SELAMAT HARI ANAK SEDUNIA
- Diposting Oleh Achmad Firdausi
- Jumat, 22 November 2024
- Dilihat 99 Kali
Oleh: Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag.
Setiap 20 November diperingati sebagai “Hari Anak se Dunia”. Peringatan ini dimulai sejak tahun 1959, bertepatan dengan Deklarasi Hak-Hak Anak oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dan pada 20 November juga, tahun 1989, PBB mendeklarasikan Konvensi Hak Anak (KHA).
Anak adalah “seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Tentu saja, anak bukan hanya sebagai individu yang secara biologis belum mencapai usia dewasa, tetapi juga sebagai individu yang memiliki hak-hak dan potensi yang perlu dilindungi dan dikembangkan.
Karena itu, lahirnya KHA didasari atas keadaan di mana banyak anak terlantar akibat korban perang, dan permasalahan lainnya yang merenggut hak-hak anak. Ada empat pilar utama hak anak yang tercantum dalam konvensi, yaitu hak hidup, hak perlindungan, hak tumbuh kembang, dan hak partisipasi. Dengan menjadi substansi dalam KHA, maka hak-hak anak tersebut harus menjadi perhatian dan komitmen dunia untuk memperjuangkannya.
Ternyata, di Indonesia pun terdapat Hari Anak Nasional yang diperingati setiap 23 Juli. Bukan itu saja, perhatian negara kita terhadap anak juga ditunjukkan dengan lahirnya UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang direvisi menjadi UU No. 35 Tahun 2014.
Kendati sudah menjadi perhatian dan komitmen dunia dan tiap negara, pelanggaran terhadap hak-hak anak masih belum teratasi dan bahkan kerap muncul di ruang publik. Pelecehan, ekploitasi, perlakuan buruk dan diskriminatif, keterbatasan memperoleh pendidikan dan kesehatan yang layak, adalah sejumlah permasalahan yang sering menghantui anak-anak.
Tentu saja, upaya pemenuhan hak-hak anak harus pula dibarengi dengan upaya pencegahan terhadap perilaku anak yang menyimpang dan melanggar aturan hukum dan norma. Karena, tidak sedikit perbuatan mereka yang meresahkan publik seperti perkelahian, perundungan, pemakaian narkoba, dan pergaulan bebas.
Bagaimana pandangan Islam tentang anak? Anak adalah anugerah sekaligus amanah. Anugerah Allah yang didambakan banyak orang tua, meskipun tidak semua yang mengimpikan, memperolehnya. Anak adalah amanah Allah yang harus dijaga, dipelihara, disayangi, dilindungi, dan dididik. Dan setiap amanah akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat.
Sebagai penerima anugerah dan amanah, orang tua lah yang paling bertanggungjawab dalam memenuhi hak-hak anaknya, baik hak-hak fisik jasmaniyah maupun hak-hak psikis rohaniyah (seperti kasih sayang, rasa aman, dihargai, dan mengembangkan potensi).
Di antara potensi yang harus dikembangkan dan diarahkan orang tua adalah potensi beragama. Hadits Nabi menyatakan “Kullu maulūdin yūladu `alal fithrati. Fa abawāhu yuhawwidānihī aw yunasshirānihī aw yumajjisānihī” (Setiap anak lahir dalam keadaan fitrah. Maka, kedua orang tuanya yang berperan menjadikan anaknya sebagai yahudi, nasrani, atau majusi).
Makna “fithrah” dalam hadits di atas adalah “kesiapan anak untuk menyembah Allah”. Maka, menjadi hak anak agar potensi menyembah Allah dikembangkan, dan menjadi tanggungjawab orang tua untuk mengembangkan potensi tersebut secara optimal, agar menjadi anak yang beriman kokoh. Dan pengembangan potensi yang paling tepat adalah melalui pendidikan yang mencerahkan. Sabda Nabi “Ma nahala wālidun waladahū afdhalu min adabin hasanin” (Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya, selain pendidikan yang baik).
Artinya, pemenuhan hak-hak anak dalam Islam, tidak hanya untuk keperluan hidup di dunia yang sementara, tapi juga untuk kepentingan hidup di akhirat yang abadi. Wa mā taufīqī illā billāh (61).
Editor: Achmad Firdausi