ADA APA DENGAN PRAMUKA DI SEKOLAH?
- Diposting Oleh Achmad Firdausi
- Jumat, 26 April 2024
- Dilihat 177 Kali
Oleh: Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag.
Kebijakan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim lagi-lagi menuai kritikan. Ini setelah keluarnya Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah. Melalui Permen ini, Nadiem dituduh mencabut status pramuka sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib di sekolah. Sampai-sampai Ketua Kwarnas Pramuka, Budi Waseso, berkirim surat kepada Presiden untuk meminta Mendikbudristek mewajibkan kembali gerakan pramuka di sekolah sebagai kegiatan ektrakurikuler. Benarkah tuduhan tersebut?
Memang, dalam Permendikbudristek No. 12 Tahun 2024, tidak ditemukan kalimat wajib untuk melaksanakan kegiatan pramuka di sekolah. Ini tampak dalam Pasal 22 ayat (1) yang menyatakan “Satuan Pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah jalur formal menyelenggarakan layanan ekstrakurikuler”; Pasal 24 “Keikutsertaan peserta didik dalam ekstrakurikuler bersifat sukarela.” Pada Lampiran III Bagian B, disebutkan jenis ekstrakurikuler yang dapat diikuti peserta didik di sekolah, yakni (1) krida, seperti kepramukaan, latihan kepemimpinan siswa, PMR, UKS, Paskibraka, dan lainnya; (2) karya ilmiah, misalnya Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), dan lainnya; (3) latihan olah bakat atau latihan olah minat, misalnya pengembangan bakat olahraga, seni dan budaya, pencinta alam, jurnalistik, teater, TIK, rekayasa, dan lainnya; (4) keagamaan, misalnya pesantren kilat, ceramah keagamaan, baca-tulis al-Qur’an; atau (5) bentuk kegiatan lainnya.
Ketentuan di atas sangat berbeda dengan Permendikbud No. 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib pada Pendidikan Dasar dan Menengah, yang dengan tegas menyatakan pramuka sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib di sekolah. Dalam Pasal 2 ayat (2) dinyatakan bahwa “Kegiatan ekstrakurikuler wajib merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang harus diikuti seluruh peserta didik”; Pasal 3 ayat (1, 2, 3) menjelaskan bahwa pendidikan kepramukaan dilaksanakan dalam tiga model, meliputi model blok, model aktualisasi, dan model regular. Model blok dilaksanakan dalam bentuk perkemahan. Model aktualisasi diri dilaksanakan dalam bentuk penerapan sikap dan keterampilan yang dipelajari di kelas yang dilaksanakan dalam kegiatan kepramukaan secara rutin, terjadwal, dan diberikan penilaian formal. Sedangkan model regular merupakan kegiatan sukarela berbasis minat peserta didik yang dilaksanakan di gugus depan.
Jadi, perbedaan signifikan (mengenai status kegiatan pramuka di sekolah) dengan Permendikbud sebelumnya, yang menyebabkan banyak pihak kecewa terhadap kebijakan Mendikbud Nadiem. Kekecewaan tersebut cukup beralasan mengingat kegiatan ektrakurikuler pramuka selama ini cukup berhasil dalam membentuk kepribadian peserta didik yang berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup. Bahkan karena keberhasilan tersebut, tidak sedikit pondok pesantren yang menjadikan kegiatan pramuka sebagai program ekstrakurikuler wajib yang harus diikuti santri, seperti di Pondok Pesantren Gontor Ponorogo dan Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep.
Nah, di tengah gencarnya pemerintah menyelenggarakan pendidikan karakter untuk membendung arus karakter-karakter baru/karakter asing yang berbeda bahkan bertentangan dengan karakter bangsa, maka ekstrakurikuler pramuka sepatutnya lebih digalakkan menjadi gerakan nasional yang diwajibkan di sekolah, minimal dalam model aktualisasi dan model regular. Sedangkan untuk model blok dapat menjadi pilihan peserta didik.
Mewajibkan pramuka sebagai ekstrakurikuler di sekolah, tidak berarti menganaktirikan kegiatan ekstrakurikuler lainnya yang juga penting. Sekolah harus tetap memfasilitasi pengembangan bakat dan minat peserta didik melalui beragam jenis ekstrakurikuler, sesuai kemampuan sekolah masing-masing. Wallāhu a’lam (34).
Editor: Achmad Firdausi