Hijrah Staregi Rasul SAW Membentuk Komunitas Politik Muslim Independen
- Diposting Oleh Achmad Firdausi
- Senin, 8 Juli 2024
- Dilihat 739 Kali
Oleh: Prof. Dr. Nor Hasan, M.Ag.
Tanggal 1 Muharram merupakan moment penting bagi umat Islam. Tanggal 1 Muharram menandai dimulainya tahun baru dalam kalender Islam, Tahun Baru Hijriyah, atau dikenal juga sebagai Tahun Baru Islam. Kalender Hijriyah adalah kalender lunar yang terdiri dari 12 bulan dalam tahun 354 atau 355 hari.
Secara historis Tahun Baru Hijriyah berakar dari peristiwa hijrah (migrasi) Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya dari Mekah ke Madinah pada tahun 622 Masehi. Peristiwa ini bukan hanya menjadi tonggak sejarah penting dalam perkembangan Islam tetapi juga menjadi titik awal perhitungan kalender Islam. Kalender Hijriyah pertama kali diperkenalkan oleh Khalifah Umar bin Khattab pada tahun 638 Masehi, sekitar 16 tahun setelah hijrah. Dipilihnya peristiwa hijrah sebagai titik awal kalender Islam karena hijrah menandai awal fase baru dalam sejarah Islam. Disamping itu Muharram merupakan salah satu dari empat bulan suci dalam Islam yang diharamkan untuk berperang. Memulai tahun baru dengan bulan suci ini dianggap membawa berkah dan kedamaian.
Dalam banyak literatur diceriterakan bahwa Hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah dilakukan untuk menghindari tekanan dan penganiayaan yang diterima oleh kaum Muslimin di Mekah. Namun demikian hijrah Rasul bukan semata-mata menghindar dari kekejaman orang-orang Quraisy, melainkan karena faktor pertimbangan rasional demi pertumbuhan dan perkembangan Islam melalui pembentukan komunitas Islam di Madinah. Kenyataannya di Madinah, Nabi Muhammad SAW mendapatkan sambutan hangat dan dukungan dari penduduk setempat, yang memungkinkan Islam berkembang dengan lebih bebas dan kuat. Hijrah memiliki makna filosofis yang mendalam yaitu sebagai sebuah strategi Rasul dalam rangka menciptakan komunitas muslim yang mandiri dengan memiliki otoritas politik yang independent. Fase Mekkah komunitas politik muslim yang memiliki otoritas independent ini belum terbentuk, tetetapi embrio sudah ada. Komunitas politik muslim yang memiliki otoritas ini baru terbentuk pada fase Madinah yakni setelah Rasulullah melaksanakan Hijrah. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa hijrah merupakan salah satu strategi dalam pembentukan komunitas politik muslim independent ini. Hal ini dapat kita lihat dalam fakta Sejarah sebagai berikut:
Pertama, proses hijrah diawali oleh pertemuan Rasululullah dengan 12 orang pria dari Yatsrib di Mekah tepatnya di Aqabah dekat Mina saat mereka melakukan ibadah haji pada tahun 621 Masehi. 12 pria Yatsrib datang menemui Nabi untuk menyatakan keimanan mereka dan memberikan dukungan kepada Nabi serta ajaran Islam. Peristiwa ini dikenal dengan Baiah Aqabah pertama. (MoU antara Nabi dengan 12 orang Yatsrib). Adalah peluang besar bagi Nabi dan pengikutnya untuk hidup lebih aman dan mengembangkan agama Islam. Pertanyaannya apakah Rasululullah langsung menerimanya? Ternyata tidak, Nabi lebih memilih untuk bersabar dan melihat kesungguhan dari 12 pria Yatsrib tersebut dalam menjalankan komitmennya.
Musim Haji berikutnya 622 M, tujuh puluh tiga pria dan dua wanita dari Yatsrib (Madinah) datang ke Mekah untuk bertemu dengan Nabi Muhammad SAW di Aqabah. Mereka memberikan sumpah setia kepada Nabi Muhammad SAW, menyatakan keimanan mereka, dan berjanji untuk melindungi Nabi dan para pengikutnya dari segala ancaman, seperti mereka melindungi keluarga mereka sendiri, tentunya mereka juga bersedia menyebarkan Islam. Peristiwa ini dikenal dalam Sejarah Islam dengan Baiah Aqabah kedua. Peristiwa ini sangat penting karena menjadi landasan bagi Hijrah, migrasi Nabi Muhammad SAW dan umat Muslim dari Mekah ke Madinah, yang menandai awal era baru dalam sejarah Islam dan permulaan kalender Hijriyah. Boleh dibilang bahwa perjanjian Aqabah 1 dan 2 merupakan proses politik (MoU) antara Rasululullah dengan orang Yatsrib dalam membentuk komunitas politik muslim yang memiliki otoritas sendiri tanpa campur tangan dan tekanan dari pihak lain.
