Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 898-9700-500

Email

info@iainmadura.ac.id

ISLAM DI MADURA

  • Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
  • Jumat, 10 November 2023
  • Dilihat 1824 Kali
Bagikan ke

Oleh: Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag.

Madura identik dengan Islam. Hal ini karena penyebaran Islam di pulau garam ini berhasil nyaris sempurna, sehingga sulit menemukan penduduk asli Madura yang tak beragama Islam. Padahal sebelum Islam datang, Madura dalam kurun waktu yang lama berada di bawah kekuasaan tiga kerajaan besar Jawa yang Hindu, mulai dari Kerajaan Kediri (1050-1222), Singosari (1222-1292), hingga Majapahit (1294-1527). Tapi setelah Islam datang, sisa-sisa penganut Hindu tidak mudah ditemukan di pulau garam ini. Yang tersisa dari agama Hindu hanyalah tempat-tempat pemujaan yang sudah tak terawat. Menjadi pertanyaan, bagaimana kisah sukses islamisasi Madura?

Islam masuk pertama kali ke pulau Madura melalui kontak perdagangan antar pulau, terutama melalui wilayah pesisir pantai Madura bagian timur. Madura sebagai pulau penghasil garam dan hasil laut menjadi salah satu tujuan para pedagang dari seberang, termasuk para pedagang muslim (seperti dari Gujarat, Malaka, dan Sumatera). Melalui kontak hubungan dagang tersebut, penduduk sekitar pantai Madura mulai berkenalan dengan Islam. Sayangnya informasi ini tidak memiliki cukup bukti untuk menjelaskan lebih lanjut, terutama tentang efektifitas dakwah melalui kontak dagang tersebut. Ini juga yang disangkal Azyumardi Arza dalam penyebaran Islam ke Nusantara. Jika sukses besar islamisasi Nusantara dilakukan para pedagang, mengapa dalam masa yang panjang (sejak Islam masuk ke Nusantara di abad 7 Masehi) tidak ada pergerakan signifikan jumlah penganut Islam? Akselerasi justru terjadi mulai abad ke 12 setelah para mubaligh (utamanya dari arab) mengambil peran total dalam islamisasi Nusantara.  

Akselerasi penyebaran Islam di Madura mulai terasa setelah Walisongo mengambil peran signifikan dalam penyebaran Islam di Jawa. Wali­songo, wali-wali Allah, yang dikenal sebagai penye­bar Islam terkemuka di Pulau Jawa. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim (w.1417), Sunan Ampel (w.1481), Sunan Giri (w.1506), Sunan Kalijaga (w.1513), Sunan Drajat (w.1522), Sunan Bonang (w.1525), Sunan Kudus (w.1550), Sunan Muria (w. 1551), dan Sunan Gunung Jati (w.1568).

Sekitar tahun 1470 Walisongo, di bawah pimpinan Sunan Ampel, bergerak mengislamkan tanah Jawa. Tahun 1513 seluruh pantai utara Jawa telah dikuasai adipati-adipati beragama Islam. Dengan demikian, hanya dalam waktu ± 40 tahun (1470-1513), Walisongo telah berhasil mengislamkan tanah Jawa (Agus Sunyoto, 2011).

Disebutkan bahwa Sunan Ampel melaku­kan pembagian tugas dalam menyebarkan Islam di wilayah-wilayah Pulau Jawa. Mubaligh yang diutus mengislamkan penduduk Madura adalah Sunan Giri, disusul kemudian oleh Khalifah Husein dan adiknya, Syeikh Maulana Ishak (Sjamsudduha, 2004). Utusan Walisongo mendatangi para pembesar kerajaan di Madura untuk menyampaikan Islam secara bijak dan mengajak mereka memeluknya. Secara umum ajakan tersebut diterima dengan baik. Kalaupun ada penguasa yang tidak bersedia pindah agama, para mubaligh tetap diberi keleluasaan menyebarkan Islam kepada masyarakat luas, kecuali Arya Lembu Petteng. Penguasa Madegan Sampang ini pada mulanya menolak keras ajakan masuk Islam, bahkan utusan Walisongo sempat diusir. Namun akhirnya dengan sukarela ia memeluk Islam di bawah bimbingan Sunan Ampel dan ikut menyebarkan Islam kepada elit kraton dan rakyatnya.

Guna memperlancar gerakan dakwahnya, para muba­ligh di samping meng­ajak secara langsung para pengu­asa Madura dan rakyatnya, juga menjalin hubungan kekerabatan melalui perkawi­nan dengan keluarga kraton. Seperti, Khalifah Husein—atas permintaan Sunan Ampel—menikah dengan putri Arya Baribin penguasa Sumenep (1399-1415). Sayid Ali Murtadlo, kakak Sunan Ampel, juga menikah dengan putri Arya Baribin bernama Rara Siti Taltun. Arya Baribin (Pangeran Adipoday) adalah putra Arya Lembu Sura, Raja Surabaya. Sedangkan Arya Lembu Sura merupakan pangeran Majapahit pertama yang memeluk Islam (Sjamsudduha, 2004).

Dengan strategi dakwah yang bijak dan ramah disertai pendekatan social politik dan perkawinan, maka agama Islam yang rahmatan lil`ālamīn diterima dengan mudah dan merata di seluruh pelosok Madura, sehingga dapat dikatakan seluruh penduduk Madura telah berhasil diislamkan.

Kalaupun ditemukan penduduk asli Madura yang beragama non-Islam, hal ini baru terjadi di masa penjajahan Belanda yang datang ke Madura untuk misi ekonomi, terutama untuk mengelola perusahaan garam yang pekerjanya banyak dari warga setempat. Pendeta Kristen dari luar Madura, secara berkala, melakukan bimbingan rohani kepada orang Belanda, yang mungkin saja mereka mengajak para pekerjanya (Siddiq, 2023). Dari sinilah mulai ada penduduk asli Madura yang beragama Kristen (12).

Editor: Achmad Firdausi