LANGGAR DI MADURA
- Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
- Jumat, 17 November 2023
- Dilihat 783 Kali
Oleh: Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag.
Pulau Madura, yang oleh sementara kalangan dipandang sebagai ekor kebudayaan Jawa, ternyata memiliki keunikan yang tidak mudah ditemukan di Pulau Jawa, termasuk di pulau lainnya di Nusantara. Di antara keunikan tersebut ialah keberadaan langgar sebagai bangunan utama dalam kehidupan masyarakat Madura. Langgar memang bukan khas Madura. Di luar Madura pun banyak ditemukan langgar di wilayah-wilayah komunitas muslim. Bahkan menurut Azyumardi Azra, surau yang dalam beberapa hal memiliki persamaan dengan langgar, banyak ditemukan di Asia Tenggara seperti di Minangkabau Sumatera Selatan, Semenanjung Malaysia, Sumatera Tengah dan Patani Thailand Selatan.
Yang unik di Madura, hampir setiap bangunan rumah tradisional di wilayah ini memiliki langgar, yang keberadaannya sangat penting di antara bangunan lainnya. Karena itu, sering dijumpai bahwa bangunan langgarnya lebih bagus dibanding bangunan rumahnya. Bahkan saat akan membangun rumah, tidak jarang yang dibangun terlebih dahulu adalah langgarnya. Karena banyaknya bangunan langgar dan pesantren di Madura, tidak heran jika Kuntowijoyo menyebut Pulau Madura sebagai "Pulau Seribu Pesantren.”
Bangunan langgar di Madura biasanya merupakan satu kesatuan dengan bangunan rumah, dapur, dan kandang hewan piaraan (sapi). Semuanya disebut tanēan, yakni halaman yang dikelilingi rumah dan bangunan lainnya. Kalau komplek perumahan itu terdiri dari beberapa rumah yang ditempati sejumlah sanak keluarga, maka disebut tanēan lanjheng.
Bangunan langgar biasanya berbentuk persegi empat dengan ukuran luas beragam (antara 3x4m2 hingga 7x8m2 bahkan lebih, tergantung kebutuhan dan kemampuan pemilik). Tiga sisinya berdinding, sedangkan sisi yang keempat terbuka menghadap halaman. Awalnya, bangunan langgar terbuat dari bambu dan berbentuk rumah panggung (setinggi ± 50 cm dari tanah), serta beratap alang-alang. Kemudian berkembang menjadi berdinding papan dan beratap genting. Saat ini, sebagian langgar telah dibuat menjadi bangunan tembok permanen.
Langgar merupakan bangunan terpenting dari tanēan. Langgar menjadi pusat tanēan sehingga tanpa langgar, tanēan dipandang tidak lengkap. Pentingnya langgar di antara bangunan lainnya terlihat dari letak bangunannya yang selalu berada di ujung halaman bagian barat. Letak ini sebagai simbolisasi arah ka’bah yang merupakan kiblat umat Islam ketika melakukan ibadah salat. Di samping itu, dengan posisi bangunan langgar di ujung sebelah barat halaman, pemilik rumah dapat dengan mudah melihat keadaan seluruh halaman. Kemudian, di sebelah utara langgar, dibangun rumah (menghadap ke selatan) dan di bagian selatan langgar (berhadap hadapan dengan rumah) dibangun dapur dan kandang hewan piaraan (sapi). Dengan komposisi semacam ini tidak pernah ada rumah yang membelakang langgar, suatu hal yang tabu bagi masyarakat Madura.
Lalu, apa pentingnya langgar bagi masyarakat Madura? Langgar di Madura memiliki multi fungsi. Pertama, sebagai tempat salat sehari-hari, baik bagi keluarga atau pun tamu. Karena letaknya yang terpisah dari rumah, tamu yang salat di langgar terasa nyaman karena tidak mengganggu privasi tuan rumah.
Kedua, sebagai tempat belajar agama. Ini hanya berlaku untuk beberapa langgar, yakni yang pemiliknya berpengetahuan agama memadai dan bersedia mengajarkan ilmunya pada anak-anak sekitar. Orang Madura menyebut guru-guru di langgar ini sebagai guruh tolang, karena anak-anak bisa mengaji al-Qur’an dan beribadah dasar dari guru langgar. Secara historis, langgar dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Nusantara, yang selanjutnya berkembang menjadi pondok pesantren.
Ketiga, sebagai tempat acara keagamaan dan sosial. Di antara tradisi yang melekat dengan orang Madura adalah tradisi kompolan/koloman, yakni pertemuan rutin antar warga sekitar yang di dalamnya diisi bacaan/dzikir tertentu, baik yang diselenggarakan secara rutin (seperti tiap malam jum`at [yasin-tahlil], malam selasa [shalawat nariyah], tiap tanggal 11 bulan Islam [shalawat jailaniyan]), ataupun yang dilakukan secara insidentil seperti acara tahlil dan haul (untuk mendoakan anggota keluarga yang meninggal) dan acara peringatan maulid Nabi. Semua kegiatan tersebut ditempatkan di langgar dan dilaksanakan secara bergilir.
Keempat, sebagai tempat menerima tamu laki-laki. Di langgar, tuan rumah dengan leluasa menerima tamu laki-laki kapan saja tanpa mengganggu aktivitas di dalam rumah, karena letaknya yang terpisah dari rumah. Hingga sering sampai larut malam tuan rumah masih bersama tetangga sekitar, di langgar. Hal ini berbeda jika tamunya perempuan, pemilik rumah akan menemui di rumah, tempat yang lebih tertutup dan terlindungi. Ini juga sebagai bentuk penghormatan orang Madura ke perempuan.
Kelima, langgar juga menjadi tempat istirahat/tidur kaum lelaki. Selain tidur, kaum lelaki sekaligus menjaga rumah dan pekarangan dari kemungkinan orang yang hendak berbuat jahat (seperti maling), karena dari langgar terpantau jelas pergerakan orang per orang, terutama di malam hari (13).
Editor: Achmad Firdausi / Humas