Kedua, dalam pelaksanaan hijrah Rasulullah, dilakukan secara bertahap (tidak exodus). Tahap pertama para sahabat diberangkatkan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan sebagai tes case terhadap kesediaan orang-orang Yatsrib yang sudah melakukan kesepakatan (MoU) dengan Rasululullah dengan berjanji serta membantu akan menyiarkan Islam (jadi –mohon maaf— bukan menjadikan para sahabat sebagai kelinci percobaan), karena Rasulullah tahu persis bahwa yang menjadi incaran utama kaum kafir Quraisy saat itu adalah Rasulullah sendiri. Tahap berikutnya adalah Rasulullah besama Abu Bakar, sementara Ali b. Abi Thalib diminta untuk menggantikan tempat tidur Rasulullah, baru tahap terakhir adalah Ali b. Abi Thalib. Adalah sebuah strategi yang mapan dan mampu menyelamatkan Nabi dan para sahabat dari kekejaman orang-orang kafir Quraisy.
Ketika Rasulullah dan para sahabat Muhajirin berada di Yatsrib yang kemudian berganti nama menjadi Madinah, langkah-langkah yang dilakukan Rasulullah dalam rangka membentuk komunitas politik muslim independent adalah: (1) membangun masjid sebagai tempat bersatunya umat, (2) mempersatukan umat Islam (kaum Muhajirin dan kaum Anshor) memperkuat Ukhuwah Islamiyah, (3) mempersatukan Masyarakat Madinah baik muslim maupun non muslim (ukhuwah basyariyah). dan (4) memperkokoh tatanan kemasyarakatan dengan membentuk komunitas politik muslim independent yang pada akhirnya lebih dikenal “negara Madinah” –karena semua elemen negara sudah terpenuhi-- dengan mewajibkan semua Masyarakat Madinah wajib membela dan menjaga keamanan dari musuh, untuk kepentingan itu maka dibangunlah perasaudaraan kebangsaan (ukhuwah Wathaniyah).
Ketiga, Pasca hijrah, kota pertama yang ingin di Islamkan oleh Rasulullah setelah beliau bersama para sahabat mampu membentuk komunitas politik Muslim independent di Maadinah, pilihannya adalah kota Mekah, tentu dengan berbagai alasan yang rasional, antara lain: Pertama, Mekah adalah kota kelahiran Rasululullah, dengan di-Islamkannya Mekah, wibawa Rasul semakin tinggi dimata kaum Arab; Kedua, Mekah merupakan pusat keagamaan orang-orang Arab, karena adanya Ka’bah, setiap tahun orang-orang Arab dari berbagai penjuru datang ke Mekah melakukan Haji; Ketiga, Mekah merupakan pusat ekonomi, pusat budaya, dan sekaligus pusat social karena setiap tahun pula tepatnya pada musim haji digelar pasar Ukas, serta pagelaran budaya (syair). Dengan demikian dengan di Islamkannya Kota Mekah, maka berarti Islam akan memperoleh dukungan yang kuat, karena orang-orang Quraisy saat itu mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar. Dan dengan diIslamkannya kota Mekah pula dengan sendirinya Islam akan gampang tersebar ke seluruh penjuru Arab, karena setiap muslim adalah da’i yang memiliki tugas dan kewajiban mengenalkan dan mengajak Masyarakat masuk Islam.
Tahun Baru Hijriyah memiliki makna mendalam bagi umat Islam. Hijrah Nabi Muhammad SAW bukan hanya perjalanan fisik tetapi juga simbol perubahan, pengorbanan, dan kebangkitan. Momen ini mengingatkan umat Islam tentang pentingnya hijrah dalam berbagai aspek kehidupan, baik itu hijrah dari keburukan menuju kebaikan, dari kegelapan menuju cahaya, maupun dari dosa menuju taubat.
Dengan demikian, Tahun Baru Hijriyah bukan sekadar perayaan pergantian tahun, tetapi juga momen untuk refleksi diri, memperbarui niat, dan memperkuat komitmen dalam menjalankan ajaran Islam. Ini adalah waktu bagi umat Islam untuk mengingat sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW dan mengambil inspirasi dari semangat hijrah dalam menghadapi tantangan hidup di masa kini.
Editor: Achmad Firdausi