PENGHUJUNG TAHUN DAN PERINGATAN KEMATIAN
- Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
- Jumat, 29 Desember 2023
- Dilihat 512 Kali
Oleh: Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag.
Desember adalah bulan terakhir tahun Masehi, yang disambung dengan Januari sebagai bulan pertama tahun Masehi berikutnya. Demikian pula dalam tahun Hijriyah, Dzulhijah merupakan bulan terakhir dan Muharram sebagai bulan pertama tahun Hijriyah berikutnya. Terpenting, pergantian bulan dan tahun bukan sekedar rutinitas. Ada makna mendalam dari setiap pergantian masa yakni, antara lain, semakin berkurangnya usia dan semakin mendekatnya pintu kematian. Dengan demikian, setiap pergantian tahun hakikatnya adalah peringatan kematian.
Kematian adalah berhentinya aktivitas nyawa, sehingga tinggal fisik yang membujur kaku yang siap dimandikan, dikafani, dan dikubur oleh mereka yang hidup. Ini bagi yang mati normal, sebagian saudara kita mengalami kematian “tidak normal” sehingga fisiknya tidak terdeteksi, seperti mati tenggelam, mati kecelakaan pesawat, dan sejenisnya. Tapi, selesaikah setelah mati? Tentu saja tidak. Mereka yang mati, segera akan menghadapi kehidupan baru yang berbeda dengan kehidupan alam dunia yang fana.
Dengan demikian, pada hakikatnya tidak ada kematian. Yang ada adalah perpindahan kehidupan menuju hidup baru yang berbeda. Ada lima tahap kehidupan yang dijalani setiap manusia, yakni kehidupan di alam ruh, alam rahim, alam dunia, alam barzakh, dan kehidupan alam akhirat.
Kehidupan di alam ruh tidak banyak dibahas dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, sehingga hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Karena itu, saat ada yang bertanya tentang ruh kepada Nabi, Allah memerintahkan untuk menjawab “Qul al-Rūh min amri rabbi”. Intinya, bahwa setiap manusia yang lahir ke alam dunia bukan secara tiba-tiba, melainkan telah ditetapkan Allah sejak zaman azali.
Kehidupan di alam rahim adalah kehidupan yang paling sempit dan cepat. Sempit, karena janin hidup di rahim ibu yang sempit, tapi kokoh (fī qarārin makīn). Cepat, karena masa hidupnya lebih cepat dibanding kehidupan dunia, hanya sekitar 7-11 bulan. Kehidupan di alam rahim diawali dengan pertemuan sperma laki-laki dan perempuan, lalu menjadi segumpal darah, kemudian menjadi segumpal daging, lalu ditambah otot-otot dan tulang, kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh pada janin tersebut, dan pada saat yang ditentukan akan lahir dan berpindah ke kehidupan dunia. Di alam rahim, bayi hidup enak karena menggantungkan hidupnya pada ibu. Karena itu, selama hamil, ibu dianjurkan makan makanan yang halal dan bergizi, berpikir positif, dan selalu mendekat kepada Allah [taqarrub ilallāh] agar berpengaruh positif pada janinnya.
Kehidupan di alam dunia sangat berbeda dengan alam rahim. Dunia lebih luas dan kehidupan di dunia lebih lama dibanding di alam rahim. Kata Rasulullah, “Umur umatku antara 60—70 tahun.” Secara fisik, kehidupan di dunia diawali dengan kelahiran dari rahim ibu yang awalnya hanya bisa bergerak dan menangis, lalu bisa duduk, berdiri, berjalan, berlari, dan bertambah besar serta kuat fisiknya. Setelah itu, fisiknya mulai menurun, melemah, dan akhirnya mati. Tapi kematian tidak menunggu tahapan fisik tersebut. Yang mati di usia anak-anak dan muda sama banyaknya dengan yang mati di usia tua. Yang mati ketika sehat sama banyaknya dengan yang mati sedang sakit. Yang mati dalam keadaan iman sama banyaknya dengan yang mati dalam keadaan kafir. Dengan demikian, kematian tidak butuh kondisi apapun. Jika sudah sampai waktunya, Allah mengutus malaikat untuk mencabutnya. Firman Allah “Kullu nafsin dzāiqatul maūt” [Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati]; “Wa likulli ummatin ajal. Faidzā jāa ajaluhum falā yasta’khirūna sā`atan wa lā yastaqdimūn” [Dan untuk tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang batas waktu mereka, mereka tidak dapat mengundurkan barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya].
