Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 898-9700-500

Email

info@iainmadura.ac.id

THE FIRST INTERNATIONAL CONFERENCE ON INDIGENOUS RELIGIONS

  • Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
  • Selasa, 9 Juli 2019
  • Dilihat 48 Kali
Bagikan ke

“The State, Indigenous Religions, and Inclusive Citizenship”

University Club Hotel Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 1 – 3 Juli 2019

The First International Conference On Indigenous Religions, adalah konferensi internasional pertama yang diselenggarakan oleh Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan tema The State, Indigenous Religions, and Inclusive Citizenship”. Konferensi ini dilaksanakan pada Hari Senin-Rabu tanggal 1 – 3 Juli 2019 di UC Hotel UGM Yogyakarta yang merupakan hasil kerjasama CRCS UGM dengan program peduli, Yayasan SATUNAMA, Komnas Perempuan, BYU LAW, Nusantara Institute, ICRS, dan Norwegian Centre for Human Rigths.

 

Keynote Speach dalam konferensi ini disampaikan oleh Prof. Dr. Robert Hefner, yang mengangkat judul “Indigenous Religions and the Great Progress of Indonesian Democracy”. Dalam salah satu  yang disampaikan adalah:

“Kebangsaan Indonesia berlandaskan atas kewargaan yang tak terdiferensiasikan menurut ras, agama, kepercayaan, adat, atau kesukuan, dan menawarkan hak-hak dan pengakuan/rekognisi sosial yang setara. Dalam hal ini, hak kewargaan masyarakat kepercayaan dan agama leluhur yang diperjuangkan oleh saudara-saudara semua merupakan sebuah realisasi dari cita-cita Pancasila dan pendiri Indonesia….” 

 

Pada Konferensi ini juga terjadwal sesi presentasi pemakalah dalam beberapa panel dari paper-paper yang telah lolos seleksi. Kudrat Abdillah dan Abdul Hannan (sebagai pemakalah dari IAIN Madura) dalam paper-nya menyampaikan bahwa meski secara konstitusional sejak dikeluarkannya Keputusan Mahkamah Konstitusi 2017, keberadaan penghayat kepercayaan sudah diakui oleh negara, namun harus diakui masih terdapat banyak kendala lain di lapangan yang membuat keputusan ini belum maksimal. Beberapa di antaranya seperti adanya semacam ketidaksejalanan antara Keputusan MK dengan perundangan-perundangan, misal perundangan tentang penodaan atau penistaan agama. Keberadaan perundangan ini, mau tidak mau seringkali dijadikan pijakan oleh kelompok (paham/aliran) keagamaan tertentu untuk memberi legitimasi pemberlakuan penindakan terhadap keberadaan kelompok penghayat kepercayaan.

Berkenaan dengan legitimasi sosial ini, harus diakusi banyaknya perilaku, pandangan, dan sikap diskriminatif terhadap kelompok penghayat dipicu oleh minimnya pengetahuan masyarakat terhadap hakikat penghayat kepercayaan secara umum. Karenanya, penting bagi para stake holders melakukan upaya-upaya tertentu, bagaimana kemudian memberi pemahaman yang memadai tentang aliran kepercayaan, terutama bagi penganut-penganut agama di luarnya.

Di akhir kesimpulan, salah satu problem terbesar yang menimpa keberadaan penghayat sejauh ini adalah stigma bahwa mereka merupakan kelompok yang identik degan gerakan PKI. Stigma lainnya adalah penilaian bahwa mereka menyimpang dari agama-agama pada umumnya, khususnya agama resmi yang berlaku di Indonesia. Karenanya, untuk menghilangkan stigma ini, maka diperlukan upaya khusus, misal dengan membuka jalan dialog seluas-luasnya antara penganut penghayat kepercayaan dengan kelompok agama di luar dirinya, diwakili oleh tokoh-tokoh masing-masing. Melalui jalan dialog ini, diharapkan ada titik temu, atau paling minimal tercipta hubungan dialektik, sehingga bisa menjadi jalan atau medium terciptanya harmonisasi, kebersamaan, dan sikap saling menghargai.

Rangkaian Konferensi Internasional ini di akhiri dengan TalkShow “The State, Indigenous Religions, and Inclusive Citizenship”, yang diwakili oleh tiga Kementerian, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Kementerian Dalam Negeri. Di akhir acara ditutup dengan Closing Remarks oleh Komnas Perempuan dan Direktur Pascasarjana UGM. Karena tema yang sangat menarik dalam konferensi ini, turut hadir juga beberapa dosen dari IAIN Madura, yaitu AH. Kusairi, MHI., Ach. Fauzi, MHI., Moh. Faridi, M.Pd.I., Agung Fakhruzy M.H., Lukmanul Hakim, MEI., Ach. Faidi, L.L.M., dan Abdul Wafi, M.Pd.