Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 898-9700-500

Email

info@iainmadura.ac.id

KORELASI FILOSOFI LEBARAN DAN IDUL FITRI

  • Diposting Oleh Achmad Firdausi
  • Minggu, 30 Maret 2025
  • Dilihat 187 Kali
Bagikan ke

Oleh: Dr. H. Imam Amruzi, M.H.I.

(Ketua Program Studi Doktor Ilmu Syariah Pascasarjana IAIN Madura)

Sudah menjadi rutinitas tahunan bagi umat Islam setelah menjalankan ibadah puasa sebulan penuh merayakan hari raya idul Fitri atau lebaran. Namun kebanyakan dari mereka hanya terpaku pada rutinitas saja, di mana mereka sudah menganggap lebaran sebagai sesuatu yang wajib untuk diadakan setelah melakukan puasa Ramadhan, bahkan keharusan lebaran jauh melebihi keharusan berpuasa itu sendiri. Mereka sebenarnya hanya menjadikan lebaran sebagai tradisi biasa, yang kadang kosong makna. Pokoknya, setelah melakukan puasa sebulan penuh harus berlebaran tanpa ada keinginan untuk mengetahui apa sebenarnya filosofi yang terkandung dalam lebaran atau idul Fitri.

Lebaran berasal dari bahasa Jawa yakni “lebar” yang berarti sudah melakukan suatu aktivitas. Dikatakan lebar karena sudah menjalani ibadah puasa sebulan penuh di bulan suci Ramadan. Lebaran di dalam bahasa Madura disebut telllasan yang juga sebenarnya dalam bahasa Jawa “tellas” berarti habis, yaitu habis melakukan ibadah puasa. Namun tidak sampai di situ saja, pemaknaan lebaran yang berarti sesudah puasa harus merayakan hari raya, pemaknaan lebaran itu secara filosofi menyiratkan makna menyelesaikan suatu kewajiban untuk melakukan sesuatu yang lain yang jauh lebih bermakna. Jadi, setelah melakukan ibadah puasa, perilaku kita, baik dalam hal ibadah kepada Allah ataupun dalam interaksi sosial, harus lebih baik dari pada sebelum menjalankan puasa. Hal tersebut merupakan upaya maksimal untuk mewujudkan hikmah puasa yaitu menjadikan mereka yang berpuasa sebagai orang-orang muttaqin. Orang yang bertakwa tentunya akan lebih baik secara ibadah maupun berakhlak, baik terhadap Allah maupun sesama, sehingga hubungan dengan Allah semakin intens dan sesama manusia semakin bermakna. Dalam hal ini, ibadah seorang yang bertakwa semakin meningkat etos kerjanya, semakin baik hubungannya dengan keluarga, tetangga, dan relasi di tengah-tengah masyarakat semakin rukun. Begitu pula kehidupannya akan semakin sejahtera dan bahagia, karena sudah sampai dan derajat muttaqin. Begitu pula pola kehidupannya semakin tertata, kerjanya semakin disiplin, ekonominya juga semakin meningkat, sebagaimana diamanahkan oleh surah al-Ma'un, “jika kau sudah mengerjakan suatu pekerjaan maka bersiap-siaplah untuk mengerjakan pekerjaan yang lain…” yang lebih bermanfaat.

Di samping kata lebaran juga ada kata turunan yang lain, diantaranya “leburan” yang bermakna lebur atau terhapus semua dosa. Maka setelah seseorang melakukan puasa sebulan penuh, dosanya sudah diampuni oleh Allah subhanahu wa ta'ala, sebagaimana sabda Rasulullah, barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan didasarkan pada iman, maka diampuni semua dosa-dosanya yang telah lalu. Begitu pula tatkala seseorang memasuki hari raya Idul Fitri diibaratkan oleh Rasulullah sebagaimana anak yang baru dilahirkan oleh ibunya tanpa ada dosa sedikitpun yang melekat kepadanya, suci ibarat kain putih tanpa noda sedikitpun. Oleh karena itu, seseorang yang lebaran tentunya juga akan leburan dalam artian dosanya sudah diampuni semuanya.

Kata turunan yang lain dari lebaran itu adalah “laburan” yang bermakna memoles dan makna ini yang sering diambil oleh kebanyakan masyarakat Indonesia, tatkala menyambut hari raya Idul Fitri semuanya berlomba-lomba memoles rumahnya, dilabur (diwarnai), baik memakai cat atau kalau zaman dulu pakai kapur. Jadi, laburan itu adalah aktivitas mewarnai rumah-rumah dengan corak warna-warni yang beragam sesuai dengan selera, yang kadang juga bermakna renovasi.

