Program Studi IQT STAIN Pamekasan Ikut Berkiprah dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional
- Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
- Sabtu, 3 Desember 2016
- Dilihat 49 Kali
Oleh: Ahmad Khoiri (peserta PIMNAS’16)
Pamekasan- Beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 17-19 November 2016, Program Studi Ilmu al-Quran dan Tafsir (IQT) STAIN Pamekasan mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional di UIN Walisongo, Semarang. Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Forum Komunikasi Mahasiswa Tafsir Hadis se-Indonesia (FKMTHI) dengan tajuk "Al-Quran, Hadis dan Patologi Sosial". Tujuan diadakannya kegiatan tersebut ialah untuk semakin mempererat silaturahmi, studi banding keilmuan serta orientasi kepengurusan organisasi antar mahasiswa tafsir dan hadis di berbagai kampus di Indonesia.
Kegiatan tersebut diikuti kurang lebih oleh 150 mahasiswa ushuludin jurusan Tafsir Hadis (TH) dan jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (IAT/IQT) dari berbagai kampus, di antaranya STAIN Kudus, IAIN Salatiga, IAIN Ponorogo, IAIN Cirebon, IAIN Surakarta, IAIN Banten, IAIN Pontianak, IAIN Tulungagung, UIN Sumatera, UIN Sunan Ampel, UIN Sunan Kalijaga, UIN Syarif Hidayatullah, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dan kampus-kampus lain di Indonesia. Para peserta yang mayoritas berasal dari kampus-kampus besar, membuat kami merasa yang paling kerdil. Namun juga merupakan kebanggaan tersendiri bisa tukar pengetahuan dan pengalaman bersama mereka, yang notabenenya dikenal karena integritas kampusnya.
Ketika semua delegasi dari setiap kampus berkumpul di kampus I UIN Walisongo, penyambutan dilakukan oleh sekjend FKMTHI, Enok Ghosiyah. Dalam sambutan, Enok menjabarkan bagaimana ke-FKMTHI-an itu. Dari penjelasannya ternyata acara pekan ilmiah nasional tersebut bukanlah acara seremonial setiap tahun, namun tergantung keputusan sekjend yang baru. Karena masa jabatan sekjend selama dua tahun, maka acara tersebut diselenggarakan setidaknya dua tahun sekali. Enok juga memaparkan bahwa sebagai organisasi nasional, FKMTHI dipetakan menjadi cabang wilayah dan pusat. FKMTHI pusat memiliki peran dalam agenda-agenda di ranah nasional, sedangkan cabang wilayah sebagai wadah atas masing-masing kampus berdasarkan provinsinya. Acara tersebut dibuka langsung oleh eks wakil menteri agama, sekaligus pembina FKMTHI, Prof. KH. Nasaruddin Umar. Namun beberapa saat sebelum membuka acara, beliau memberikan kuliah umum (studium general) kepada seluruh peserta. Hal itu karena sebenarnya, di dalam jadwal keacaraan, beliau memiliki bagian kuliah umum. Tetapi karena waktu yang mundur dari schedule awal menyebabkan perubahan agenda. Dalam kuliah umum beliau menuturkan pentingnya komunikasi antar mahasiswa tafsir dan hadis, dan bahwa al-Qur’an dan hadis selamanya akan selalu aktif menjawab tuntunan zaman. Di sinilah menurut beliau, peran mahasiswa tafsir hadis dibutuhkan. Karena al-Qur’an tanpa manusia, tidak bisa berbicara apa-apa. Beliau juga melakukan pencerahan tentang al-Qur’an. Menurut beliau al-Qur’an tidak boleh hanya dibaca sebagai kitab Allah, namun juga sebagai kalam Allah, khususnya dalam maraknya patologi sosial belakangan ini. Semua peserta terkesima dengan keluwesan penjelasannya, dan dengan tawaduknya beliau berpesan bahwa kunci sebelum mempelajari segala sesuatu khususnya ilmu tafsir adalah kesucian (thaharah). Namun kami merasa sedikit kecewa saat beliau tidak memiliki kesempatan menuntaskan semua materi, sekali lagi, hal ini karena molornya waktu dari jadwal yang semestinya.
Materi berikutnya diisi dengan seminar nasional dengan tema "Al-Quran, Hadis dan Patologi Sosial" oleh DR. Waryono Abdul Ghafur, salah seorang dosen dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sebagai ganti dari pemateri yang seharusnya, Amin Abdullah. Nara sumber kedua dalam seminar tersebut seharusnya menteri sosial Khofifah Indar Parawansa, namun juga mengirimkan perwakilan karena tidak bisa menghadirinya. Dalam seminar tersebut Waryono menegaskan bahwa terdapat dua faktor yang menyebabkan manusia melakukan keburukan, yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal ialah dari sifat lahiriah manusia sendiri, seperti lupa, terburu-buru, dan sebagainya. Sedangkat faktor eksternalnya adalah godaan setan terhadap diri manusia. Kedua faktor inilah yang menurut Waryono menjadi potensi terjadinya patologi sosial seperti radikalisme. Waryono lebih menekankan kajiannya dalam perspektif agama, sedangkan perwakilan menteri sosial menekankan kajiannya dalam perspektif sosial.
Agenda di hari berikutnya adalah presentasi paper panel yang diletakkan di kampus II UIN Walisongo. Presentasi ini merupakan ajang penilaian lanjutan terhadap sepuluh pemenang lomba ‘call for papers’ dari masing-masing delegasi. Dari semua pemaparan presentator inilah kemudian kami merasakan potret kelam Madura di mata orang luar Madura, yaitu fenomena radikalisme. Pada malam harinya, dilanjutkan dengan inaugurasi budaya. Yang memunculkan kekaguman kami pada penyelenggara, yakni UIN Walisongo adalah talenta yang dimiliki mahasiswanya, khususnya mahasiswa ushuludin. Selain orientasinya dalam ilmu keislaman, mereka juga memiliki keahlian dalam kesenian seperti teater dan olah suara. Inaugarasi budaya tersebut sekaligus menjadi acara puncak dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional 2016 di Semarang, semua delegasi pun kemudian kembali ke wisma UIN Walisongo untuk istirahat dan pulang di pagi harinya, kami pun demikian. Di sela-sela istirahat delegasi dari FKMTHI wilayah Jawa Timur terlebih dahulu mengadakan musyawarah tentang keacaraan berikutnya, yakni Musyawarah Wilayah (musywil) yang rencananya akan diselenggarakan di IAIN Ponorogo akhir Desember nanti.
Begitulah kegiatan Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional di UIN Walisongo yang kami ikuti. Di hari terakhir check out, kami sempatkan untuk berpamit pulang ke kampus tercinta STAIN Pamekasan. Semoga apa yang telah kami pelajari di sini menjadi pengalaman berharga serta menginspirasi semua mahasiswa Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (IQT), terutama dalam perintisan himpunan mahasiswa program studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir di STAIN Pamekasan.