Di dunia, setiap manusia yang telah mencapai usia baligh akan menerima beban [taklīf] dari Allah, yakni kewajiban menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya sebagaimana diatur dalam syariat Islam. Hanya tiga golongan yang tidak dikenai taklif, yakni “dari orang tidur sampai bangun, dari anak-anak sampai baligh, dari orang gila sampai sembuh/berakal”. Selebihnya, masing-masing harus berikhtiar melaksanakan syariat islam. Dampak dari taklif ini, akan dibalas sesuai janji Allah yang—terutama—akan diterima di alam barzakh dan alam akhirat.
Setelah di alam dunia, kehidupan akan berpindah ke alam barzakh, alam pemisah antara alam dunia dan alam akhirat. Alam barzakh lebih luas dibanding alam dunia, dan kehidupan di dalamnya lebih lama dibanding kehidupan di alam dunia, tergantung kapan kiamat datang. Di alam barzakh tidak ada lagi taklif. Penghuninya lebih “menikmati” apa yang dilakukan di dunia. Jika saat di dunia taat kepada Allah, akan menjalani kehidupan di alam barzakh laksana di surga [raudhatun min riyādhil jinān]. Sebaliknya jika ingkar kepada Allah, akan menjalani kehidupan yang sengsara dan menakutkan laksana di neraka [khufratun min khufarin nīrān]. Nah, selama di alam barzakh ini, pertolongan dari yang hidup [berupa doa, istighfar, dan shadaqah] sangat besar manfaatnya untuk meringankan beban [saudara sesama muslim], bahkan untuk membebaskan dari kesengsaraan, atas rahmat Allah swt.
Setelah di alam barzakh, kehidupan akan pindah ke alam akhirat. Alam akhirat lebih luas dibanding alam barzakh dan kehidupan di dalamnya lebih lama, bahkan hidup selamanya. Sama dengan kehidupan di alam barzakh, kehidupan di akhirat tidak ada lagi taklif. Yang ada adalah hari pembalasan atas amal perbuatan di dunia. Yang taat akan menerima surga dengan segala kenikmatannya, yang ingkar akan hidup di neraka dengan segala macam siksaan dan kesengsaraannya. Di alam akhirat, tidak bisa lagi saling mengirim doa, seperti di alam barzakh. Masing-masing sibuk dengan nasibnya sendiri [nafsī-nafsī]. Hanya syafaat dari Nabi Muhammad saw, dari para syuhada’, dan para ulama, yang bisa menyelamatkan dari siksa neraka.
Dari kelima tahapan kehidupan tersebut, kehidupan di dunia menjadi penentu bagi kehidupan alam barzakh dan alam akhirat. Jika di dunia meninggalkan jejak yang baik, akan baik pula di alam barzakh dan alam akhirat. Sebaliknya, jika di dunia meninggalkan jejak tidak baik, maka akan tidak baik pula di alam barzakh dan alam akhirat. Jadi, inti kehidupan dunia adalah “usaha” sedangkan akhirat adalah “menikmati hasil”. Sehingga Imam Gazali berkata “al-dunyā mazra`atul ākhirah” [kehidupan di dunia merupakan tempat menanam, untuk dipetik hasilnya di akhirat]. Karena itu, dalam perjalanan menuju kematian untuk berpindah ke kehidupan berikutnya, mari menanam kebaikan sebanyak-banyaknya sebagai bekal menuju akhirat. Dan sebaik-baik bekal adalah takwa. “Wa tazawwadū fainna khairaz zādit taqwā “. Wamā taufīqī illā billāh [19].
Editor: Achmad Firdausi / Humas