Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 898-9700-500

Email

info@iainmadura.ac.id

Injury Time Ramadan

  • Diposting Oleh Achmad Firdausi
  • Kamis, 27 Maret 2025
  • Dilihat 73 Kali
Bagikan ke

Oleh: Dr. H. Imam Amruzi, M.H.I.

(Ketua Program Studi Doktor Ilmu Syariah Pascasarjana IAIN Madura)

Bulan Ramadan sudah memasuki babak akhir, karena sudah memasuki masa likuran (istilah Jawa dan Madura untuk menyebut bilangan dari 21 hingga 29) atau 10 hari yang terakhir dari Ramadhan. Pada masa ini Allah sebenarnya menyediakan Lailatul Qadar yang ada pada malam-malam ganjil di 10 hari yang terakhir di bulan Ramadhan ini. Akan tetapi sayang seribu sayang, kebanyakan dari kita sering abai terhadap kemuliaan yang disediakan oleh Allah subhanahu wa ta'ala di malam Al Qadar ini, sehingga tidak banyak orang yang berusaha untuk meraih kemuliaan ini, apalagi menjelang berakhirnya bulan Ramadhan ini sebagai pertanda monyongsong datangnya hari raya Idul Fitri. Kesibukan dalam mempersiapkan datangnya hari raya Idul Fitri telah melupakan kita tentang hal-hal yang sangat bermanfaat dalam kehidupan ini yang salah satunya kita lupa bahwa umat Islam masih diberi kesempatan oleh Allah untuk meraih kemuliaan di malam al-qadr yang kebaikannya disetarakan dengan kebaikan 1000 bulan. Lebih parah lagi, sebagian besar kita telah lupa bahwa diri ini sebenarnya masih berada di area Ramadan Mubarok.

Keberkahan Ramadan telah menyediakan segala-galanya bagi kita yang melakukan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta'ala, baik melalui ibadah puasa itu sendiri, memberikan buka kepada orang-orang yang puasa, serta melakukan ibadah-ibadah lainnya, seperti tarawih berjamaah dan tadarrus Al-Quran. Hal tersebut kita lakukan setiap harinya mulai dari awal kita berpuasa di bulan Ramadan hingga memasuki 10 hari yang terakhir. Dari awal hingga pertengahan masjid dipenuhi para jamaah, demikian pula mushalla-mushalla ramai oleh para jamaah yang beribadah shalat tarawih. Di mana-mana digelar buka bersama, hampir di setiap tempat menjadi pemandangan sehari-hari di bulan Ramadan ini, tidak ketinggalan pula pengumpulan zakat fitrah, santunan bagi fakir-miskin dan kaum du’afak digalakkan di mana-mana, dan pada akhirnya pembagian zakat fitrah dan santunan untuk kalangan fakir-miskin serta anak yatim terselenggara di hari-hari likuran.

Namun entah kenapa menjelang detik-detik datangnya hari raya idul Fitri kok pemandangan itu seakan-akan sirna dari hadapan kita. Entah apa penyebabnya, kita pun mencari-cari jawabannya. Namun yang jelas kebanyakan dari kita yang mayoritas merupakan kalangan orang awam sudah dikuasai dan dipalingkan oleh rutinitas-rutinitas menjelang detik-detik datangnya lebaran. Masyarakat kita biasanya disibukkan oleh kegiatan mempercantik diri. Sebagian dari mereka sibuk mencari pakaian dan makanan untuk dijadikan hiasan dan santapan di hari raya Idul Fitri. Sebagian yang lain sibuk mempercantik ornamen-ornamen rumah agar terlihat indah dan mentereng terlihat bagi mereka yang datang anjangsana ke rumah mereka. Kesibukan-kesibukan itulah yang menyita perhatian hingga fokus kita tidak lagi tertuju kepada kemuliaan-kemuliaan yang disediakan oleh Allah di penghujung Ramadan ini.