Turunan kata lebaran yang lain adalah “luberan” yang bermakna melimpah atau meluber. Dalam hal ini yang melimpah adalah rahmat dari Allah subhanahu wa ta'ala, ampunan atau maghfirah Allah, karunia atau fadhal Allah, dan juga melimpah rizki yang diberikan oleh Allah subhanahu wa ta'ala kepada hamba-Nya. Hal itu terjadi, karena setelah melakukan penempaan diri selama bulan suci Ramadan, maka setelah pengembangan diri akan melimpah agenda serta aktivitas seseorang yang juga akan berpengaruh kepada melimpahnya aktivitas yang juga berpengaruh kepada melimpahnya kesejahteraan dan kebahagiaan. Maka tidak heran setelah hari raya banyak diantara kita yang menikmati hasil yang melimpah dengan meroketnya orderan selama bulan Ramadhan dan tetap bisa dipertahankan setelah lebaran.

Lebaran sebenarnya merupakan pengertian lain dari Idul Fitri yang bermakna kembali ke fitrah manusia yang dianugerahkan oleh Allah sejak sebelum manusia dilahirkan dan dibawa serta lahir ke dunia oleh manusia. Dalam hal ini, fitrah manusia adalah kebaikan. Segala kebaikan yang ada di dunia ini adalah fitrah bagi manusia. Secara fitrah manusia bersaudara antara satu dengan yang lain, maka di antara saudara tidak mungkin terjadi permusuhan. Sesama saudara, baik yang bertetangga ataupun yang berteman tentunya akan saling membantu tatkala ada yang membutuhkan, saling mengingatkan apabila ada yang menyimpang dari real kehidupan yang sudah ditunjukkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Begitu pula manusia itu adalah hamba (pengabdi) kepada Allah subhanahu wa ta'ala, karena manusia sudah dibaiat oleh Allah subhanahu wa ta'ala sejak sebelum dilahirkan ke dunia dan semuanya bersaksi bahwa Tuhan mereka itu adalah Allah, dan mereka siap siaga untuk selalu berbakti kepada Allah subhanahu wa ta'ala.

Secara fitrah manusia juga cenderung ingin selalu berbagi, baik berbagi ilmu, berbagi pengalaman, ataupun berbagi rizki kepada sesama. Dengan fitrah yang melekat pada manusia, maka manusia tidak akan membiarkan saudaranya berada dalam kondisi kekurangan, apalagi kelaparan. Dengan kekuatan dan modal yang dimilikinya, maka manusia ingin selalu menolong saudaranya agar bisa lepas dari keterpurukan, baik keterpurukan secara ekonomi, sosial, maupun keterpurukan lainnya. Itulah fitrah manusia yang semuanya adalah berupa kebaikan-kebaikan dan selalu tidak senang terhadap keburukan-keburukan. Oleh karena itu diharapkan setelah hari raya Idul Fitri umat Islam ataupun umat manusia di dunia akan kembali kepada fitrahnya semula, yaitu menyebarkan kebaikan-kebaikan, sehingga dunia menjadi sebuah pemandangan yang rukun dan sejahtera.

Idul Fitri tidaklah dimaknai secara dangkal, yang hanya kembali kepada aktivitas-aktivitas ataupun rutinitas-rutinitas sebelum kita melakukan puasa yakni aktivitas-aktivitas sebelum kita libur dan cuti bersama, seperti ngantor dan ke sawah, melainkan kembalinya kita pada fitrah dengan aktivitas yang bermanfaat. Setelah kembali kepada fitrah, maka terjadi suatu peningkatan pada aktivitas-aktivitas itu. Dimana dengan peningkatan aktivitas tersebut diharapkan hasil yang diperolehnya pun akan semakin menunjukkan grafik meningkat yang menjadi tolak ukur dari tingkat kepuasan kita di dunia ini. Semoga dengan adanya lebaran atau Idul Fitri, kehidupan kita di masa sekarang dan akan datang menjadi lebih baik dari masa-masa yang telah lalu, sehingga kita akan sampai juga kepada masa kejayaan kehidupan kita yang dilindungi dan diridhai oleh Allah subhanahu wa ta'ala.

 


Editor: Achmad Firdausi