Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 898-9700-500

Email

info@iainmadura.ac.id

Kegiatan Semiloka Berbasis Gender: Dekonstruksi Gender; Reposisi Hak Perempuan Dalam Konteks Agama Dan Sosial

  • Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
  • Rabu, 23 Maret 2016
  • Dilihat 10 Kali
Bagikan ke

Oleh : Usman

Pusat Studi Wanita Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan mengadakan semiloka Berbasis Gender yang bertema : Dekonstruksi Gender; Reposisi Hak Perempuan Dalam Konteks Agama Dan Sosial. Kegiatan semiloka ini dilaksanakan pada hari selasa, tanggal 22 Maret 2016, pukul 08.00 s/d selesai yang bertempat di Aula Multicentre STAIN Pamekasan. Adapun narasumber yang diundang sebagai keynote speaker pada acara semiloka adalah Nabiela Naily, MHI., MA. Aktivis gender yang merupakan dosen fakultas syariah Uin Sunan Ampel Surabaya.
Pada semiloka ini, merupakan salah satu upaya dalam memahami pemaknaan gender di Indonesia khususnya di Madura yang sudah banyak dilakukan, hal ini agar masyarakat bisa tahu perbedaan antara seks, gender, posisi agama terhadap perempuan dan konstruksi sosial serta tradisi di masyarakat, sehingga meminimalisir diskriminasi dan konflik yang terjadi pada masyarakat.
Pada acara ini narasumber memberikan beberapa penjelasan tentang beberapa term perempuan yang ada didalam al-Qur’an diantaranya, imra’ah seperti yang termaktub dalam surah al-baqarah : 102, Nisa’ dalam surah an-nisa’: 1, niswah dalam surah yusuf: 30, banat dalam surah al-an’am: 100, shaffat: 149, untsa dalam surah an-nahl: 58, al-najm: 45. Dalam pandangan agama Islam pada hakikatnya memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan terhormat pada perempuan. Ini terlihat bagaimana al-Qur’an mengecam perilaku masyarakat yang menganggap perempuan sebagai aib keluarga yang harus di bunuh sebagaimana termaktub dalam surah an-nahl: 58-59. Argumentasi kesetaraan tentang asal usul manusia yang termaktub dalam surah an-nisa’: 1, bahwa manusia tercipta dari jenis yang sama, al-hujurat: 13, bahwa sumber terciptanya manusia adalah laki-laki dan perempuan. Dijelaskan pula bahwa kesetaraan antara laki-laki di hadapan Allah sama, yang membedakannya hanyalah ketakwaan, amal baik/amal sholeh.
Ada sebagian hak perempuan yang secara teoritis sudah disebutkan didalam al-Qur’an diantaranya adalah hak mendapatkan ganjaran/pahala, hak menerima mahar, hak waris, hak berpolitik, hak mendapatkan pendidikan dan beraktivitas di luar rumah, hak memperoleh pekerjaan dan hak mendapatkan perlakuan yang baik. Ditambah lagi dalam konteks Hak Asasi Manusia (HAM) baik dalam konstruksi Islam maupun barat. Namun, dalam realitas sosial terkadang berbanding terbalik dengan apa yang ada di al-Qur’an. Tradisi dan konstruksi sosial masyarakat memberikan peran yang besar terhadap diskriminasi gender, dalam konstruksi sebagian masyarakat, bahwa perempuan merupakan sub ordinat laki-laki, Ini terlihat dari fakta sosial bahwa perempuan seolah-olah menjadi pelayan laki-laki dirumah, tidak berhak mendapat pendidikan yang layak karena akan kembali ke dapur, sumur dan kasur saja, hanya laki-laki yang berhak menjadi pemimpin dan pelindung dan berbagai kasus lainnya. Pandangan inilah yang harus di rubah agar perempuan menjadi sebagaimana yang telah disebut di dalam al-qur’an, hadits, inpres pengarus utamaan gender (PUG) dan HAM. tukas Nabiela naily yang merupakan alumni dari Faculty of asian studies, Australian National University, Canberra, Australia.
Wacana Gender sangat penting di Indonesia karena masih ada ketimpangan sosial, masih relevan, kekerasan terhadap perempuan dan anak pada ranah publik seperti pelecehan seksual, secara ekonomi perempuan masih mempunyai kelemahan dalam hal kemampuan/source kemandirian, dalam konteks pendidikan perempuan mengalami diskriminasi pada jurusan dan level tertentu. Diharapkan gender menjadi main streaming bagi rakyat Indonesia sehingga menjadi wacana dan gerakan yang biasa. Sehingga kedepan gender menimbulkan kepekaan sosial yang berefek pada keadilan bagi seluruh kalangan masyarakat Indonesia. Tidak diperlukan lagi affirmative polecy yang mengharuskan perempuan masuk dalam setiap struktur sebanyak 30%.
Nabiela Naily juga menyatakan hasil risetnya yang berjudul “Advocating Gender Awareness amongst Indonesian muslim women” atau Advokasi Kesetaraan Gender Perempuan Muslim Indonesia menghasilkan beberapa point diantaranya adalah bahwa Negara, Tokoh masyarakat, dan unsur-unsur masyarakat sosial bersama-sama berjuang dalam upaya mengikis bias gender ini. Negara melahirkan uu perlindungan terhadap perempuan dan anak, tokoh masyarakat berperan memberikan taudalan kepada masyarakat yang lainnya. Sebagaimana perintah Al-Qur’an dan Nabi mencontohkan penghargaan terhadap perempuan baik posisinya sebagai Nabi, Pimpinanan Negara, Pimpinanan Agama dan pemimpin dalam keluarga.
Acara semiloka ini di buka langsung oleh Wakil Ketua 1 STAIN Pamekasan, Dr. Ach. Mulyadi, M.Ag. Sedangkan ketua panitia yang juga merangkap ketua Pusat Studi Wanita (PSW) STAIN Pamekasan Aflahah, M.Pd. memberikan laporan bahwa pesertanya terdiri dari Pengurus PSW STAIN, dosen, perwakilan mahasiswa dari 18 program studi yang ada dan unsur pimpinan STAIN PAMEKASAN.