HOMESCHOOLING
- Diposting Oleh Achmad Firdausi
- Jumat, 20 Desember 2024
- Dilihat 59 Kali
Oleh: Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag.
“Saya heran, sejak sekolah, anak saya kok suka bohong”; “sejak sekolah, anak saya kok suka membantah”; “sejak sekolah, anak saya kok suka bertengkar dengan anak tetangga”; “sejak sekolah, anak saya kok jadi penakut.” Demikian beberapa keluhan orang tua, atas perubahan sikap anak-anaknya setelah masuk sekolah.
Ketidakpuasan orang tua terhadap layanan sekolah, sebagaimana contoh keluhan di atas dan keluhan sejenis, menjadi salah satu alasan mengapa sebagian orang tua tidak memasukkan anaknya ke sekolah, tapi memilih homeschooling untuk mendidik anak-anaknya. Tentu ada alasan lain mengapa mereka memilih homeschooling untuk anak-anaknya, seperti karena kondisi medis tertentu yang tidak memungkinkan anak mengikuti sekolah formal, dan keyakinan bahwa anak tidak dapat mengembangkan minat, bakat, dan kreativitasnya secara optimal di sekolah.
Ya, pendidikan adalah hak dasar dari setiap anak. Jika anak tidak bisa dilayani di sekolah formal, maka harus ada alternatif bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan edukasinya, yakni melalui homeschooling, sekolah rumah.
Homeschooling sudah menjadi sistem pendidikan alternatif yang legal, berdasarkan Permendikbud No. 129 tahun 2014. Dalam peraturan ini, homeschooling dimaknai proses layanan pendidikan secara sadar dan terencana yang dilakukan oleh orang tua/keluarga di rumah atau tempat-tempat lain.
Ada tiga bentuk homeschooling; tunggal, majemuk, dan komunitas. Homeschooling tunggal, merupakan layanan pendidikan berbasis keluarga yang dilaksanakan oleh orang tua dalam satu keluarga untuk peserta didik dan tidak bergabung dengan keluarga lain yang menerapkan homeschooling tunggal lainnya.
Homeschooling majemuk, merupakan layanan pendidikan berbasis lingkungan yang diselenggarakan oleh orang tua dari dua atau lebih keluarga lain dengan melakukan satu atau lebih kegiatan pembelajaran bersama dan kegiatan pembelajaran inti tetap dilaksanakan dalam keluarga.
Keterangan: Brosur Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) IAIN Madura Tahun 2025
Sedangkan homeschooling komunitas, merupakan kelompok belajar berbasis gabungan homeschooling majemuk yang menyelenggarakan pembelajaran bersama berdasarkan silabus, fasilitas belajar, waktu pembelajaran, dan bahan ajar yang disusun bersama oleh homeschooling majemuk bagi anak-anak homeschooling, termasuk menentukan beberapa kegiatan pembelajaran yang meliputi olahraga, musik/seni, bahasa dan lainnya.
Orang tua bisa memilih, bentuk mana yang paling mungkin sebagai wadah untuk mendidik anak-anaknya. Yang jelas, semua bentuk homeschooling tersebut, menawarkan fleksibilitas kepada orang tua untuk menyesuaikan kebutuhan pembelajaran anak sesuai keinginan, dibandingkan jalur formal atau sekolah konvensional.
Apakah lulusan homeschooling diakui setara dengan sekolah formal? Tentu saja diakui. Karena itu, setiap penyelenggara homeschooling, dalam bentuk apapun, harus berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan setempat agar aktivitas pendidikannya terdaftar dan sesuai standar yang diatur pemerintah.
Selain itu, homeschooling sangat tepat dipilih para keluarga muslim, untuk mendidik anak-anaknya belajar agama. Hal ini penting menjadi atensi, karena tren saat ini, banyak orang tua “berlepas tangan” terhadap pendidikan anaknya, meskipun mampu mendidik, dengan menyerahkannya ke ustadz di langgar atau ke taman pendidikan al-Qur’an.
Padahal dengan mendidik anak di rumah, orang tua telah berusaha mewujudkan sabda Nabi “Zayyinū buyūtakum bi qirā-atil qur’ān” (Hiasilah rumah-rumah kalian dengan bacaan al-Qur’an); “Lā taj`al buyūtakum qubūran” (Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian, sebagai kuburan). Kuburan adalah perumpamaan tempat tidur, sepi dari aktivitas ibadah.
Juga, dengan mendidik sendiri anak-anaknya, orang tua telah berupaya menjadi guru bagi anak-anaknya, sehingga ikatan batin anak dengan orang tua semakin kuat, karena di samping ikatan batin anak-orang tua, juga ikatan batin sebagai guru-murid.
Kalaulah terpaksa mengirim anaknya ke langgar atau Taman al-Qur’an, jangan sama sekali tidak mengajari anak di rumah. Karena sesungguhnya yang diperintah mendidik anak, adalah orang tua, bukan orang lain. Sabda Nabi “Addibū aulādakum wa ahsinū adabahum” (Didiklah anak-anak kalian dan perbaiki adab anak-anak kalian); “Murū aulādakum bis shalāti wa hum abnā-u sab`a sinīn, wadh-ribūhum `alaiha wahum abnā’u `asyrin wa farriqū bainahum fil madhāji`” (Perintahlah anak-anakmu salat saat anakmu berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika meninggalkan salat, saat berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat-tempat tidur mereka). Wa mā taufīqī illā billāh (67).
Editor: Achmad Firdausi