Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 898-9700-500

Email

info@iainmadura.ac.id

HARI GURU

  • Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
  • Jumat, 24 November 2023
  • Dilihat 11 Kali
Bagikan ke

Oleh: Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag.

Setiap 26 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional (HGN). Besok, 26-11-2023, adalah peringatan HGN ke 78. Selain HGN, masyarakat dunia juga memperingati Hari Guru Sedunia setiap 5 Oktober. Ini menunjukkan betapa penting kehadiran guru. Guru dibutuhkan di setiap lapisan masyarakat, setiap masa, dan setiap keadaan untuk mencerdaskan anak bangsa. Sehingga Ho Chi Minh (Bapak bangsa Vietnam) mengatakan “No teacher no education, no education no economic and social development.”

Kata "guru" berasal dari bahasa Sanskerta yang secara harfiyah berarti "sesuatu yang berat.” Makna ini selaras dengan tugas guru yang berat, yakni “membantu” murid untuk mengembangkan potensi dirinya agar menjadi pribadi yang cerdas; cerdas intelektual, emosional, dan spiritual.

Mengapa tugas tersebut berat? Karena minat (interest), motivasi (motivation), penga­laman (experience), dan cara belajar (learning style) murid beragam. Keragaman ini yang membuat tugas guru menjadi berat. Karena guru harus mampu menyelami keragaman tersebut, untuk selanjutnya memberikan layanan beragam kepada murid-murid yang beragam agar mereka menyadari pentingnya belajar untuk menjadi pribadi yang cerdas.

Kalimat sebelumnya menunjukkan bahwa tugas guru bukan “penentu” tapi “membantu”, yakni membantu murid agar menyadari pentingnya belajar. Kalau kesadaran belajar ini telah tertanam, maka murid akan semangat belajar. Dan sebenarnya, tugas “membantu” murid bukan hanya tugas guru, tapi menjadi tugas utama orang tua. Namun, tugas ini yang tidak disadari oleh banyak orang tua. Ketika orang tua mengantar anaknya ke sekolah, mereka seakan juga melimpahkan tugas utama tersebut ke guru. Maka semakin menumpuklah tugas guru.

Ternyata, “membantu” saja berat, apalagi menjadi “penentu”. Terbukti, masih banyak murid yang gagal belajar, malas belajar, mengganggu murid lain yang sedang belajar, bahkan bolos sekolah. Ini menunjukkan bahwa tugas guru dalam “membantu” murid tidak pernah selesai, sampai murid tersebut selesai belajar kepadanya. Bahkan acapkali guru masih mengikuti perkembangan murid-muridnya meskipun tidak bersamanya lagi.

Maka, agar tugas guru efektif dalam membantu murid mengembangkan potensi dirinya, setidaknya ada tiga komponen yang harus dimiliki guru, yakni (1) menguasai materi ajar secara luas dan mendalam, agar murid mendapat ilmu yang benar; (2) menguasai beragam strategi & media pembelajaran, agar murid semangat belajar dan mudah memahami pelajaran; dan (3) mencintai pekerjaan sebagai guru, sehingga guru selalu gelisah tentang muridnya yang nakal [bagaimana menjadi baik], tentang muridnya yang tidak mengerti [bagaimana menjadi cepat mengerti], tentang muridnya yang jarang masuk [bagaimana menjadi rajin], tentang muridnya yang pandai [bagaimana menjadi semakin giat belajar dan terus berprestasi].

Ketiga komponen tersebut merupakan satu kesatuan. Sebab, guru yang pintar menguasai materi ajar/terampil mengajar namun tidak mencintai pekerjaan guru, dia akan malas mengajar. Kalaupun harus mengajar karena tuntutan profesi, kehadirannya di ruang kelas tanpa gairah dengan tatapan kosong ke murid. Demikian pula, guru yang mencintai pekerjaan sebagai guru namun tidak menguasai materi ajar, murid tidak akan mendapatkan apa-apa bahkan akan mendapatkan ilmu yang salah. Jadi, dengan kata lain, guru haruslah sosok yang kompeten secara akademis, pedagogis, dan personalitas.

Tentu saja guru bukanlah malaikat yang tak pernah salah. Guru adalah manusia yang memiliki kelemahan namun memiliki potensi dan motivasi untuk memperbaiki diri. Karena itu, agar ketiga komponen tersebut melekat di guru, maka guru haruslah sosok yang tidak pernah berhenti belajar. Belajar apa? Belajar ilmu, agar pengetahuannya terus bertambah. Belajar keterampilan mengajar & media belajar, agar guru memiliki banyak strategi dalam memotivasi dan mencerdaskan murid. Belajar menata hati dan spiritualitas, agar jiwa keguruan [rūhul mudarris] tertanam kuat dalam dirinya. Dengan demikian, jika guru berhenti belajar, sebaiknya dia berhenti pula menjadi pengajar (14).

Editor: Achmad Firdausi / Humas