Belum lagi sebagian warga sibuk mempersiapkan bekal unruk mudik ke kampung halaman. Mudik merupakan rutinitas tahunan yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Kebanyakan warga di tanah air ini, khususnya umat Islam merasa tidah sah jika tidak mudik. Aktivitas mudik menyita perhatian tersendiri bagi sebagian masyarakat. Untuk melakukan mudik diperlukan kesiapan mental dan material. Secara mental mereka yang mudik harus siap menghadapi penilaian masyarakat di kampong halamannya, terutama berkaitan dengan penampilannya pasca rantau. Tentunya mereka banyak yajng jaim, jaga image, di hadapan sanak keluarga dan handau taulan di kampung halamannya. Mereka harus tampil lebih dari kebanyakan warga kampung halamannya. Rasa gengsi yang dibesar-besarkan itulah yang menyita perhatian untuk mengumpulkan materi dan uang untuk meningkatkan performanya di hadapan keluarga dan teman-temannya di kampung halaman. Dari pada berat menanggung malu, maka lebih baik kehilangan kesempatan untuk meraih kemuliaan di bulan Ramadhan. Walaupun kesempatan ada, dan potensi sebenarnya memungkinkan untuk meraih kemuliaan, tapi akan terbuang percuma dengan kesibukan duniawi yang selalu menghalang-halanginya.

Injury time Ramadan sebenarnya merupakan mahkota yang disediakan oleh Allah untuk para hambanya yang berpuasa semata karena taat kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Seakan-akan kita lupa bahwa Rasulullah pernah bersabda bahwa orang beriman hendaknya bersedih tatkala ditinggalkan oleh bulan Ramadan yang dipenuhi oleh kebaikan-kebaikan dan keagungan, karena setelah kita meninggalkan Ramadhan kesempatan tersebut akan tidak tersedia lagi di hadapan kita. Marilah kita beranjak dari rutinitas-rutinitas setiap menjelang hari raya, dari rutinitas materialistik ke aktivitas penghambaan diri terhadap Allah subhanahu wa ta'ala, untuk meningkatkan ketakwaan kita terhadap Allah subhanahu wa ta'ala. Sehingga dengan demikian kita akan kembali kepada fitrah yang sudah disediakan oleh Allah subhanahu wa ta'ala menjadi hamba Allah, makhluk yang paling dimuliakan oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Semoga kita semua akan sampai kepada puncak kemuliaan, yaitu menjadi hamba yang sebenar-benarnya di hadapan Allah subhanahu wa ta'ala.

Menjadi hamba Allah merupakan derajat yang tertinggi bagi setiap insan, karena jika seseorang sudah diakui sebagai hamba-Nya oleh Allah subhanahu wa ta'ala, maka dia akan diberikan kebaikan-kebaikan oleh Allah, baik dalam kehidupan di dunia ini maupun di akhirat nanti. Segala apa yang menjadi kebutuhan kita akan dipenuhi oleh Allah subhanahu wa ta'ala dan segala cita-cita dan harapan kita akan diwujudkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala, serta kehidupan kita nantinya di akhirat akan diberikan kehidupan yang bahagia dengan mereguk kenikmatan yang dia tiada taranya di dalam surga Allah subhanahu wa ta'ala. Itulah derajat hamba Allah yang selalu diliputi ketawaan kepada Allah subhanahu wa ta'ala sehingga Allah ridha terhadap segala perbuatan hamba-Nya dan menyediakan segala fasilitas kesenangan bagi hamba-Nya di taman surga. Hal itu dikarenakan hamba-Nya pun ridho terhadap ketentuan-ketentuan Allah yang diwujudkan dengan melakukan ketaatan-ketaatan kepada-Nya, sehingga antara kita selaku hamba Allah akan selalu terjalin hubungan dengan Allah dalam jalinan radhiyatan mardhiyah. semoga kita termasuk hamba-hamba Allah.

 


Editor: Achmad Firdausi