Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 898-9700-500

Email

info@iainmadura.ac.id

Emansipasi Wanita Menurut Kartini dan Prespektif Al-Qur’an

  • Diposting Oleh Admin Web IAIN Madura
  • Senin, 30 Mei 2016
  • Bagikan ke

Pengertian atau definisi emansipasi wanita itu sendiri secara harfiah adalah kesetaraan hak . Emansipasi wanita juga bisa diartikan sebagai suatu usaha untuk menuntut persamaan hak-hak kaum wanita terhadap hak-hak kaum pria di segala bidang kehidupan. Emansipasi wanita bertujuan memberi wanita kesempatan bekerja, dan belajar.

Akan tetapi, wanita dan laki-laki itu tidak sama. Seperi yang sudah kita ketahui, bahwa keduanya itu berbeda. Jadi secara terminologis, emansipasi wanita  adalah memperjuangkan agar wanita bisa memilih dan menentukan nasib sendiri dan mampu membuat keputusan sendiri.

Dulu emansipasi wanita adalah kebebasan agar wanita mendapatkan hak untuk pendidikan, agar wanita juga diakui kecerdasannya, agar wanita diberi kesempatan yang sama untuk mengaplikasikan keilmuan yang dimilikinya dan agar wanita tidak merendahkan atau direndahkan derajatnya di mata pria.

Kita juga sudah pasti tau bahwa sang pelopor emansipasi wanita adalah RA Kartini. Kartini adalah seorang priyayi Jawa yang ingin memberontak terhadap kultur keraton Jawa yang menganggap perempuan hanya pantas untuk di tiga tempat: Dapur, Sumur, dan Kasur. Menurut kartini, wanita juga memiliki kelebihan dan keistimewaan. Dialah pendidik pertama bagi anak-anaknya sehingga mereka bisa menjadi seseorang yang membanggakan di Negeri ini.

Kartini sebagai ketua pergerakan emansipasi wanita Indonesia telah menulis surat kepada Prof. Anton dan Nyonya pada tanggal 4-oktober-1902, isi surat itu:

"Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama. “[Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902]

Kartini telah banyak melakukan usaha untuk memperjuangkan hak hak wanita di zamannya. Selain dari perspektif seorang priyayi jawa. Al Quran yang tidak lain adalah kitab suci agama Islam juga memiliki perspektif tersendiri. Al-Qur’ân dalam masalah derajat kemanusiaan telah mendudukkan perempuan dalam posisi yang setara dengan laki-laki.  

Namun  mereka juga memiliki perbedaan dari sisi lain, misalnya karakter fisik dan psikis. Dan Al-Qur’an juga membedakan fungsi keduanya agar mereka saling tolong menolong dan lebih menyempurnakan demi menjaga keharmonisan kehidupan. Al-Qur’an adil memandang wanita. 

Tidak ada istilah emansipasi wanita dalam Islam. Karena Islam memandang keduanya pada derajat yang sama. Rasulullah saw bersabda, anna al-mar’ata syaqaiqu ar-rijaali, ( wanita itu saudara laki-laki ). Dan Allah juga membedakan mereka dari segi ibadah da ketaqwaan saja.

Kita dapat mengambil kesamaan dalam dua perspektif di atas. Seorang wanita memiliki hak yang sama seperti halnya laki laki. Baik dalam pendidikan, pekerjaan ataupun yang lainnya. Namun juga harus sesuai dengan derajat seorang wanita sebagai seorang muslimah. Yakni dapat menyesuaikan dengan tugas sebagai seorang istri atau ibu rumah tangga dan sekiranya tidak dapat memberikan mudharat yang besar. Karena sesungguhnya Al Quran adalah terdapat banyak solusi yang paling ideal bagi kehidupan sepanjang masa. Oleh : Indah Susi Wahyuningsih             Mahasiswi STAIN             Prodi PBA