terakhir ini, dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Akidah-Akhlak. Selain itu, ajaran cinta dapat diintegrasikan dalam mata pelajaran lain.
Dan yang tak kalah pentingnya, ajaran cinta bukan sekedar teori, tapi praktik yang harus dicontohkan oleh para pendidik, dan dibiasakan di dunia pendidikan. Wallāhu a`lam (83).
Editor: Achmad Firdausi