Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 898-9700-500

Email

info@iainmadura.ac.id

BELAJAR DARI KISAH UMAT NABI ISA

  • Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
  • Jumat, 19 April 2024
  • Dilihat 922 Kali
Bagikan ke

Oleh: Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag.

Kisah berikut bersumber dari Wahb bin Munabbih (34-110 H), seorang pemuka tabi`in, ahli sejarah, yang hidup di masa Khalifah Utsman ibn Affan. Ia diperkirakan berasal dari Arab Selatan dan berketurunan Persia dengan memiliki pengetahuan yang mendalam tentang kitab suci dan tradisi dari Yahudi dan Nasrani.

Suatu hari Nabi Isa dan seorang sahabatnya berjalan menyusuri tepi sungai, dengan membawa tiga potong roti. Satu potong untuk Nabi Isa, satu potong untuk sahabatnya, sisa satu potong roti lagi disimpan. Lalu, Nabi Isa pamit mencari minum. Setelah kembali, beliau mendapati sepotong roti yang disimpan sudah tidak ada. Maka, beliau pun bertanya, “Siapakah yang telah mengambil sepotong roti sisa tadi?” Sahabatnya menjawab, “Aku tidak tahu.”

Tiba-tiba, mereka melihat seekor rusa dan kedua anaknya. Nabi Isa menyuruh sahabatnya itu untuk menangkap anak rusa. Kemudian, hewan itu disembelih dan dimasak. Keduanya memakan sajian itu. Sesudah itu, Nabi Isa memohon kepada Allah swt agar anak rusa yang telah disembelih itu hidup kembali. Hiduplah ia atas izin Allah.

Nabi Isa bertanya kepada sahabatnya, “Demi Allah, yang memperlihatkan kepadamu bukti kekuasaan-Nya ini, siapakah yang telah mengambil sepotong roti yang disimpan itu?” Jawab sahabatnya, “Aku tidak tahu.” Lalu mereka melanjutkan perjalanan. Sampailah keduanya di hutan belantara. Saat sedang duduk-duduk, Nabi Isa mengambil tanah dan kerikil, kemudian berkata, “Jadilah emas dengan izin Allah.” Tiba-tiba, tanah dan kerikil itu berubah menjadi emas. Nabi Isa lalu membagi emas tersebut menjadi tiga bagian. Beliau berkata kepada sahabatnya, “Untukku sepertiga. Sepertiga lainnya, untukmu. Sepertiga sisanya untuk orang yang mengambil roti tadi.” Seketika itu sahabatnya berkata, “Akulah yang mengambil roti itu!” Nabi Isa berkata, “Ambillah semua bagian emas ini untukmu.” Lalu, Nabi Isa berpisah meninggalkan sahabatnya.

Dalam perjalanan, sahabat Nabi Isa tadi dicegat dua orang perampok dan mengancam membunuhnya jika emasnya tidak diberikan. Maka, orang itu mencoba bernegosiasi, “Lebih baik kita bagi tiga saja emas-emas ini.” Kedua perampok itu setuju. Tengah hari, mereka mulai lapar. Seseorang menyuruh kawannya pergi ke pasar untuk membeli makanan. Di pasar, orang yang sedang berbelanja itu berpikir dan berkata dalam hati, “Untuk apa emas itu dibagi bertiga? Bukankah semuanya bisa untukku?" Lalu orang ini berencana jahat. Makanan yang dibelinya kemudian dibubuhi racun. Tujuannya, agar dua orang yang sedang menunggu makanan, mati keracunan setelah memakannya. Kemudian, seluruh emas menjadi miliknya.

Sementara itu, dua orang yang sedang menunggu juga berpikir. "Untuk apa kita membagi tiga harta emas ini? Lebih baik jika ia datang, kita bunuh saja. Lalu, harta ini kita bagi dua!" Keduanya setuju. Saat orang yang membeli makanan datang, keduanya pun segera membunuhnya. Maka, harta yang ada dibagi menjadi dua bagian. Karena lapar, keduanya makan dari belanjaan yang telah dibeli korban. Keduanya tidak tahu kalau makanan itu mengandung racun. Maka, keduanya pun mati keracunan. Akhirnya, dengan akal liciknya masing-masing, mereka bertiga mati, meninggalkan emas yang diperebutkan.

Nabi Isa mengetahui kejadian tersebut. Maka, ia pun berkata kepada pengikutnya, “Inilah perumpamaan dunia. Maka berhati-hatilah kalian kepadanya.”

Pesan tak beda jauh pernah disampaikan Nabi Muhammad saw kepada para sahabatnya “Lau anna li ibni ādam wādiyan min dzahabin ahabba ay yakūna lahū wādiyāni. Wa lay yamla-a fāhu illat thurābu, wa yatūbullāha `alā man tāba” (Seandai­nya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya [merasa puas] selain tanah [yaitu setelah mati] dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat).

Lukmanul Hakim juga berpesan kepada anaknya “Wahai anakku! Ketahuilah, sesungguhnya dunia ini bagaikan lautan yang dalam, banyak manusia yang karam ke dalamnya. Jika engkau ingin selamat, layarilah lautan itu dengan sampan yang bernama  takwa, isinya ialah iman dan layarnya adalah  tawakkal kepada Allah Swt.”

Di antara munajat Imam al-Syadzili, “Ya Allah luaskanlah rezekiku di dunia dan janganlah ia menghalangiku dari akhirat, jadikanlah hartaku pada genggaman tanganku dan jangan sampai ia menguasai hatiku.”
Pesan Sayid Muhammad bin `Alawi al-Maliki kepada santrinya: “Letakkanlah dunia cukup di tangan dan akhirat di hati, agar dunia senang dibagi-bagi, dan akhirat bisa dibawa mati.” Wa mā taufīqī illā billāh [33]

 


Editor: Achmad Firdausi