MAKNA NUZULUL QUR'AN
- Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
- Rabu, 27 Maret 2024
- Dilihat 863 Kali
Oleh: Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag.
Al-Qur’an adalah kalāmullāh yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dengan periwayatan secara mutawātir dan membacanya adalah ibadah. Kalāmullāh ini diturunkan di bulan Ramadan, bulan yang diberkahi, sebagaimana dinyatakan dalam surah al-Baqarah ayat 185 Syahru ramadāna alladzī unzila fīhil qur’ānu (Bulan Ramadan adalah [bulan] yang di dalamnya diturunkan al-Qur'an).
Dalam banyak referensi dinyatakan bahwa al-Qur’an diturunkan dalam dua tahap. Tahap pertama, diturunkan sekaligus dari lauhil mahfudz ke langit dunia pada malam yang diberkali (lailatun mubārakatun/lailatul qadar), yang waktunya—menurut hadits Nabi—terjadi pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Turun tahap pertama ini ditunjukkan dengan kata anzala yang bermakna “turun sekaligus dari tempat yang tinggi” sebagaimana ditunjukkan dalam surah al-Qadr ayat 1 (Innā anzalnāhu fī lailatil qadri) & surah ad-Dukhān ayat 3 (Innā anzalnāhu fī lailatin mubārakatin). Tahap kedua, diturunkan bertahap dari langit dunia ke Nabi Muhammad selama kurang lebih 23 tahun. Yang diturunkan pertama adalah surah al-‘Alaq ayat 1-5, pada tanggal 17 Ramadan (6 Agustus 610 M), ketika Nabi sedang menyendiri dan bertafakur di Gua Hira (sekitar 6 km dari Mekah/Ka’bah). Sedangkan ayat yang diturunkan terakhir—menurut sebagian ulama--adalah surah al-Baqarah ayat 281 (Wat taqū yauman turja`ūna fīhi ilallāh, tsumma tuwaffā kullu nafsin mā kasabat wa hum lā yudzlamūn). Turun tahap kedua ini ditunjukkan dengan kata nazzala yang bermakna “turun secara bertahap”, sebagaimana ditunjukkan dalam surah al-Hijr ayat 9 Nahnu nazzalnadz dzikra wa innā lahū la hāfidzūna (Sesungguhnya Kami yang menurunkan al-Qur’an dan pasti [Kami] pula lah yang menjaganya).
Ada juga pendapat bahwa al-Qur’an diturunkan satu tahap sekaligus, sehingga kata anzala bermakna mulai menurunkan, sedangkan nazzala bermakna informasi turunnya Qur’an secara bertahap. Bahkan ada pula pendapat yang menyatakan bahwa al-Qur’an turun tiga tahap, dengan menunjukkan perbedaan antara kata anzala, nazala, dan nazzala yang terdapat dalam al-Qur;an. Kata anzala menunjukkan al-Qur’an diturunkan dari lauhil mahfudz ke langit dunia; kata nazala menunjukkan al-Qur’an diturunkan dari langit dunia ke Nabi; dan kata nazzala menunjukkan proses pembumian Qur’an dalam kehidupan.
Lalu, apa fungsi al-Qur’an diturunkan? Tentang hal ini disebutkan dalam surah al-Baqarah ayat 185 (Syahru ramadāna alladzī unzila fīhil qur’ānu hudan lin nāsi wa bayyinātin minal hudā wal furqāni); Surah al-Furqan ayat 1 (Tabārakal ladzī nazzalal-furqāna 'alā 'abdihī liyakūna lil-'ālamīna nadzīran); surah Shād ayat 87 (In huwa dzikrun lil `ālamīna); dan surah al-Isra’ ayat 82 (Wa nunazzilu minal qur’āni mā huwa syifā-un wa rahmatun lil mu’minīna). Dari ayat-ayat tersebut diketahui bahwa al-Qur’an diturunkan untuk menjadi (1) hudan, petunjuk ke jalan yang lurus untuk meraih kebahagiaan dunia akhirat; (2) nadzīr, peringatan bagi mereka yang menempuh jalan yang sesat; (3) dzikr, pengingat akan ajaran Allah dan sebagai media mengingat Allah; (4) syifa’, penyembuh berbagai penyakit khususnya penyakit hati; dan (5) sebagai rahmat yang menyelamatkan di dunia dan akhirat.
Sejalan dengan fungsi-fungsi di atas, kandungan al-Qur’an menurut al-Qāsimī (dalam Mahāsinut Ta’wīl) terdiri atas sembilan pokok bahasan, yaitu tentang (1) halāl, ayat-ayat yang menjelaskan tentang sesuatu yang dihalalkan; (2) harām, ayat-ayat yang menjelaskan tentang sesuatu yang diharamkan; (3) muhkām, ayat-ayat yang jelas maknanya; (4) mutasyābih, ayat-ayat yang tidak jelas maknanya; (5) basyīr, ayat-ayat yang berisi kabar gembira; (6) nadzīr, ayat-ayat yang berisi peringatan; (7) qishah, ayat-ayat yang berisi kisah/cerita; (8) `idhah, ayat-ayat yang berisi nasihat; dan (9) matsal, ayat-ayat yang berisi perumpamaan.
Lalu, bagaimana caranya agar fungsi-fungsi al-Qur’an tersebut bisa dicapai? Dengan membacanya, memahami maknanya, menggali muatannya, melaksanakan ajarannya, dan menyampaikan ajarannya ke pihak lain. Tapi ini sangat tidak mudah, hanya orang-orang tertentu yang mampu melakukannya. Sedangkan sebagian besar umat Islam berada pada level tidak bisa dan bisa membaca al-Qur’an. Yang bisa membaca pun beragam; ada yang tidak lancar, ada yang lancar, sebagian kecil bisa membaca dengan tartil, dan beberapa mampu menghafal al-Qur’an.
Namun, terdapat fenomena menggembirakan dalam masyarakat muslim, di mana sekolah-sekolah al-Qur’an tumbuh menjamur di mana-mana didukung dengan metode-metode cepat belajar al-Qur’an, sehingga anak-anak lebih mudah dan lebih cepat bisa membaca al-Qur’an. Demikian pula, pesantren tahfidz dan sekolah tahfidz berdiri di banyak tempat plus metode cepat menghafal al-Qur’an, sehingga lebih banyak lagi santri yang hafal al-Qur’an. Tentu saja, orang tua berperan penting agar putra-putrinya memiliki semangat yang kuat untuk belajar membaca, menghafal bahkan memahami kandungan al-Qur’an.
Yang terpenting, setiap muslim perlu berupaya akrab dengan kalāmullāh ini, dengan cara terus belajar dan belajar, membaca dan membaca, mengkaji dan mengkaji al-Qur’an. Kita perlu belajar kepada sebagian saudara kita yang tunanetra yang tak bisa melihat, tapi mampu membaca al-Qur’an dengan tartil. Sebagian dari mereka malah hafal al-Qur’an dengan baik. Kita juga perlu belajar kepada sebagian orang yang sudah tua, yang istikamah membaca al-Qur’an meskipun dengan bantuan kacamata pembesar. Imam Syafii, mujtahid mutlak yang pendapatnya diikuti mayoritas muslim dunia, masih menghatamkan al-Qur’an sebanyak 60 kali selama bulan Ramadan. Wa mā taufīqī illā billāh [31].
Editor: Achmad Firdausi